GEMA-“Pendidikan Islam di Indonesia mau dibawa kemana?” ungkapan Prof. Imam Suprayogo ketika menjadi pembicara dalam Internasional Conference of Islamic Scholars (ICIS) IV panel II. Mengangkat tema Transformasi Pendidikan, Prof. Imam mengajak peserta konferensi untuk flashback pada sejarah dan proses perkembangan UIN Maliki, Selasa (24/11).

Di awal memimpin, the founding father kampus Ulul Albab tersebut dihadapkan pada tugas membentuk lulusan yang ulama –intelektual dan intelelktual –ulama . Hal itu pun memang telah menjadi visi-misi yang digemborkan oleh Kemenag RI. “Ternyata visi-misi tersebut hasilnya belum memuaskan, bisa dikatakan tidak jelas,” ungkap guru besar UIN Maliki tersebut dengan nada humor.
Menurut pengamatannya, tidak pernah ada ulama yang lahir selain dari pesantren. Itulah yang menjadi sebab dibangunnya pesantren di kampus Ulul Albab. “Dengan adanya integrasi dua institusi tersebut cita-cita membentuk para ulama dan para intelektual bisa terwujud,” terangnya dengan yakin.
Pesantren, masih kata Prof. Imam, menjadi tempat pengamalan ilmu agama dan pembentuk spiritual dan moralitas mahasiswa. Sedangkan kampus sebagai tempat untuk menguatkan nilai akademik dan memperluas pengetahuan mahasiswa. “Integrasi dua lembaga ini juga menghasilkan integrasi dua keilmuan. Yaitu integrasi ilmu keislaman dan science,” kata akademisi kelahiran Trenggalek tersebut.
Prof. Imam juga menyinggung terkait transformasi lembaga dari sekolah tinggi (STAIN) menjadi unversitas (UIN). Menurutnya keberhasilan tersebut juga dipacu atas keinginan untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai keilmuan integratif. “Selain fakultas keagamaan, syariah dan tarbiyah, harus ada fakultas saintek guna mendukung tercapainya tujuan tersebut,” paparnya.
Di akhir, Prof. Imam mengungkapkan bahwa tugas apa saja jika dilandasi atas niat yang ikhlas dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh, maka tugas itu akan berhasil. (sy)