Ber-Islam Bukan Mencari Musuh
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Selasa, 18 November 2014 . in Dosen . 1693 views

Di dalam kehidupan sehari-hari, masih ada saja orang menanyakan tentang Islam dari hal amat sederhana, misalnya apakah dengan beragama Islam maka harus berpakaian khas, membatasi pergaulan, harus masuk organisasi tertentu, tidak boleh bekerja di sembarang tempat, dan bahkan juga harus bermusuhan dengan orang yang tidak sepaham, dan semacamnya. Pertanyaan sederhana seperti itu seringkali muncul oleh karena mereka melihat Islam bukan dari kitab suci dan juga tauladan kehidupan nabi, melainkan dari orang yang dianggap telah menjalankan Islam.

Cara memahami Islam hanya sebatas dari melihat orang Islam tentu tidak cukup. Keber-Islaman seseorang tentu bertingkat-tingkat dan juga bahkan berproses. Sementara orang disebut telah menjadi muslim padahal sebenarnya yang bersangkutan baru membaca dua kalimah syahadah, menjalankan shalat, dan ikut puasa pada bulan ramadhan. Sementara itu perilakunya sehari-hari masih belum menunjukkan sebagai seorang muslim dan mukmin yang sebenarnya.

Pemberian identitas sebagai seorang muslim kepada orang sebagaimana tersebut juga tidak terlalu keliru. Sebab orang yang mengaku dan bersaksi bahwa Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka yang bersangkutan sudah disebut sebagai seorang muslim. Terkait dengan perilaku dan kegiatan keagamaan lainnya, dilakukan secara bertahap, atau berproses. Sedangkan proses atau tahapan-tahapan menjadi muslim secara sempurna juga tidak selalu berjalan linier, tetapi bisa saja naik turun. Sepulang dari haji misalnya, sedemikian rajin datang ke masjid, shalat berjama'ah, tetapi selang beberapa waktu, mereka kembali pada kebiasaan semula.

Melihat kenyataan seperti itu, maka wajar jika kemudian banyak orang memiliki pengertian yang beraneka ragam tentang Islam. Mereka mengira bahwa sebagai seorang muslim harus mengenakan baju taqwa, pakaian gamis, berjenggot, mengenakan sarung, berkopyah, dan sejenisnya. Sebenarnya boleh-boleh saja seseorang, tatkala menjadi muslim lalu mengenakan identitas seperti itu, tetapi juga sebaliknya, tidak mengapa mengenakan identitas lainnya, misalnya berpakaian jawa, madura, sumatera, dan lain-lain. Seorang muslim dalam berpakaian hanya dituntut agar selalu menutup auratnya.

Umat Islam juga tidak harus bergabung dengan organisasi sosial keagamaan dan bahkan juga organisasi politik tertentu. Seperti sekarang ini, di Indonesia, umat Islam masuk berbagai jenis partai politik, misalnya ada di Golkar, Gerindra, Hanura, Nasdem, PDIP, PPP, PAN, PKB, dan lain-lain. Para pemimpin atau tokoh berbagai partai politik tersebut, pada saat sekarang ini, juga banyak yang beragama Islam, dan bahkan juga tidak sedikit di antara mereka berkeinginan menyampaikan ajaran Islam melalui partai politik pilihannya, sekalipun partai politik dimaksud bukan menunjukkan simbol atau identitas Islam.

Demikian pula, seseorang menjadi muslim tidak harus bergabung dengan organisasi sosial keagamaan, misalnya NU, Muhammadiyah, Persis, Al Wasliyah, Al Irsyad, Tarbiyah Islamiyah, Jam'iyah Islamiyah, dan lain-lain. Selain itu, juga tidak ada larangan seorang muslim bergabung dengan organisasi lainnya, misalnya koperasi, organisasi pemuda, profesi, dan lain-lain. Berbagai organisasi itu diuperlukan untuk menjalin kebersamaan. Sedangkan yang tidak dibolehkan dalam Islam adalah bahwa tatkala memasuki organisasi tertentu kemudian menjadi bermusuhan, memutus tali sillaturrakhiem, dan melakukan penyimpangan lain yang merugikan dirinya maupun orang lain.

Selain itu, dengan ber-Islam juga tidak boleh bermusuhan dengan siapapun. Islam hadir bukan menciptakan musuh, tetapi justru sebaliknya, yaitu menebarkan rakhmat, kasih sayang, mencintai orang lain dan lingkungannya. Islam mengajarkan agar saling mengenal satu dengan lainnya, berusaha memahami dan menghargai orang lain hingga akhirnya agar membuahkan tolong menolong dalam kebaikan. Ajaran Islam mengajak umatnya dan juga semua manusia untuk bersama-sama memelihara ciptaan Tuhan yang sangat berharga bagi kehidupan ini, yaitu ajaran yang dibawa oleh nabi-Nya, akal, jiwa, harta, dan anak keturunan. Intinya, Islam mengajak pada kehidupan yang selamat, dan membahagiakan baik di dunia maupun di akherat kelak.

Islam juga melarang umatnya membuat kerusakan di muka bumi, menyakiti orang lain, apalagi bermusuhan. Islam justru mengajarkan sebaliknya, yaitu agar selalu menjalin kasih sayang, mencintai sesama, dan apalagi terhadap kedua orang tuanya. Bahkan dinyatakan bahwa ukuran tentang sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling banyak memberi manfaat terhadap orang lain. Manakala konsep ini dikembangkan secara lebih jelas, menjadi misalnya, sebaik-baik organisasi adalah organisasi yang memberi manfaat bagi organisasi lainnya, dan sebaik-baik negara adalah negara yang berhasil memberi manfaat bagi negara lainnya, maka kehidupan dalam ber-Islam menjadi sedemikian indah. Semua orang, baik secara pribadi, kelompok, dan organisasi hingga pada suatu bangsa berlomba, bukan dalam persenjataan untuk perang, melainkan berlomba dalam saling memberi manfaat. Gambaran itu menjadi indah sekali. Ber-Islam bukan untuk mencari musuh, melainkan justru bermaksud untuk menebarkan kesalamatan dan kedamaian. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up