Terpinggirkan Atau Minggir Sendiri
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Kamis, 26 Mei 2016 . in Dosen . 1689 views

Suatu saat, saya mendapatkan tilpun dari seorang teman. Melalui tilpun itu, Ia mengaku gelisah ketika memikirkan keadaan umat Islam. Disebutkan bahwa umat Islam di mana-mana terpinggirkan, baik secara politik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Melihat kenyataan itu, Ia menyatakan keprihatinannya dan menurutnya harus ada langkah-langkah strategis agar umat Islam segera keluar dari persoalan dimaksud.

Pembicaraan melalui tilpun yang waktunya sangat singkat menjadikan pembicaraan itu tidak jelas, siapa sesungguhnya yang dimaksudkan dengan umat Islam itu. Penyebutan umat Islam seolah-olah hanya sebagian kecil dari bangsa ini. Padahal sebenarnya, adalah justru bagian yang terbanyak. Sebab mayoritas bangsa ini adalah pemeluk Islam. Oleh karena itu memilkirkan umat Islam sama artinya memikirkan bangsa Indonesia itu sendiri.

Dalam pembicaraan itu, selain menanyakan siapa sebenarnya yang dimaksud umat Islam, saya juga berbalik bertanya, apakah umat Islam itu benar-benar terpinggirkan atau minggir dengan sendirinya. Tentu sebutan terpinggirkan akan berbeda dari istilah minggir dengan sendirinya. Istilah terpinggirkan menunjukkan ada kekuatan yang dengan sengaja membuat umat Islam tertinggal, sementara itu minggir adalah oleh karena keadaan yang dibuatnya sendiri.

Ketika berbicara tentang siapa sebenarnya yang dimaksud dengan sebutan umat Islam, saya memberikan masukan, bahwa istilah itu tidak mudah dimengerti. Sebab, umpama yang disebut sebagai umat Islam hanya sebatas simpatisan partai politik yang menyatakan diri sebagai berazas Islam, memang jumlahnya tidak terlalu banyak. Dengan demikian, sebutan itu benar. Sebab, para pemilih partai politik yang bukan beridentitas Islam, misalnya Golkar, Nasdem, Demokrat, PDIP dan lain-lain dalam jumlah besar adalah beragama Islam. Bahkan para tokohnya sekalipun adalah juga beragama Islam.

Selain itu, jika disebut bahwa secara politik umat Islam terpinggirkan, maka bukankah para pejabat pemerintah mulai dari presiden, wakil presiden, anggota kabinet, juga mereka yang berada di kalangan legislatif, eksekutif, yudikatif, dan lain-lain adalah kebanyakan beragama Islam. Oleh karena itu, sebenarnya umat Islam di negeri ini tidak terlalu tepat disebut sebagai terpinggirkan. Sebab, posisi-posisi penting di dalam politik masih dipegang oleh para pemeluk Islam.

Mungkin saja kegelisahan itu muncul dari ketika melihat bahwa para penggerak ekonomi dalam berbagai sektornya kebanyakan bukan muslim. Umat Islam di sektor ini memang kalah. Hampir tidak ada tokoh Islam yang berprestasi di dalam mengembangkan ekonomi. Orang-orang kaya di Indonesia di dominasi oleh non muslim dan bahkan juga bisa disebut bukan asli Indonesia. Sementara itu, rakyat biasa yang kebanyakan adalah muslim, ----dalam kehidupan ekonomi, tertinggal dan atau disebut terpinggirkan itu.

Namun persoalannya adalah, ketertinggalan itu apakah oleh karena memang dengan sengaja dipinggirkan atau terpinggir dengan sendirinya. Kegiatan ekonomi selalu sama artinya dengan perilaku orang bermain. Dalam setiap permainan maka siapa saja yang kuat, merekalah yang menang. Dalam permainan apapun, tidak terkecuali permainan ekonomi, membutuhkan kekuatan. Jika mengabaikan kekuatan maka pasti kalah. Dan itulah yang dialami oleh umat Islam, terasa tidak siap berada pada alam kompetisi yang semakin keras itu.

Tatkala berbicara ekonomi, diakui atau tidak, umat Islam masih kalah beberapa langkah dibanding umat lainnya. Ekonomi modern yang selalu membutuhkan kekuatan modal, manajemen, jaringan kerjasama, teknologi, dan lain-lain, pada kenyataannya masih selalu tertinggal. Menghadapi persaingan yang keras, maka persatuan sedemikian penting, tetapi sementara umat Islam juga masih belum menyadari. Jika diamati secara lebih mendalam, jangankan di dalam usaha ekonomi, terkait ritual saja, umat Islam belum mampu bersatu. Mereka masih saling berebut menang dan benarnya sendiri. Itulah sebabnya, dalam pembicaraan lewat tilpun tersebut, saya menyebut bahwa sekalipun tidak dipinggirkan, umat Islam sudah minggir sendiri. Mereka lebih suka berdebat tentang pernik-pernik agama yang tidak pernah mengenal selesai. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up