Kyai Chamzawi : Modal Tak ternilai Harganya Untuk Memajukan UIN Malang
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Jumat, 17 Juni 2016 . in Dosen . 1718 views

Mungkin saja sementara orang menganggap bahwa keberadaan Kyai Chamzawi hanya sederhana dan tidak terlalu penting, yaitu hanya sebagai dosen Bahasa Arab, salah satu pengasuh ma'had kampus, pernah menjadi ketua jurusan, dekan, dan dalam banyak kesempatan bertindak sebagai pembaca doa. Padahal sebenarnya tidak sesederhana seperti itu. Kyai Chamzawi dalam kontek pengembangan UIN Malang adalah menjadi salah seorang yang memiliki kelebihan dan kelebihannya itu tidak dimiliki oleh banyak orang padahal sangat dibutuhkan untuk pengembangan kampus.

Pada awal berdirinya, IAIN Malang memiliki dosen-dosen yang menguasai bahasa Arab dengan baik. Sekedar menyebut beberapa nama, misalnya KH. Oesman Mansyur, KH. Achmad Muhdlor, Masyfu;' Zuhdi, Buchari Saleh LAS, Zainuddin A Muchit, Muhdlor Achmad, Muhammadiyah Ja'far, Abubakar Muhammad, dan lain-lain. Akan tetapi setelah beliau purna tugas, ternyata tidak banyak penerusnya. Pada setiap tahun, sekalipun terbatas, jumlah dosen bertambah, tetapi mereka bukan ahli di bidang Bahasa Arab. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan pengajar Bahasa Arab sangat sulit.

Ketika masih banyak dosen yang berkeahlian Bahasa Arab, terasa sekali, kajian Islam di IAIN Malang terkesan berwibawa dan mendalam. Para dosen dalam melakukan kajian Islam selalu mengacu pada literatur dari sumber aslinya, yaitu dari al Qur'an, Hadits Nabi, dan berbagai kitab berbahasa Arab. Dampaknya, para mahasiswa menyesuaikan diri dengan apa yang dilakukan oleh para dosennya. Mereka mengambil kursus Bahasa Arab, berlatih membaca kitab, dan apalagi pada waktu itu, setiap mahasiswa harus lulus mata kuliah ' Bimbingan Mambaca Kitab', sehingga kemampuan Bahasa Arab dipandang amat penting. Mata kuliah tersebut menjadi terasa berwibawa, ujiannya diberikan secara lisan, sehingga siapapun ketahuan kemampuannya masing-masing.

Akan tetapi setelah para dosen senior yang menguasai Bahasa Arab atau Bahasa Kitab tersebut memasuki purna tugas, ternyata tidak tersedia penggantinya sehingga mengalami krisis. Perekrutan dosen, selain memang jumlahnya terbatas, rupanya tidak terlalu memperhatikan kemampuan yang sebenarnya harus dimiliki oleh tenaga pengajar perguruan tinggi Islam itu. Menyadari keadaan itu, sekalipun baru berstatus dosen yunior, ketika ada seleksi pengangkatan dosen, dan mengetahui ada nama Kyai Chamzawi, saya mengusulkan, agar orang yang memiliki kelebihan Bahasa Arab ini jangan sampai tidak diluluskan. Pada waktu itu, saya mengatakan, jika orang ini tidak diluluskan, maka IAIN Malang tidak akan memiliki orang yang bisa memahami al Qur'an dan kitab-kitab lain yang berbahasa Arab. Akhirnya, kyai Chamzawi lulus dan diterima.

Sejak lama, jauh sebelum berkesempatan memimpin kampus ini, saya membayangkan di IAIN Malang, ---sekarang berubah menjadi UIN Malang, akan terjadi krisis dosen yang menguasai Bahasa Arab. Atas pandangan itu, saya melihat keberadaan Kyai Hamzawi ketika itu menjadi sangat penting. Namun saya mengetahui, Kyai yang sekarang ikut terlibat memimpin NU Kota Malang itu menderita penyakit, yang sebenarnya sederhana tetapi mengganggu, yaitu terkena ambieen. Mungkin Kyai Chamzawi sendiri tidak memikirkan penyakit yang mengganggu dirinya itu, tetapi justru saya merasa gelisah. Suara hati saya selalu mengatakan, saya tidak mampu mengajar Bahasa Arab, karena itu harus meringankan beban untuk mencarikan obatnya.

Merasakan betapa seharusnya kesehatan Kyai Chamzawi selalu dijaga, maka setiap mendengar informasi ada obat penyakit itu, saya berusaha membelinya, dan langsung mengantarkan ke rumahnya. Pada waktu itu, saya belum memimpin IAIN Malang atau sekarang UIN Malang ini. Ketika itu saya masih menjadi Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Malang. Oleh karena sudah berkali-kali saya belikan obat namun tidak sembuh, suatu ketika, Kyai Chamzawi menanyakan alasan saya rajin membelikan obat. Saya menjelaskan kepadanya bahwa posisi Kyai Chamzawi di kampus ini, menurut pandangan saya, sedemikian penting. Kampus ini sedang mengalami krisis dosen Bahasa Arab, karena itu kesehatan Kyai Chamzawi harus dijaga. Menyadari bahwa saya tidak mampu mengajar Bahasa Arab, maka harus mengambil posisi lain, yaitu ikut menjaga kesehatan orang yang menyandang keahlian itu.

Dalam suasana krisis dosen Bahasa Arab tersebut, maka posisi Kyai Chamzawi, sedemikian penting bagi kampus ini. Sepengetahuan saya, dia adalah satu-satu dosen yang mampu secara aktif sehari-hari menggunakan Bahasa al Qur'an. Oleh karena itu pula, ketika sedang mengembangkan pembelajaran Bahasa Arab, sebagai Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Malang, saya meminta Kyai Hamzawi membantu dan beliau bersedia. Bagi saya menyangkut ilmu tidak mengenal NU dan Muhammadiyah. Siapapun yang bisa harus mengajar, dan yang tidak bisa harus belajar. Kyai Chamzawi dikenal sebagai tokoh NU, mampu berbahasa Arab, maka tidak ada salahnya saya minta ikut mengajar di Universitas Muhammadiyah Malang yang ketika itu tidak mudah mendapatkan dosen yang berkeahlian itu.

Posisi penting Kyai Chamzawi lainnya dan tidak mudah digantikan oleh orang lain adalah ketika UIN Malang memulai mengembangkan Ma'had atau pesantren. Membangun tempat tinggal mahasiswa dan juga perumahan dosen adalah sulit, tetapi yang jauh lebih sulit lagi adalah mencari pengasuh yang sehari-hari harus membimbing para santri atau mahasiswa sepanjang waktu atau selama dua puluh empat jam. Menjadi pengasuk ma'had bukan perkara mudah, apalagi tradisi ma'had ketika itu masih pada fase awal, sehingga tradisinya belum terbentuk.

Tantangan tersebut semakin berat, oleh karena pada saat itu kehidupan mahasiswa sedang diwarnai oleh suasana kebebasan sebagai dampak dari gerakan reformasi. Siapapun dan apalagi mahasiswa tidak mudah dipaksa dan diatur. Mereka menghendaki kebebasan seluas-luasnya, tidak terkecuali dalam kehidupan kampus. Pada saat yang demikian itu, berbekalkan pengalamannya sebagai lurah pondok tatkala masih menjadi santri, ketekunan, dan kesabarannya ternyata Kyai Chamzawi bersama b eberapa dosen lainnya berhasil membangun landasan dasar dalam membangun tradisi ma'had di kampus.

Betapa berat tugas pengurus ma'had benar-benar saya hayati dan pahami. Menjadi dosen tidak mudah, tetapi lebih sulit lagi adalah menjadi pengasuh ma'had. Betapapun tugas dosen terbatas, yakni hanya bertatap muka pada waktu-waktu dan jam tertentu, sesuai dengan jadwal. Sedangkan tugas pengasuh ma'had

adalah sepanjang waktu, yaitu dimulai pada saat mahasiswa bangun tidur dan agar segera ke masjid shalat subuh, hingga tidur kembali, dan bahkan masih harus ditambah membimbing shalat malam. Mendampingi kehidupan mahasiswa yang berjumlah ribuan, sepanjang waktu, bukanlah perkara mudah. Itulah sebabnya banyak dosen, semula sanggup menjadi pengasuh ma'had, tetapi setelah dicoba dan merasakan berat, maka segera mengundurkan diri. Kyai Chamzawi, dengan ketekunan, semangat mendidik, dan rasa tanggung jawabnya, ternyata mampu menjalankan tugas-tugas berat itu hingga saat ini.

Memperhatikan peran-peran yang selama ini dijalankan sebagaimana sedikit dijelaskan di muka, saya mengatakan Kyai Chamzawi adalah sebagai modal yang tak ternilai dalam Pengembangan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sebagai pimpinan kampus ketika itu, saya sehari-hari berpikir untuk mengembangkan konsep pendidikan, menggali dana, mencari peluang-peluang untuk mengembangkan ketenagaan, sarana dan prasarana pendidikan, membangun jaringan kerjasama, dan lain-lain, selalu menyadari bahwa semua yang saya lakukan itu tidak akan bermakna manakala tidak ada orang yang tekun dan sabar mengimplementasikan konsep, termasuk konsep pengembangan Bahasa Arab dan juga ma'had dimaksud.

Apa yang saya tulis ini, tentu hanya sebagian kecil dari apa yang sebenarnya dilakukan oleh Kyai Chamzawi bersama-sama para pimpinan, semua dosen dan karyawan dalam membangun UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Tentu warga kampus mengetahui semuanya, dan apalagi Allah dan Rasul-Nya pasti melihat, baik terhadap yang dhahir hingga yang batin. Ketika Kyai Chamzawi sebentar lagi memasuki purna dinas, semua warga kampus akan mengenang dan berterima kasih atas jasanya itu. Demikian pula Allah dan Rasul-Nya, pasti akan membalas amal shaleh dimaksud dengan balasan yang lebih indah di alam sana. Tentu, semua pihak berharap agar apa yang telah dilakukan beliau tersebut benar-benar dapat diteruskan dan dijadikan fondasi pengembangan kampus ke depan dari waktu ke waktu hingga tidak mengenal henti. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up