Ujian Di Zaman Terbuka, Haruskan Soal Perlu Disimpan ?
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Selasa, 15 April 2014 . in Dosen . 621 views

Pada zaman informasi telah membanjir seperti sekarang , maka apa saja sudah terbuka seluas-luasnya. Kenyataan itu sangat berbeda dari 10 tahun dan apalagi 20 tahun yang lalu. Dua puluh tahun yang lalu, jangankah mendapatkan komputer, sekedar mesin ketik saja belum dipunyai oleh semua orang. Pada saat itu, oleh karena keterbatasannya, kegiatan tulis menulis masih menggunakan tangan. Sekarang ini, siapa yang mau menggunakan mesin ketik seperti dulu. Bahkan, mesin-mesin itu sudah tidak ada lagi di peredaran.

Kita lihat sekarang ini, anak-anak SD, SMP, dan apalagi SMA, terutama di perkotaan sudah menggunakan laptop, tablet, dan bahkan HP yang bisa digunakan mengakses informasi tentang apa saja dan dari mana saja. Anak-anak sudah sedemikian akrab dalam menggunakan perangkat modern itu. Mungkin saja justru orang tua yang belum terbiasa menggunakan HP yang canggih, internet, website, twetter, facebook dan lain-lain. Kita lihat saja, anak-anak kecil yang baru belajar di SD sudah mampu menikmati teknologi modern itu.

Anak-anak kecil , mulai dari siswa SD, dan apalagi SMP dan SMA, mereka sudah sangat mahir mencari informasi, hasil-hasil penelitian, makalah, dan lain-lain dari Google dan lain-lain. Masih tidak percaya, maka sialahkan saja dicoba. Suruhlah mereka mencari informasi, bahkan dari yang paling sederhana melalui Hp-nya. Kita akan terkejut sendiri, ternyata anak-anak sekarang sudah lebih pintar mendapatkan informasi daripada guru-gurunya sendiri. Inilah zaman terbuka yang sebenarnya sudah agak lama terjadi dalam kehidupan kita ini. Sayangnya kenyataan seperti itu, tidak semua orang tua menyadarinya.

Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab dan atau setidak-tidaknya direnungkan adalah, apakah di zaman membanjirnya informasi seperti digambarkan itu, anak-anak sekolah masih dianggap harus atau wajib menghafal berbagai informasi atau kejadian yang sebetulnya sangat mudah dicari sendiri melalui sarana modernh itu. Manakala mereka masih kita paksa untuk menghafal, bukankah beban itu sedemikian berat. Dulu anak-anak menghafal pelajaran oleh karena informasi masih terbatas, dan keadaan itu sangat berbeda dari sekarang yang sudah benar-benar membanjir sebagaimana yang kita ketahui sendiri.

Dalam suasana seperti ini, maka pengajaran di sekolah harus berubah dan demikian pula mengevaluasi atau mengujinya. Manakala apa yang dilakukan di sekolah 20 tahun yang lalu masih dijalankan sekarang ini, maka alangkah beratnya anak-anak mengikuti cara lama itu. Anak-anak mungkin tidak akan mengerti, mengapa guru, pejabat pendidikan, dan juga orang tua dalam mengajar dan juga menyelenggarakan ujian masih seperti yang dialami puluhan tahun yang lalu. Padahal zaman sudah berubah, informasi sudah membanjir, tuntutan kepada kehidupan sekarang dan apalagi ke depan sudah sama sekali berbeda dari kehidupan puluhan tahun yang lalu, yakni ketika informasi masih sulit didapat.

Keadaan yang sama sekali baru seperti itu, menuntut cara mengukur kecerdasan, ketangguhan, dan kehebatan seseorang, seharusnya berbeda dan bahkan diubah secara total dan mendasar. Saeseorang disebut hebat pada masa lalu adalah apabila yang bersangkutan mampu menghafal dan memecahkan soal-soal pilihan ganda, dan sejenisnya. Akan tetapi ke depan, kehebatan itu harusnya berubah, yaitu ketika seseorang mampu dengan cepat mencari informasi, memilih berbagai alternatif, atau bahkan justru membuat alternatif-alternatif jawaban sendiri. Generasi ke depan disebut hebat manakala pintar membaca dalam pengertian luas dan juga mencipta, dan bukan sekedar memilih dan apalagi sekedar menghafal sesuatu kejadian, atau hal sederhana lainnya.

Memang hal-hal tertentu masih perlu dihafal tetapi tidak harus dan bukan semua hal. Sebab kemampuan menghafal sudah digantikan oleh mesin penghafal yang begitu mudah diperoleh. Hal-hal tertentu yang dimaksudkan masih perlu dihafal, misalnya adalah ayat-ayat al Qur'an. Kalam Allah itu, selain dibaca dalam kegiatan ritual juga agar menginternal dalam sanubari atau batin seseorang agar mewarnai jiwa dan kepribadiannya. Akan tetapi sekedar rumus, nama tempat, nama orang, peristiwa dan semacamnya, sekalipun tidak hafal, bisa dicari lewat mesin penghafal, baik berupa HP, IPAD, dan semacamnya.

Begitu pula jika bentuk pengajaran berubah, maka sudah barang tentu, cara mengevaluasinya juga seharusnya diubah. Soal-soal ujian tidak perlu dirahasiakan, dan apalagi harus mengamankannya secara berlebihan, seperti harus dibungkus dan dijaga oleh polisi segala. Manakala cara lama itu masih dipertahankan, maka mungkin saja oleh anak-anak sekolah dianggap aneh dan atau lucu. Para pengawas ujian harus melarang anak-anak membawa HP, IPAD dan semacamnya. Padahal, setiap saat seharusnya peralatan dimaksud justru harus dibawa, termasuk tatkala sedang ujian berlangsung, untuk membantu ketika yang bersangkutan kelupaan terhadap sesuatu yang harus diingat. Zaman ini sudah berubah dari keadaannya 20 tahun yang lalu, maka cara berpikir, cara pandang, dan paradigma yang digunakan seharusnya berubah pula, agar tidak disebut ketinggalan zaman.

Maksud bersekolah adalah agar seseorang menjadi pintar, cerdas, berperilaku mulia, mencintai sesama, dewasa, dan setrerusnya. Yang dimaklsud cerdas adalah orang yang bisa menjawab tantangan zamannya. Sementara itu, generasi mendatang akan menghadapi dunia baru, yang betul-betul berbeda dari zaman sebelumnya. Oleh karena itu cara mendidik dan memandang cerdas juga harus berbeda dari masa lalu. Perubahan radikal dan mendasar tersebut, semestinya ditangkap dan dipahami oleh pengambil kebijakan pendidikan di negeri ini, agar tidak terasa aneh, bahwa soal ujian saja harus disimpan, pelaksanaannya melibatkan polisi, dosen perguruan tinggi, dan harus menyedot energi yang luar biasa besarnya. Padahal setelah lulus, mereka masih belum tentu mampu menjawab soal-soal kehidupan yang terbuka dan terbentang luas, oleh karena pendidikan yang dijalani sudah tidak relevan dengan berbagai tuntutan zamannya. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up