Kyai Chamzawi: Modal Tak Ternilai Untuk Memajukan UIN Malang
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Jumat, 17 Juni 2016 . in Dosen . 598 views

Pada hari ini, Rabu, tanggal 15 Juni 2016 adalah genap sewindu atau delapan tahun, saya setiap pagi menulis artikel pendek tanpa jeda seharipun. Saya sebut artikel pendek, oleh karena biasanya tidak lebih dari 3 atau 4 halaman. Hanya pada hari-hari tertentu, misalnya hari libur atau untuk memenuhi permintaan bahan seminar, artikel itu saya tulis agak panjang, misalnya hingga sepuluh halaman atau bahkan lebih.

Oleh karena tulisan itu saya buat pada setiap hari, maka isinya juga sederhana. Tulisan itu hanya berisi buah pikiran yang bersifat spontanitas, bukan mengenai hal-hal dari hasil pemikiran dan perenungan dalam waktu panjang. Biasanya, sepulang dari masjid shalat subuh berjama'ah dengan tetangga, maka ada saja yang muncul dalam pikiran, baik terkait dengan kehidupan politik, ekonomi, pendidikan, sosial, agama, dan lain-lain. Pikiran sederhana yang terlintas dan datang secara spontan itulah sebenarnya yang saya tulis.

Seringnya membaca tulisan saya itu, beberapa teman ada saja yang menanyakan tentang bagaimana mencari ide, membuat judul tulisan, mencari bahan, mengatur sistematikanya, dan lain-lain. Pertanyaan itu selalu saya jawab bahwa beberapa hal itu tidak pernah saya pikirkan. Ide itu datang dengan sendirinya. Bahkan kadang ide itu sedemikian banyak, tetapi saya harus memilih salah satu saja yang saya tulis. Beberapa ide lain yang datang dan tidak saya pilih, akan saya tulis pada hari berikutnya. Tetapi biasanya juga tidak jadi saya tulis, oleh karena pada hari berikutnya ternyata muncul ide lagi yang terasa lebih relevan dengan hari itu.

Selama ini, saya merasakan bahwa ide yang perlu ditulis itu tidak perlu dicari. Ide itu datang pada setiap saat. Tatkala saya melihat, mendengar, dan merenungkan sesuatu maka segera muncul ide untuk memberikan sumbangan pemikiran untuk memahami dan atau bahkan memberi jalan keluarnya. Saya mengira bahwa hal itu adalah bersifat alami, dan semua orang akan mengalami hal yang sama. Hanya mungkin saja, beberapa teman yang bertanya tersebut, setelah ide yang datang pada pikiran atau perasaannya itu tidak segera ditulis, melainkan dibiarkan terlintas dan akhirnya hilang begitu saja.

Menurut pengalaman saya selama ini, menuangkan ide dalam bentuk tulisan tidak terlalu sulit. Tidak perlu berpikir bagaimana merumuskan judul, mengumpulkan bahan, menata sistematikanya, dan sebagainya. Pada saat menulis, saya selalu membayangkan bahwa seolah-olah ada sekumpulan orang yang berada di depan saya, mereka sedang memerlukan penjelasan. Keperluan itu saya penuhi lewat tulisan yang sedang saya buat. Agar penjelasan itu mudah dipahami, maka saya berusaha menggunakan bahasa dan logika sederhana, argumentasi, serta jika diperlukan, data yang saya miliki.

Menulis menjadi mudah ketika bukan dalam keadaan terpaksa, tetapi semata-mata mengikuti kehendak hati. Suara hati itulah yang saya tulis. Tulisan memang harus logis, karena itu dituntut menggunakan logika, nalar, atau pikiran runtut dan jelas. Akan tetapi, selama ini, saya merasakan, umpama tuntutan tersebut harus saya penuhi, maka hasilnya jangankan orang lain tertarik, saya sendiri saja, ---umpama mau membacanya, tidak bisa menikmati. Oleh karena itu, suatu tulisan agar enak dibaca, harus menggunakan bahasa hati. Dengan cara itu, menulisnya juga tidak akan sulit.

Pengalaman lainnya tentang tulis menulis, ketika harus mengikuti aturan, pedoman, tata tertib, atau sejenisnya, disamping menjadikan hasilnya tidak menarik dan sulit dipahami, juga tulisan itu tidak mudah diselesaikan. Mendasarkan pada pengalaman ini, saya menjadi menduga-duga, banyaknya mahasiswa kesulitan menulis, mungkin salah satu sebabnya adalah karena harus terlalu berpegang pada banyaknya aturan. Umpama mereka dibebaskan menggunakan caranya sendiri di dalam menyampaikan ide dan atau gagasannya, maka bisa jadi tulisannya akan menjadi lebih baik dan menarik. Akan tetapi sebaliknya, oleh karena harus mengikuti aturan formal, maka selain harus menggunakan waktu lama, hasilnya juga menjadi tidak menarik. Hasil karya ilmiyah itu akhirnya hanya menjadi bahan pajangan di rak-rak perpustakaan dan tidak akan dibaca kecuali oleh mereka yang akan menyusun karya ilmiah yang sama.

Menulis setiap hari dan kemudian hasilnya saya posting, baik melalui website pribadi, facebook, dan juga website kampus, ternyata banyak keuntungan yang saya dapatkan. Ketika tulisan itu kelihatan dibaca oleh banyak orang dan apalagi diberikan komentar, maka saya merasa sangat bergembira. Namun kadang saya juga merasa salah, karena komentar mereka tidak sempat saya respon. Tentu saya berharap, mereka memahami akan keterbatasan waktu untuk menjawab sekian banyak komentar dimaksud. Selain itu, lewat tulisan tersebut saya dapat menambah teman, kenalan, dan sahabat dari berbagai penjuru. Melalui website dan juga facebook, ternyata pembaca tulisan saya itu tidak saja dari dalam negeri, tetapi juga dari berbagai negara. Sekalipun tulisan sederhana yang berjumlah lebih dari 2900 judul itu, saya berharap memberi manfaat. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up