Menemukan Kebahagiaan Yang sebenarnya
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Sabtu, 4 Februari 2017 . in Dosen . 20910 views

Banyak orang mengira bahwa kebahagiaan itu hanya dapat dirasakan oleh seseorang yang telah menjadi kaya. Oleh karena itu, mereka mengejar dengan apapun caranya agar berhasil mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Bahkan ketika memilih sekolah atau perguruan tinggi, seseorang mengkaitkan dengan jenis pekerjaan dan upah yang akan diperoleh ketika kelak telah mendapatkan ijazah.

Ada juga orang yang menganggap bahwa sumber kebahagiaan itu adalah pangkat dan atau jabatan. Atas dasar keyakinannya itu, maka dikejarlah posisi itu, apapun yang harus dilakukan. Kita melihat seseorang yang melakukan apa saja agar berhasil menempati posisi atau jabatan tertentu. Sekalipun harus mengeluarkan uang berapapun jumlahnya, berkonsultasi ke mana saja, dari yang rasional hingga yang tidak masuk akal semuanya dijalani demi mendapatkan apa yang diinginkan.

Selain yang digambarkan tersebut, ada juga orang yang mengira bahwa kebahagiaan itu berada di keindahan tubuh belaka. Seseorang akan merasa bahagia ketika kelah mendapatkan jodoh yang cantik dan atau tampan. Apapun resiko dikejarnya, agar yang dicita-citakan itu tercapai. Dianggapnya, hidup harus meraih kebahagiaan, dan kebahagiaan harus dikejar hingga berhasil. Ketika kebahagiaan dibayangkan berada pada isteri cantik atau suami tampan, maka itulah yang diperjuangkan.

Namun kemudian dilihat bahwa ternyata banyak orang yang telah memiliki kekayaan melimpah tidak kelihatan kebahagiaannya. Justru dengan kekayaannya itu, mereka menderita. Sehari-hari dirinya terbelenggu justru oleh kekayaannya itu. Pagi-pagi harus bangun dan bahkan tidak pernah istirahan hingga jatuh sakit, hanya sekedar mengurus hartanya. Sekalipun keberadaannya amat penting, namun jika tidak pintar mengelola, harta ternyata justru menambah beban hidupnya.

Demikian pula jabatan, dikiranya mampu mengantarkan seseorang meraih kebahagiaan. Akan tetapi sebagaimana harta, jabatan juga bisa menjadikan seseorang tergelincir pada kenistaan. Pada akhir-akhir ini, betapa banyak orang menyesali hidupnya disebabkan harus menanggung resiko, memiliki jabatan namun tidak ditunaikan secara tepat, atau tidak amanah. Seorang pejabat tinggi yang semula ke mana-mana dikawal oleh ajudannya, ternyata berakhir harus bertempat tinggal di penjara. Jabatan itulah yang mengantarkannya ke tempat yang semua orang tidak menyukai dan menganggapnya nista.

Begitu pula isteri atau suami cantik, pada awalnya memang membahagiakan. Namun tidak lama kemudian sudah saling membenci dan akhirnya bercerai. Keindahan lahir yang ada pada kecantikan dan atau ketampanan ternyata tidak mampu mendatangkan kebahagiaan yang sebenarnya. Kecantikan dan atau ketampanan jika tidak disempurnakan dengan akhlak yang mulia, maka hanya akan menjadi keindahan palsu. Contoh-contoh yang secara dhahir disebut membahagiakan tetapi pada kenyataannya justru mencelakakan sebenarnya masih banyak sekali. Banyak orang tertipu oleh keindahan yang bersifat semu dan bahkan palsu.

Jika demikian itu gambaran kehidupan yang sesungguhnya, lalu di mana sebenarnya letak sukses dan kebahgiaan itu. Berkeinginan menjadi orang kaya, berpangkat, terpandang, dan seterusnya tidak ada yang keliru. Harta dan pangkat sebenarnya penting sebagai instrumen untuk meraih kebahagiaan, asalkan dipandang dan ditempatkan secara tepat. Tidak sedikit orang mengira bahwa kebahagiaan itu terletak pada ketika seseorang sedang diberi, atau sedang memiliki. Tatkala sedang diberi dan atau memiliki merasa bahagia. Mungkin saja anggapan itu benar, tetapi kebahagiaan dimaksud sifatnya hanya sementara. Tidak lama kemudian, kebahagiaan itu akan segera menghilang.

Seseorang akan merasa bahagia dalam waktu lama tatkala yang bersangkutan mampu menghasilkan sesuatu dan apalagi bersedia memberikannya kepada orang lain. Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan sanggup memberikan kepada orang lain itulah sebenarnya letak kebahagiaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, ketika seseorang sudah menjadi kaya dan atau menjadi pejabat, baru akan meraih kebahagiaan yang sejatinya ketika dengan kelebihannya itu dapat menolong atau memberi orang lain secara benar. Maka, dalam posisi berhasil mencipta dan memberi itulah letak kebahagiaan yang sebenarnya. Orang yang berhasil meraih prestasi, yakni mampu mencipta dan memberi itulah yang sebenarnya merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up