Muhammad Nuh : Membangun Harus Selalu Menjangkau
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Minggu, 19 Juni 2016 . in Dosen . 1605 views

Saya mengenal Pak Muhammad Nuh sejak lama, yaitu jauh sebelum beliau menjadi Menteri Pendidikan Nasional. Sepulang dari Perancis, menyelesaikan pendidikannya, selain diakui sangat ahli di bidangnya, Pak Nuh di kalangan tokoh dikenal sebagai sosok pemikir cerdas, memberikan banyak konsep, kaya wawasan, dan alternatif penyelesaian problem kehidupan masyarakat. Buah dari kelebihan yang dimilikinya itu, ia segera dikenal luas, baik melalui tulisan atau kegiatan ilmiah dalam forum-forum seminar, diskusi, dan semacamnya.

Bagi saya sendiri menjadi semakin lebih dekat lagi ketika Pak Nuh menjabat sebagai Rektor ITS. Sebagai sesama memimpin perguruan tinggi, saya memimpin UIN Malang, banyak kesempatan untuk bertemu, setidaknya dalam forum-forum pertemuan rektor dan juga seminar. Di antara sekian banyak konsep atau pandangan Pak Nuh dalam membangun bangsa adalah tentang keterjangkauan. Saya menangkap bahwa dalam membangun bangsa, menurut pandangan Mantan Menteri Pendidikan Nasional ini, tidak boleh meninggalkan tetapi sebaliknya, harus menjangkau bagi seluruh bangsa Indonesia.

Menyelesaikan masalah bangsa harus dengan pendekatan menjangkau terhadap semua. Meninggalkan atau melupakan sebagian maka sama artinya dengan membuat masalah baru. Keterjangkauan harus menjadi sesuatu yang tidak boleh diabaikan tatkala cita-cita keadilan itu adalah untuk semua. Bangsa ini boleh dan memang sudah disebut sebagai bersifat plural, majemuk, bhinaka atau beraneka ragam, tetapi tatkala membangun maka tidak boleh berperilaku diskriminatif atau membeda-bedakan dan apalagi meninggalkan.

Pandangan, keyakinan, atau cita-cita itu ternyata benar-benar diperjuangkan, baik ketika Pak Muhammad Nuh masih menjadi dosen biasa, menjadi Rektor ITS, Menteri Pendidikan Nasional, dan bahkan setelah beliau tidak berada di birokrasi lagi. Ketika masih sebagai dosen biasa, dalam berbagai seminar yang saya ikuti, Pak Nuh mengajak untuk memperhatikan orang-orang yang tertinggal. Pesannya, jangan menjadi kekuatan yang mengakibatkan orang tertinggal menjadi semakin jauh terbelakang. Memberdayakan harus mendasarkan pada konsep menjangkau dan meliputi.

Konsep menjangkau itu ternyata dimaknai olehnya dalam perspektif yang sangat luas. Menjangkau menurut konsep dimaksud harus menyangkut teritorial, zaman, keadaan, dan bahkan juga terkait hakekat kehidupan manusia itu sendiri. Menyangkut terororial, Pak Nuh mengajak untuk memperhatikan kehidupan bangsa ini hingga pada wilayah perbatasan, pulau-pulau terkecil dan terpencil, pesisir dan pegunungan yang tidak terjangkau. Mereka itu semua tidak boleh dilupakan. Keadilan harus menjangkau hingga teroteri yang dimaksudkan itu.

Terkait dengan zaman, masa, atau rentang waktu, mengikuti konsep keterjangkauan harus memperhatikan nilai-nilai masa lalu, tuntutan kekinian, dan yang tidak boleh dilupakan adalah mempertimbangkan kepentingan masa yang akan datang. Menyangkut tentang keadaan atau kondisi obyektif, di tengah masyarakat selalu ada yang miskin dan tertinggal secara ekonomi. Mereka itu harus mendapatkan peluang untuk mengubah keadaannya. Ketika menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional, Pak Nuh memberikan bea siswa khusus kepada mahasiswa yang secara ekonomi belum beruntung tetapi memiliki potensi berkembang. Kebijakan itu dikenal dengan sebutan Beasiswa Bidik Misi. Hasilnya, hingga ratusan ribu anak-anak kurang beruntung secara ekonomi, mendapatkan peluang menjadi mahasiswa di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.

Tidak kurang pentingnya lagi dalam memaknai keterjangkauan adalah menyangkut tentang hakekat manusia. Bahwa manusia olehnya dimaknai secara utuh, tidak saja dilihat dari aspek yang tampak, yakni yang bersifat fisik dan potensi akalnya, melainkan juga yang bersifat ruhani. Melalui pendidikan, manusia tidak saja diupayakan agar menjadi sehat, cerdas, dan terampil, tetapi juga supaya menjadi baik atau berkarakter. Seseorang tidak saja jasmani dan akalnya saja yang diperkuat, tetapi juga hati dan ruhnya. Orang yang kuat akalnya, tetapi lemah hatinya, maka justru akan menjadi perusak, baik terhadap dirinya sendiri dan juga terhadap orang lain. Mereka yang hatinya tidak terdidik, maka sangat mungkin yang bersangkutan akan menggunakan akalnya untuk akal-akalan, atau mengakali orang lain.

Konsep keterjangkauan juga ditunjukkan melalui perhatiannya yang sedemikian besar terhadap pendidikan yang berbasis agama, misalnya madrasah perguruan tinggi Islam, pendidikan pondok pesantren, dan semacamnya. Selebihnya yang menonjol dan atau menjadi perhatian lebih lainnya adalah menyangkut pendidikan karakter hingga akhirnya melahirkan kebijakan berupa pembaharuan kurikulum, yang kemudian dikenal dengan nama kurikulum 13. Melalui kurikulum dimaksud dapat dibaca dengan jelas, bahwa sewaktu menjadi Menteri Pendidikan, Pak Mohammad Nuh ingin mengembangkan manusia dengan menjangkau semua aspeknya.

Apa yang saya baca dari pandangan Pak Muhamad Nuh di muka, tentu hanya sebagaian dari berbagai konsep yang dikembangkan oleh beliau. Demikian pula menyangkut konsep dan pandangan tentang keterjangkauan, tentu masih banyak hal lain yang perlu digali. Namun membaca konsep keterjangkauan itu saja, saya menangkap, bahwa sebenarnya Pak Nuh ingin mengimplementasikan tentang konsep adil atau keadilan yang menjadi cita-cita bangsa ini. Keadilan tidak akan terwujud manakala para pemimpin ini mengabaikan konsep menjangkau dan sebaliknya, selalu meninggalkan atau melupakan sebagiannya. Bangsa ini hingga kapan pun tidak akan meraih cita-citanya yang sedemikian mulia, manakala tidak mau menjangkau semuanya.

Rupanya konsep menjangkau itulah yang ingin dikembangkan oleh Pak Muhammad Nuh, baik ketika masih menjadi dosen biasa, menjadi Rektor ITS, menjadi Menteri Infokom, Menteri Pendidikan Nasional, dan bahkan sekarang ketika menjadi guru besar dan warga masyarakat biasa. Saya dihubungi sendiri oleh beliau agar membuat kata pengantar, atau testimoni untuk sebuah buku yang ditulisnya. Rupanya bagi Pak Nuh, berjuang tidak boleh berhenti, dan berjuang juga harus menjangkau semuanya. Tidak boleh ada bagian-bagian sedikitpun yang ditinggalkan dan atau sekedar dilupakan. Terima kasih Pak Nuh, dan selamat memberikan apa saja yang terbaik untuk bangsa. Wallahu a'lam

Catatan : Naskah dipersiapkan sebagai pengantar buku Prof. Muhammad Nuh

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up