Membangun Kesadaran Diri
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Minggu, 1 Februari 2015 . in Dosen . 4745 views

Kesadaran diri ternyata sedemikian penting, tetapi ternyata tidak selalu dimiliki oleh setiap orang. Tanpa kesadaran diri, maka seseorang tidak akan termotivasi untuk maju dan berkembang, berbuat sesuatu, dan sebaliknya, akan menerima nasipnya apa adanya. Seringkali kita melihat seseorang yang tampak aneh, yaitu kehidupannya tampak menderita, tertinggal dari orang lain, namun demikian tidak pernah berbuat apa-apa untuk keluar dari apa yang dialaminya itu. Orang yang demikian itu sebenarnya tidak menyadari terhadap persoalan yang ada pada dirinya.

Orang yang tidak menyadari bahwa pada dirinya ada persoalan, maka tidak akan pernah berusaha keluar dari persoalannya itu. Betapapun besarnya persoalan, jika tidak disadari, maka sama halnya persoalan itu tidak ada. Orang lain menyebutnya menderita, tetapi jika orang yang mengalaminya sendiri tidak merasakannya maka penderitaan itu seakan-akan tidak ada. Bisa saja orang lain melihatnya sebagai problem atau masalah, tetapi yang bersangkutan sendiri, dengan keadaannya itu, sudah dirasakan sebagai kenikmatan.

Hal aneh tersebut bisa terjadi oleh karena apa yang dialaminya itu sudah berjalan sedemikian lama, sehingga keadaan yang sebenarnya bagi orang lain dianggap kurang mengenakkan, tetapi bagi yang bersangkutan dirasakan sebagai sesuatu yang harus dijalani dan tidak perlu dianggap sebagai masalah. Memang demikian itulah, suatu keadaan yang dialami seseorang, seringkali menggelisahkan orang lain, sementara itu yang menjalaninya sendiri tidak merasakan sebagai masalah yang harus dijauhi.

Perbedaan antar orang dalam memandang sesuatu keadaan adalah sebagai masalah atau bukan tersebut, disebabkan oleh tingkat kesadaran diri di antara mereka itu. Seseorang menganggap sesuatu sebagai masalah sehingga segera berusaha dengan cara apapun untuk mengatasinya adalah atas dasar kesadaran dirinya. Sebaliknya, orang lainnya lagi yang tidak menyadari bahwa masalah adalah sebagai masalah, sehingga yang bersangkutan tidak akan berusaha keluar dari sesuatu yang dianggap problem itu.

Bangsa Indonesia hingga selama kurang lebih 300 tahun dijajah oleh Belanda. Sebagai bangsa terjajah tentu akan menderita. Akan tetapi oleh karena tidak semua menyadari tentang penderitaan itu, atau tidak ada kesadaran tentang betapa pentingnya menjadi bangsa yang merdeka, maka tidak sedikit orang yang tidak tergerak hatinya untuk berjuang merebut kemerdekaan. Beruntung saja, muncul pemimpin yang memiliki kesadaran diri yang tinggi hingga kemudian berusaha menggerakkan bangsanya dengan berbagai cara berjuang merebut kemerdekaan.

Pada hari Sabtu kemarin, saya diundang oleh IAIN Ambon untuk berceramah di hadapan para pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswa. Dalam kesempatan itu, saya mendapatkan informasi bahwa banyak masyarakat di pedesaan di wilayah itu yang masih miskin, sehingga tatkala anak-anaknya kuliah di kampus itu mengalami kesulitan, baik sekedar untuk membayar SPP maupun biaya hidup di kota itu. Sebagai masyarakat yang berada di daerah pertanian yang luas dan subur, dan apalagi kekayaan laut yang melimpah, maka seharusnya tidak pantas mereka mengalami kemiskinan. Buah-buahan tinggal memetik, ikan di laut tinggal menangkap, dan bahan makanan di kebun tinggal mengambil, tetapi mengapa miskin. Keadaan seperti itu dialami oleh karena, mereke miskin kesadaran diri.

Kiranya miskin kesadaran seperti itu tidak saja dialami oleh masyarakat pedesaan di Maluku, tetapi juga oleh para mahasiswa dan bahkan juga para dosen di kampus-kampus perguruan tinggi. Sekarang ini, sarana penunjang untuk menjadi pintar dan kaya informasi sudah luar biasa banyaknya. Perpustakaan, laboratorium, internet, facebook, scribb, e-book, dan lain-lain, tersedia di mana-mana sehingga dengan mudah didapat. Akan tetatapi ternyata tidak semua mahasiswa tertarik memanfaatkannya. Ada saja mahasiswa yang kurang menyadari bahwa seharusnya sehari-hari mereka memanfaatkan fasilitas itu untuk mengembangkan dirinya. Tetapi ternyata, fasilitas itu belum tentu dimanfaatkan, oleh karena bisa jadi, mereka masih dihinggapi oleh penyakit berupa miskin kesadaran diri itu.

Tentang rendahnya kesadaran diri itu tidak saja dialami oleh mahasiswa tetapi, bisa jadi juga dialami oleh dosennya. Sebagai seorang dosen pasti sudah mengetahui bahwa tugasnya sehari-hari adalah menjadi contoh atau tauladan untuk menulis, melakukan penelitian, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Akan tetapi ternyata juga tidak banyak yang mereka lakukan. Seharusnya seorang dosen, apalagi yang sudah senior pada setiap tahun menghasilkan naskah buku atau hasil penelitian, tetapi jangankan buku, ternyata sepotong makalah saja belum tentu dihasilkan. Padahal sehari-hari, mereka mewajibkan kepada para mahasiswanya menulis makalah sebagai bahan diskusi. Gambaran aneh itu terjadi, lagi-lagi, oleh karena tidak ada kesadaran diri terhadap amanah yang seharusnya dijalankan.

Kegagalan membangun kesadaran diri ternyata bukan saja dimonopoli oleh orang yang berada di pedesaan, tetapi juga oleh banyak orang di mana-mana. Miskin kesadaran diri bisa dialami oleh orang yang tidak berpendidikan, hingga mereka yang berpendidikan dan berjabatan akademik puncak sekalipun. Padahal seperti disebutkan di muka, seseorang melakukan sesuatu atau tidak melakukannya adalah tergantung pada tingkat kesadarannya. Persoalannya adalah bagaimana membangun kesadaran diri yang sebenarnya sedemikian penting itu. Kiranya, bersillaturrahmi, banyak membaca buku, berstudi banding, dan lain-lain adalah cara sederhana yang bisa digunakan untuk membangun kesadaran yang ternyata sedemikian penting itu. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up