Pintar, Kaya, Dan Jahat
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Sabtu, 12 Maret 2016 . in Dosen . 4769 views

Semua orang bersepakat, bahwa menjadi pintar itu penting, menjadi kaya itu juga penting, tetapi kedua kelebihan itu jangan ditambah lagi dengan yang satu berikut ini, ialah kejahatan. Sebab, orang pintar dan kaya, manakala ia jahat maka akan sangat membahayakan bagi siapa saja. Kepintaran dan kekayaan itu jika digunakan untuk melakukan kejahatan, maka kerusakan yang ditimbulkan akan luar biasa besarnya.

Orang pintar akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan, bahkan juga persoalan orang lain. Kepintaran tentu akan menjadi lebih berdaya guna jika ditopang oleh kekayaan. Dengan kekayaan itu, orang pintar akan leluasa mendayagunakan kepintarannya hingga melahirkan karya-karya yang bermanfaat bagi kehidupan. Apalagi, ketika kepintaran dan kekayaan itu masih ditambah dengan akhlak yang mulia, maka akan melahirkan sosok manusia ideal.

Sebaliknya, orang bodoh dan miskin biasanya tidak akan bisa memberi sumbangan apa-apa, termasuk pada dirinya sendiri. Orang bodoh dan miskin jika ia berwatak jahat, maka kejahatannya juga tidak akan membawa kerusakan besar, paling-paling dampaknya hanya terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang jahat tidak perlu pintar dan apalagi kaya. Lebih baik, mereka itu tetap bodoh, agar tidak terlalu mengganggu dan membuat kerusakan.

Kenyataan tersebut menjadikan orang berpandangan bahwa, pendidikan akhlak, budi pekerti, atau karakter menjadi amat penting diberikan di semua lembaga pendidikan. Upaya memintarkan orang bukan perkara mudah, selalu membutuhkan biaya dan tenaga yang mahal serta waktu yang lama. Namun semua itu tidak akan ada artinya jika hanya menghasilkan orang yang tidak berakhlak atau tidak berkarakter itu. Akhlak mulia adalah sangat penting dan bahkan segala-galanya.

Seringkali kita mendengar orang berpandangan bahwa anaknya harus dipilihkan sekolah yang mudah mendatangkan kekayaan. Setelah lulus agar segera mendapatkan pekerjaan dan bergaji tinggi atau mampu menciptakan pekerjaan sendiri yang menghasilkan uang banyak. Keinginan itu oleh sementara orang bisa dicapai, namun sangat mungkin, seteleh mendapatkan kedudukan tinggi, oleh karena tidak berakhlak mulia, yang bersangkutan melakukan kejahatan dan akhirnya dipenjarakan. Kasus yang demikian itu jumlahnya tidak sedikit dan bisa ditemui di mana-mana.

Sementara orang beranggapan bahwa berbekal kekayaan ilmu pengetahuan, maka dengan sendirinya, seseorang akan berakhlak mulia. Anggapan itu bisa saja ada benarnya, jika ilmu yang dimiliki tersebut berhasil mengantarkan dirinya untuk mengenal Tuhannya. Bagi yang bersangkutan, belajar ilmu pengetahuan bukan sebatas agar mengetahui dan apalagi sekedar lulus ujian, melainkan diniatkan untuk mengetahui siapa sebenarnya Sang Penciptanya. Hal demikian itu sebenarnya diajarkan melalui al Qur'an, bahwa manusia dianjurkan agar selalu merenungkan dan atau memikirkan penciptaan langit dan bumi. Orang yang melakukan hal demikian itu, jika kemudian mendapatkan petunjuk, maka pada saatnya akan menjadikan hatinya lembut atau berakhlak mulia.

Akhirnya, setidaknya ada tiga hal yang seharusnya dikumpulkan, yaitu pintar, kaya, dan berakhlak mulia. Sebaliknya, sebagaimana disebutkan pada judul tulisan ini, yaitu jangan sampai ketika hal lainnya berkumpul pada diri seseorang, yaitu pintar, kaya, dan jahat. Lembaga pendidikan, apapun bentuknya, jika mampu menjadikan seseorang memiliki sedikitnya ketiga kekuatan yaitu akhlak mulia, pintar dan kaya, maka kehadirannya akan ditunggu-tunggu di mana, kapan, dan oleh siapa saja. Juga jangan sampai, lembaga pendidikan sekualitas apapun mengabaikan persoalah akhlak, budi pekerti atau karakter. Sebab hal yang demikian itu justru akan sangat membahayakan bagi kehidupan. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up