Kunjungan Syekh Al-Azhar dan Pengembangan UIN Maulana Malilk Ibrahim Malang
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M. Si Selasa, 8 Maret 2016 . in Rektor . 1375 views

(Tulisan 2)

Terkait pemberian gelar kehormatan, awalnya Syek Azhar itu tidak mau menerima penghargaan berupa Gelar Doktor Kehormatan (Dr.Hc.), karena memang sudah tidak memerlukan. Jika boleh disimpulkan, beliau telah memperoleh segalanya, kehormatan, kekuasaan, pengaruh, intelektualitas, dan kekayaan. Dengan bahasa yang santun, kepada salah seorang shohib karibnya di Indonesia, yang tak lain ialah Prof. Dr. HM. Quraish Sihab, MA., yang selalu mendampinginya sejak awal kedatangan hingga kepulangan, beliau mengatakan “Walau tidak menerima penghargaan Gelar Doktor Kehormatan, saya akan tetap datang ke Indonesia”. Dengan halus, sang mufasir al Quran kenamaan itu menjawab “Yang memerlukan penghargaan itu bukan anda, tetapi justru kami warga Indonesia”. Rupanya jawaban tersebut meluluhkan hati sang Syekh, dan akhirnya mau menerima gelar doktor kehormatan itu dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Kalimat jawaban yang isinya penolakan yang halus itu merupakan bentuk kerendahan hati dan keluhuran budinya.

Kedua, momen bersejarah ini semakin mengokohkan posisi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang sedang bercita-cita besar untuk menjadi perguruan tinggi kelas dunia (World Class University), sebuah cita-cita yang telah dicanangkan beberapa tahun lalu melalui program internasionalisasi universitas. Isi program  internasionalisasi Universitas ialah keberadaan mahasiswa internasional, dosen internasional, kerjasama internasional, jurnal internasional, akreditasi internasional, mobilitas internasional baik bagi para dosen maupun mahasiswanya, dan kegiatan-kegiatan akademik berskala internasional. Karena itu, selain bermakna untuk semakin merekatkan hubungan bilateral antara Indonesia dan Mesir, menyuarakan pentingnya ukuwah islamiyah atau persatuan umat Islam di seluruh dunia, dan menyerukan betapa pentingnya hidup damai di antara semua umat manusia, bagi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang kunjungan Syek Azhar juga untuk meningkatkan reputasi akademik Universitas.

Sebagai lembaga akademik yang tumbuh di era kompetisi global seperti sekarang ini, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang harus memacu diri untuk memperoleh rekognisi dan reputasi masyarakat internasional. Melalui program rekognisi internasional, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang berupaya keras agar dikenal secara meluas oleh masyarakat internasional. Upaya untuk memperoleh rekognisi tersebut melalui berbagai cara, antara lain; 1). mengenalkan lembaga pendidikan ini ke masyarakat internasional melalui pameran pendidikan di forum-forum internasional, 2). menghadirkan tokoh-tokoh yang berpengaruh secara internasional; akademisi, negarawan, politisi, ulama dan lain-lain, untuk berkunjung ke kampus ini, 3). kerjasama dalam berbagai kegiatan dengan perorangan atau lembaga internasional, 4). memublikasikan karya-karya ilmiah para dosen dan mahasiswa secara internasional, 5). mengokohkan posisi bahasa internasional, terutama bahasa Arab dan Inggris, bagi warga sivitas akademikanya.

Pemberian gelar doktor kehormatan (H.C) dari Universitas ini juga menjadi berita besar tidak saja di Indoensia, tetapi juga di Mesir sendiri. Hampir semua media cetak maupun elektronik di Mesir memuat peristiwa langka tersebut. Disebut langka karena Grand Syekh tidak pernah mau menerima penghargaan seperti itu dari manapun. Sebuah harian berbahasa Inggris di Mesir juga memuat peristiwa bersejarah itu sebagai headline. Dengan pemberitaan seperti itu, tentu saja UIN Mauana Malik Ibrahim Malang memperoleh rekognisi dari masyarakat Timur Tengah, terutama Mesir.

Selanjutnya, setelah Universitas ini memperoleh rekognisi atau dikenal secara luas oleh masyarakat internasional, maka langkah selanjutnya yang harus ditempuh ialah reputasi internasional. Reputasi internasional bisa dilihat dati dua sisi. Pertama, lulusan Universitas ini. Dengan reputasi internasional, maka secara akademik kompetensi lulusan Universitas ini dapat diterima oleh masyarakat atau lembaga-lembaga internasional. Sebagai contoh, karena saat ini negara-negara Asean sudah mengikat diri memasuki tata kehidupan baru yang disebut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di mana arus barang dan jasa menjadi bebas dan terbuka di seluruh negara Asean mulai awal 2016, maka lulusan Universitas ini harus mampu bersaing dan dapat bekerja di lembaga-lembaga di semua negara Asean. Tentu saja, untuk bisa memperoleh kesempatan itu diperlukan kompetensi yang memadai untuk dapat bersaing dengan alumni perguruan tinggi di seluruh negara Asean.

Kedua, menyangkut dosen. Dengan reputasi internasional, maka kompetensi dosen Universitas ini harus minimal sejajar dengan kompetensi-kompetensi para dosen di semua perguruan tinggi se Asean. Syukur jika  bisa lebih. Dosen Universitas ini harus bisa diterima untuk menjadi dosen-dosen tamu atau menjadi pembicara di forum-forum akademik di perguruan-perguruan tinggi di Asean. Begitu juga karya ilmiah mereka bisa digunakan sebagai referensi para mahasiswa dan sivitas akademika di perguruan-perguruan tinggi di Asean. Tentu saja, untuk yang terakhir ini secara khusus diperlukan kompetensi berkomunikasi baik lisan maupun tulis dalam bahasa internasional, terutama bahasa Inggris. Sebab, kendati bahasa Melayu merupakan bahasa dengan jumlah penutur terbesar di Asean yang meliputi masyarakat Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand Selatan, tetapi bahasa Inggris tetap menjadi pilihan utama sebagai bahasa resmi Asean. Rupanya dengan jumlah penutur yang sangat besar, bahasa Melayu belum cukup memiliki kekuatan untuk menjadi bahasa Asean. Tentu karena berbagai sebab. (Bersambung)

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up