Memadukan Kesalehan Ritual, Intelektual, Dan Sosial
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Senin, 1 September 2014 . in Dosen . 2675 views

Ada sementara orang yang menganggap bahwa kesalehan ritual itu sedemikian penting, tetapi melupakan kesalahean intelektual dan social. Demikian pula sebaliknya, terlalu mengedepankan kesalehan intelektual , tetapi masih menganggap sederhana terhadap kesalehan ritual maupun social. Orang yang terlalu hati-hati terhadap kegiatan ritual, dan bahkan selalu khawatir keliru atau setidak-tidaknya kurang, namun tidak terlalu peduli pada pengembangan intelektual dan sosial, maka sikap seperti itu juga mendapatkan teguran dari Islam sendiri. Bahkan, teguran itu sedemikian keras hingga disebut sebagai pendusta agama.

Dalam sebuah riwayat, terdapat seseorang yang melapor kepada Rasulullah, bahwa ada orang yang sedemikian tekun beribadah, sehari-hari pekerjaannya di masjid tanpa henti. Lalu Nabi menanyakan, siapa yang mencukupi kehidupan keluarganya. Pertanyaan itu dijawab, bahwa tidak ada. Ternyata, seseorang yang berlebih-lebihan dalam kegiatan ritual itu, oleh nabi sendiri, dianggap keliru. Dijelaskan bahwa, siapapun harus hidup sebagaimana lazimnya, yakni mencari rizki, mengembangkan ilmu pengetahuan, memenuhi hak-hak keluarganya, dan seterusnya. Maka artinya, kesalehan ritual harus disempurnakan dengan jenis kesalehan lainnya.

Juga di dalam al Qur'an disebutkan bahwa, orang yang melakukan shalat tetapi lalai akan shalatnya disebut sebagai pendusta agama. Orang-oranag yang hanya mengumpulkan dan membangga-banggakan hartanya, tetapi mengabaikan nasib kehidupan orang miskin dan anak yatim, maka akan dilemparkan ke neraka wail. Ancaman itu sedemikian berat, namun ternyata tidak selalu memperoleh perhatian. Kebanyakan orang masih sibuk berdiskusi dan membicarakan tentang shalat khusu' dan berusaha menjalankan sesuai dengan contoh yang dilakukan oleh rasulullah. Kegiatan dimaksud, tentu bukan berarti tidak penting, akan tetapi masih ada lainnya yang juga tidak kurang urgennya, ialah bagaimana kesalehan ritual itu membuahkan kesalehan intelektual dan juga kesalehan social.

Kesalehan intelektual adalah berupa mengembangkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya lewat berbagai cara dan atau pendekatan. Namun selama ini, umat Islam dalam hal pendidikan dan juga pengembangan ilmu pengetahuan, di mana-mana, masih kedodoran. Lembaga pendidikan yang dikembangkan oleh umat Islam belum diakui kemajuannya oleh kalangan luas. Bahkan sebaliknya, umat Islam masih harus belajar ke negara-negara yang bukan berpenduduk Islam. Umat Islam masih harus hijrah atau seumpama air, masih harus mengalir ke negara-negara non muslim, dan belum sebaliknya. Padahal seharusnya, atas inspirasi dari al Qur'an dan hadits nabi, umat Islam berhasil menempati posisi di atas, dicari, atau mampu memberi, menjadi guru, dan bukan sebaliknya, yaitu harus mencari atau menjadi murid.

Manakala keadaan itu, suatu ketika, berhasil menjadi berbalik, yaitu umat islam sudah menjadi pemberi atau pihak yang dicari, maka artinya kesalehan intelektualnya sudah memperoleh pengakuan. Oleh sebab itu, umat Islam harus segera bangkit. Umat Islam harus segera mengembangkan lembaga pendidikan tinggi yang berkualitas, pusat-pusat riset, dan juga mendorong generasi mudanya untuk menggali ilmu pengetahuan seluas-luasnya. Terkait dengan pandangan ini, maka hal yang tergolong penting adalah keberanian untuk membangun mindset, cara pandang, atau paradigma dalam melihat ilmu pengetahuan secara luas, komprehensif atau menyeluruh. Para pemimpinnya harus berani mengajak umat membuka kembali wawasan ilmu pengetahuan dari perspektif Islam yang bersumber dari al Qur'an dan hadits nabi. Jika gerakan perubahan mindset atau cara pandang itu berhasil, maka kebangkitan Islam akan terwujud. Dan, itulah yang dimaksud dengan membangun kesalehan intelektual.

Manakala kesalehan ritual dan kesalehan intelektual berhasil dibangun maka kemungkinan membuahkan kesalehan social akan semakin besar. Orang-orang yang cerdas batinnya dan sekaligus kaya atau kokoh pikirannya, maka mereka tatkala melihat dunia akan menjadi semakin jelas. Orang-orang seperti itu, keberadaannya tidak saja hanya memiikirkan dirinya sendiri dan keluarganya, melainkan juga akan berpikir dan berbuat untuk kepentingan orang lain. Maka, itulah yang disebut sebagai tingkatan kesalehan social.

Dalam tataran empirik, seseorang tampaknya berat untuk meraih kesalehan social, manakala dirinya sendiri saja belum kokoh. Kekokohan itu, harus dilandasi oleh spiritual dan intelektualnya. Betapa pentingnya kekayaan spiritual dan intelektual itu, kiranya bisa dilihat dari banyak orang yang mampu secara fisik dan ekonomi, namun lemah di dalam ritual, maka pada kenyataannya mereka tidak mampu melihat dan sekaligus memberikan sumbangan social, kecuali sekedar untuk kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu, berbagai kesalehan harus terpadu di antara ketiganya, yaitu kesalehan ritual, intelektual, dan social. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up