Menjadikan Pesantren Sebagai Pendidikan Alternatif
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Kamis, 10 November 2016 . in Dosen . 1817 views

Akhir-akhir ini, pesantren sudah semakin dipercaya oleh masyarakat. Buktinya, semakin banyak orang mengirimkan anaknya ke pesantren, dan bukan ke sekolah umum. Kenyataan ini merupakan hal baru, artinya pesantren sudah semakin dipercaya dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Sekalipun pesantren telah dikenal jauh sebelum adanya sekolah umum, tetapi lembaga pendidikan yang dikelola secara mandiri oleh para kyai dan atau ulama ini belum diakui mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Akibatnya, pesantren pada mulanya hanya diminati oleh kelompok masyarakat tertentu, yaitu mereka yang mengedepankan ilmu agama.

Sebenarnya lembaga pendidikan bertugas mengantarkan para peserta didik meraih kedewasasaan secara utuh, baik kedewasaan spiritual dan moral, kedewaaan intelektual, dan kedewasaan yang terkait dengan social dan professional. Manakala ketiga jenis kedewasaan itu berhasil diraih maka artinya pendidikan telah berhasil menunaikan amanahnya secara tepat. Akan tetapi, senyatanya hal demikian itu selama ini belum sepenuhnya diraih oleh lembaga pendidkkan pada umumnya. Menyangkut kedewasaan spiritual dan moral misalnya, semakin hari orang tua dan masyarakat semakin digelisahkan oleh berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang terdidik. Kegiatan penipuan, hasut menghasut, fitnah memfitnah, konflik, dan seterusnya ternyata bukan dilakukan oleh mereka yang tidak berpendidikan, melainkan justru sebaliknya, yaitu mereka yang berpendidika. Hal demikian itu menjadikan masyarakat mulai mempertanyakan prestasi pendidikan di dalam menunaikan amanahnya, yaitu mengantarkan para peserta didiknya meraih kedewasaan spiritual dan moral dimaksud.

Spiritual dan moral sebenarnya merupakan inti daripada kehidupan manusia. Spirit atau disebut ruh, atau sebutan lainnya adalah jiwa adalah merupakan sumber kekuatan yang menggerakkan seluruh bagian tubuh manusia, tidak terkecuali panca indera dan bahkan juga akal manusia. Baik buruknya perilaku seseorang adalah tergantung pada bagian tubuh ini. Islam memberikan petunjuk melalui hadits Nabi bahwa di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, manakala daging itu sehat dan baik, maka baiklah seluruh tubuh manusia., dan demikian pula sebaliknya. Maka seharunya, bagian tubuh yang menjadi sumber kekuatan manusia dimaksud justru yang utama harus diperbaiki sebelum memperbaiki lainnya. Terjadinya berbagai penyimpangan, seperti kolusi, korup[si, nepotisme yang menjadi musuh bersama bangsa ini adalah bersumber dari persoalan sumber kekuatan manusia yang tidak tersentuh secara memadai oleh pendidikan.

Sebenarnya berbagai lembaga pendidikan pada umumnya telah memberi perhatian pada pengembangan aspek spiritual dan moral dimaksud. Akan tetapi forsi atau cakupan yang diberikan masih terbatas. Lembaga pendidikan masih lebih banyak dan atau mengutamakan pada pendidikan intelektual, social dan professional. Hal demikian itu tampak dari penilaian terhadap prestasi peserta didik. Mereka disebut hebat jika berhasil meraih nilai tinggi pada bidang-bidang akademik seperti matematika, biologi, kimia, fisika, sosiologi, psikologi, ekonomi dan sejenisnya. Kepintaran atau nilai akademik lebih diutamakan dibanding prestasi di bidang moral, karakter atau akhlak. Ada sementara pandangan bahwa, seseorang yang memiliki keunggulan intelektual dan professional akan dengan sendirinya meraih kedewasaan spiritual dan moral. Akan tetapi pandangan tersebut belum didukung oleh bukti dan logika yang kokoh. Akibat kesalahan pandangan tersebut, generasi yang dihasilkan oleh pendidikan semakin tidak mampu menampakkan keunggulannya di bidang spiritual dan moral dimaksud.

Di tengah kegundahan mencari pendekatan di dalam mengantarkan generasi mendatang hingga meraih kedewasaan secara utuh tersebut, sebenarnya bangsa ini telah memiliki konsep yang utuh dan mendasar. Konsep yang dimaksudkan itu sebenarnya lahir dan tumbuh dari budaya bangsa sendiri, yaitu pesantren. Konsep pendidikan pesantren tersebut jika ditelisik adalah bersumber dari kitab suci al Qur'an dan Hadits Nabi. Oleh karena itu sebenarnya sangat kokoh. Namun pesantren sendiri sekalipun memiki konsep yang sempurna tersebut, belum berhasil mengimplementasikan sepenuhnya, sehingga hasil yang diraih juga belum tampak sempurna. Lembaga pendidikan Islam tersebut, oleh karena berbagai keterbatasannya, baru mengembangkan aspek spiritual dan moral, tetapi belum terlalu jauh dalam mengembangkan aspek intelektual dan profesionalnya.

Membandingkan antara pendidikan umum dan pendidikan pesantren, tampak bahwa masing-masing mengedepankan aspek tertentu dan tidak terlalu peduli pada aspek lainnya. Sekolah umum terlalu mengedepankan intelektual dan professional, tetapi belum sepenuhnya memberikan pendidikan spiritual dan moral. Akibatnya, lulusannya pintar dan memikili kecakapan hidup, tetapi masih lemah pada aspek spiritualnya. Berbagai penyimpangan dalam kehidupan sehari-hari yang sebenarnya tidak bisa ditutup-tutupi adalah bersumber dari persoalan tersebut. Memang, penelitian ilmiah tentang hal tersebut belum banyak dilakukan. Akan tetapi, manakala sepintas ditanyakan kepada sekelompok orang, misalnya jenjang pendidikan mana yang paling jujur, maka akan dijawab, bahwa mereka yang berpendidikan paling rendah itulah yang jujur., dan sebaliknya. Hal demikian itu membuktikan bahwa persoalan spiritual dan moral belum berhasil dikembangkan melalui lembaga pendidikan formal.

Sebaliknya pesantren, lebih mengedepankan spiritual dan moral dibanding pendidikan untuk mengembangkan intelektual dan professional. Pelajaran biologi, fisika, kimia, matematika, psikologi, sosiologi, ekonomi, dan seterusnya di lingkungan pesantren hanya sebatas dipandang sebagai ilmu dinia yang tidak harus dipelajari. Memang pada akhir-akhir ini sebagian pesantren sudah mulai terbuka dengan membuka lembaga pendidikan formal, tetapi keputusan itu kadang masih belum sepenuh hati. Pesantren yang membuka sekolah umum dimaksud hanya sebatas agar masyarakat bersedia memasukkan anaknya di pesantren. Pandangan pesantren yang demikian itu sebenartnya tidak terlalu banyak diharapkan akan melahirkan lulusan yang ideal. Padahal mempelajari ilmu alam, ilmu social, dan humaniora sebenarnya adalah sebagai bagian dari upaya mengenal ciptaan Allah dan hal itu juga diperintahkan oleh al Qur'an maupun Hadits Nabi. Oleh karena itu belajar ilmu umum seharusnya ditunaikan sebagai bagian untuk memenuhi perintah agamanya. Jika demikian itu halnya, maka lembaga pesantren akan menjadi lebih sempurna.

Selain konsep bangunan keilmuan lebih utuh, pendidikan pesantren memiliki kelebihan lainnya dibanding lembaga pendidikan pada umumnya. Pada pesantren dikembangkan tradisi kemandirian, kebersamaan, keikhlasan, penghargaan terhadap para ilmuwan dalam hal ini adalah para guru atau kyainya. Hal demikian itu menjadikan lulusan pesantren lebih matang. Jika pada akhir-akhir ini dikembangkan solfskill, maka di pesantren konsep dimaksud sudah lama dikembangkan. Namun kelemahannya, sebagaimana disebutkan di muka, pengembangan akademik dan profesional masih belum memperoleh perhatian secara memadai. Manakala kekurangan itu dapat diatasi, maka pendidikan pesantren sebenarnya akan mampu bersaing dan bahkan sngat mungkin lebih unggul.

Optimisme bahwa pesantren akan mampu mengembangkan pendidikan yang lebih komprehensif, sebenarnya sudah terdapat beberapa contohnya. Pesantren Gontor Ponorogo yang sekarang ini telah memiliki belasan cabang, tersebar di seluruh Indonesia, adalah sebagai bukti bahwa pesantren memiliki keunggulan. Para santri pesantren Gontor Ponorogo menguasai dua bahasa asing sekaligus, yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Atas kelebihannya itu, pesantren dimaksud diminati oleh berbagai kalangan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, dan bahkan juga dari beberapa negara tetangga. Banyak ilmuwan, dan bahkan hingga Grand Syekh Azhar, ketika berkunjung ke Indonesia, menyempatkan hadir ke pesantren ini. Selain Pesantren Gontor, yang juga memiliki prestasi serupa adalah al Amien Prenduan, Sumenep Perguruan tingginya, ketika diakreditasi oleh BAN-PT, mendapatkan nilai unggul yang demikian itu belum tentu dicapai oleh perguruan tinggi Islam negeri yang ada di kota-kota besar sekalipun. Data ini menambah bukti bahwa pesantren sebenarnya mampu mengembangkan kualitas, sekalipun dalam menjalankan kegiatannya dilakukan secara mandiri, tanpa mendapatkan bantuan dari pemerintah. Maka yang diperlukan oleh pesantren adalah perhatian dan pengakuan pemerintah atas apa yang dilakukan dan prestasi yang dihasilkannya. Pendidikan yang demikian ini seharusnya dipandang sebagai alternatif. Wallahu a'lam

*) Bahan Seminar yang diselenggarakan oleh Para Alumni Pesantren Al Amien, Prinduan, Sumenep, pada tanggal 10 Nopember 2016 di Surabaya

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up