Bupati, Walikota, Gubernur : Siapa Sebaiknya Yang Memilih ?
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Selasa, 16 September 2014 . in Dosen . 12540 views

Akhir-akhir ini ramai diperdebatkan tentang siapa yang seharusnya memilih bupati, walikota, dan gubernur. Sementara ini, pejabat politik itu dipilih langsung oleh rakyat. Semua rakyat yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan diberi hak untuk memilih pimpinan daerahnya masing-masing. Apakah pilihan rakyat itu juga sesuai dengan harapan pejabat politik pada level atasnya, dipandang tidak menjadi masalah. Presiden dan wakil presiden harus menerima siapapun bupati, walikota, dan gubernur pilihan rakyat, apapun latar belakang partai politik mereka itu.

Pemilihan pejabat politik secara langsung oleh rakyat, pada akhir-akhir ini, dianggapnya terlalu boros, banyak melahirkan konflik, dan juga membuahkan pejabat yang korup. Buktinya, betapa besar anggaran yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk membiayai kegiatan itu, sedemikian banyak pihak-pihak yang merasa diperlakukan tidak adil hingga harus mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Selain itu, betapa banyak pejabat politik dimaksud akhirnya menjadi tersangka kasus korupsi, kemudiaan diadili, dan dipenjarakan.

Atas dasar beberapa alasan tersebut, dan mungkin saja masih ada alasan lainnya, muncul pandangan agar jabatan bupati, walikota, dan gubernur tidak lagi dipilih oleh rakyat secara langsung, tetapi dipilih saja oleh DPRD setempat. Alasannya juga rasional, yaitu agar pemilihan pejabat politik itu tidak menelan banyak biaya, konflik antar golongan atau antar rakyat terkurangi, dan mungkin saja, korupsi menjadi tidak semakin besar.

Perbedaan pandangan tentang siapa yang seharusnya memilih pejabat politik melahirkan perdebatan panjang. Masing-masing pihak yang terdiri atas beberapa partai politik dan juga masyarakat luas, semuanya menginginkan agar aspirasi mereka dimenangkan. Perdebatan itu, di dalam berdemokrasi, sebenarnya sangat lazim dan bagus. Lewat perdebatan itu akan diperoleh keputusan yang telah teruji dengan baik. Apapun keputusan yang akan diambil, sudah diketahui kekurangan dan kelebihannya.

Perdebatan di antara kedua alternatif, yakni bupati, walikota, dan gubernur dipilih langsung oleh rakyat dan atau oleh DPRD setempat, tampak bahwa masing-masing ingin menghindari, -------di antaranya, terjadinya konflik, biaya besar, dan juga korupsi oleh pejabat poilitik. Dalam perdebatan itu belum muncul suara lain, misalnya bagaimana mengurangi beban berat presiden dan wakil presiden tatkala pejabat politik pada level di bawahnya dipilih secara langsung oleh rakyat dan atau oleh DPRD setempat. Memimpin banyak orang yang aspirasi partai politiknya berbeda-beda dan juga bukan pilihannya sendiri tidak akan mudah. Kepemimpinan bisa saja menjadi tidak efektif.

Tatkala pejabat politik dimaksud dipilih secara langsung oleh rakyat dan atau oleh DPRD, maka keserupaan pandangan, kepentingan, dan loyalitas kepada presiden dan wakil presiden akan tidak mudah dibangun. Partai pemenang di berbagai level akan beraneka ragam. Di tingkat pusat, presiden dan wakil presiden diusung oleh PDIP, berkoalisi dengan Nasdem, PKB dan Hanura. Berbeda dengan di tingkat pusat, -----lewat pemilihan, baik pilihan langsung oleh rakyat dan atau lewat DPRD, maka bupati, walikota, dan gubernur, bisa saja akan berasal dari partai selain itu. Presiden dan wakil presiden akan memimpin pejabat politik dari berbagai partai politik yang berbeda-beda. Akibatnya menjadi tidak terlalu jelas, siapa sebenarnya yang sedang di dalam pemerintah atau sebaliknya, mereka yang sedang memposisikan diri sebagai partai oposisi.

Di tingkat pusat, PDIP dan beberapa partai politik yang berkoalisi menjadi partai pendukung pemerintah, sedangkan lainnya menjadi oposisi. Akan tetapi, di masing-masing propinsi, kabupaten dan kota, akan berbeda-beda partai pemenangnya. Di suatu povinsi atau kabupaten dan kota, pemenang itu adalah partai oposisi di tingat pusat, misalnya dari Golkar, Gerindra, Demokrat, PPP, PAN, Gerindra, dan PKS. Keadaan seperti itu, dilihat dari latar belakang partai politik pendukungnya, kekuasaan akhirnya menjadi berwarna-warni dan tidak linier. Kenyataan seperti itu mungkin menguntungkan, akan tetapi pada aspek-aspek tertentu, misalnya kepentingan untuk membangun kebersamaan dan keadilan, kiranya tidak mudah tercapai. Membangun kebersamaan dan keadilan di tengah-tengah perbedaan, kiranya bukan perkara mudah.

Oleh karena itu, umpama saja, bupati, wali kota, dan gubernur tidak dipilih langsung oleh rakyat dan juga tidak oleh DPRD, melainkan dipilih oleh presiden dan wakil presiden sendiri, ----sebagaimana memilih anggota kabinet, maka perdebatan sebagaimana terjadi akhir-akhir ini, tidak akan muncul. Selain itu, akan menjadi jelas siapa partai pemenang yang pendukung pemerintah dan begitu pula sebaliknya, partai politik yang memposisikan diri sebagai oposisi, sejak mulai dari tingkat pusat hingga propinsi, kota dan kabupaten. Keuntungan lainnya, beban berat kepemimpinan dan manajenem pemerintahan menjadi terkurangi oleh karena, ----dengan sendirinya, terjadi loyalitas yang jelas dan kokoh. Rakyat cukup memilih presiden dan wakil presiden, sedangkan anggota kabinet, gubernur, bupati dan walikota, semuanya diserahkan kepada presiden dan wakil presiden yang sudah dipercaya, ditaati, dan dicintai oleh rakyatnya. Keuntungan cara ini cukup signifikan, tetapi sayang, undang-undangnya belum seperti itu, dan bahkan juga belum diwacanakan. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up