IMPLEMENTASI NIAT (INTENTION) DALAM KEHIDUPAN KERJA
Abstrak
Niat (intention) merupakan representasi kognitif dari kesiapan seseorang
untuk melakukan suatu perilaku/tindakan, dan niat ini dijelaskan ke dalam tiga
determinan, yakni sikap (pendapat diri sendiri tentang perilaku), norma subjektif
(pendapat orang lain tentang perilaku), dan kontrol perilaku yang dirasakan.
Ketiga determinan ini dapat memprediksi perilaku/tindakan, dalam hal ini
kehidupan kerja.
Kata Kunci: Niat, Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku yang
dirasakan
A. PENDAHULUAN
Kerja merupakan suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan
mengerahkan seluruh aset, pikir, dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau
menampakkan arti dirinya sebagai manusia yang harus menundukkan dunia dan
menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dengan
kata lain bahwa hanya dengan bekerja manusia dapat memanusiakan dirinya
(Tasmara, 2002). Menurut Salmiyah (2008), kerja adalah suatu bentuk usaha yang
dilakukan oleh manusia, baik dalam hal materi atau nonmateri, intektual atau
fisik, maupun hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan atau keakhiratan.
Atau kerja adalah usaha untuk memenuhi tuntutan hidup manusia berupa
makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang merupakan kewajiban bagi setiap
orang yang harus dilakukannya, untuk menentukan tingkat derajatnya, baik di
mata manusia atau di mata Sang Pencipta.
Secara hakiki, kerja adalah ibadah (kewajiban agama) dan jihad (jalan
Tuhan) yang harus ditempuh oleh manusia, atau bukti pengabdian dan rasa syukur
manusia terhadap Tuhan untuk mengolah dan memenuhi panggilan Ilahi agar
mampu menjadi manusia yang terbaik. Hal ini karena manusia sadar bahwa bumi
Dharma Ekonomi No. 36 / Th. XIX / Oktober 2012
diciptakan dan dihamparkan bukan sekedar tempat manusia menumpang hidup,
melainkan justru untuk diolahnya sedemikian rupa untuk menggapai kehidupan
yang lebih baik (Tasmara, 2002). Konsep kerja sebagai suatu ibadah dan jihad
menunjukkan bahwa keterlibatan dan partisipasi manusia dalam kegiatan ekonomi
bukan hanya sarana untuk mempertahankan perkembangan dan kesejahteraan
manusia itu sendiri, akan tetapi juga merupakan panggilan Tuhan (Rizk, 2008).
Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerja sebagai perbuatan ibadah dan perbuatan
jihad, maka faktor terpenting yang perlu diperhatikan oleh manusia di dalam
kehidupan kerja adalah niat (intention).
Niat adalah tergeraknya hati menuju apa yang dianggapnya sesuai dengan
tujuan, baik untuk memperoleh manfaat atau mencegah keburukan. Atau niat
adalah suatu kehendak yang dibarengi dengan tindakan, dan niat ini merupakan
barometer untuk meluruskan suatu tindakan. Apabila niat seseorang baik, maka
tindakan yang dihasilkan menjadi baik. Sebaliknya, apabila niat seseorang buruk
maka tindakan yang dihasilkan juga akan menjadi buruk (Nawawi dalam
Murtadho&Salafuddin, 2001). Menurut Teori Perilaku Terencana (TPB), niat
(intention) adalah representasi kognitif dari kesiapan seseorang untuk melakukan
perilaku/tindakan tertentu, dan niat ini dapat digunakan untuk ukuran
perilaku/tindakan seseorang (Ajzen, 2006). Artinya, perilaku/tindakan seseorang
ini akan dapat terwujud jika ada niat dia untuk berperilaku/bertindak.
Konsep niat yang telah diuraikan di atas, apabila dikaitkan dengan
kehidupan kerja maka dapat dikatakan bahwa kehidupan kerja seseorang akan
sangat bergantung pada niat. Artinya bahwa setiap usaha atau kerja akan bisa
terwujud apabila ada niat di dalam bekerja. Dan apabila niat di dalam bekerja itu
baik maka akan memiliki dampak yang baik pula pada kehidupan kerja atau
sebaliknya, karena baik buruknya kehidupan kerja seseorang adalah merupakan
implementasi atau wujud konkrit dari niatnya. Sehingga dengan demikian, niat
individu ini penting sekali bagi perilaku/tindakan, dalam hal ini kehidupan kerja.
Dharma Ekonomi No. 36 / Th. XIX / Oktober 2012
Dari uraian di atas maka perlu kiranya diberikan penjelasan lebih lanjut
mengenai bagaimana sebenarnya implementasi niat individu dalam kehidupan
kerja.
B. PEMBAHASAN
Menurut Teori Perilaku Terencana (TPB), manusia dituntun oleh tiga (3)
macam pertimbangan, yakni keyakinan tentang kemungkinan konsekuensi dari
perilaku (keyakinan perilaku), keyakinan tentang harapan normatif orang lain
(keyakinan normatif), dan keyakinan tentang adanya faktor yang dapat
memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku (keyakinan kontrol). Kemudian
keyakinan perilaku itu sendiri menghasilkan sikap terhadap perilaku yang
menguntungkan atau tidak menguntungkan, keyakinan normatif menghasilkan
tekanan sosial yang dirasakan atau disebut norma subjektif, dan keyakinan kontrol
memberikan kontrol perilaku yang dirasakan. Dari ketiga keyakinan ini akan
mengarah pada pembentukan niat (intention) (Ajzen, 2006). Secara umum,
semakin baik sikap dan norma subjektif, serta semakin besar kontrol yang
dirasakan, maka semakin kuat niat (intention) seseorang untuk melakukan
perilaku yang dimaksud.
Niat (intention) merupakan pondasi atau dasar yang sangat penting bagi
setiap perilaku/tindakan, bahkan menjadi barometer setiap perilaku/tindakan.
Nilai suatu perilaku sangat tergantung pada niat, apabila niat baik maka perilaku
tersebut menjadi baik. Sebaliknya, apabila niat buruk maka perilaku tersebut juga
menjadi buruk (Nawawi dalam Murtadho&Salafuddin, 2001).
Imam Nawawi mengartikan niat adalah tergeraknya hati menuju apa yang
dianggapnya sesuai dengan tujuan baik berupa perolehan manfaat atau
pencegahan keburukan (Murtadho& Salafuddin, 2001). Menurut Imam Zarkasyi,
niat merupakan tujuan mutlak. Niat mempunyai hubungan erat dengan maksud
tertentu bagi seseorang dan mutlaknya tujuan bagi sebuah pekerjaan. Al-Qurafi
berpendapat bahwa niat adalah tujuan seseorang dengan hatinya terhadap sesuatu
Dharma Ekonomi No. 36 / Th. XIX / Oktober 2012
yang dia kehendaki untuk dikerjakannya (dikutip oleh Umar Sulaiman Al-Asyqar,
2006).
Sementara Al-Khithabi mengatakan bahwa niat adalah tujuan individu
terhadap sesuatu, menurut hatinya dan menuntut dia untuk ditindaklanjuti. Niat
adalah keinginan hati, jadi tujuan dan keinginan adalah merupakan bagian dari
niat. Selanjutnya, Imam Haramain menspesialisasikan pengertian niat adalah
keinginan karena keinginan hanya bisa diterapkan untuk suatu tindakan yang akan
dikerjakan pada masa yang akan datang, sedangkan tujuan adalah untuk pekerjaan
yang benar-benar sedang dikerjakan. Ibnul Qayyim mengungkapkan bahwa niat
itu berkaitan dengan suatu pekerjaan yang memungkinkan untuk dilaksanakan dan
yang tidak mungkin untuk dilaksanakan, dan ini berbeda dengan tujuan dan
harapan. Keduanya itu tidak berhubungan dengan suatu pekerjaan yang tidak
mungkin untuk dilaksanakan baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain.
Oleh karena itu niat itu lebih umum dari pada tujuan. Sedangkan Daraz
mengatakan bahwa niat adalah gerakan, yang dengan gerakan tersebut seseorang
bisa melakukan kehendaknya dengan benar-benar melakukan sesuatu yang
dikehendaki (dikutip oleh Umar Sulaiman Al-Asyqar, 2006).
Dari pengertian-pengertian tentang niat di atas dapat disimpulkan bahwa niat
adalah suatu keinginan atau kehendak yang diikuti oleh tindakan atau perilaku.
Apabila hal ini dikaitkan dengan tindakan dalam bekerja maka implementasi niat
adalah sangat penting di dalam wujud kerja seseorang.
Teori Tindakan Beralasan (TRA) menunjukkan bahwa tindakan seseorang
ditentukan oleh niat untuk melakukan tindakan tersebut dan niat ini pada
gilirannya merupakan sebuah fungsi dari sikap serta norma subjektif (Ajzen,
2006). Selanjutnya, Teori Perilaku Terencana (TPB), menyatakan bahwa niat
(intention) dapat diartikan sebagai representasi kognitif dari kesiapan seseorang
untuk melakukan perilaku/tindakan tertentu, dan niat ini dapat digunakan untuk
ukuran perilaku/tindakan seseorang (Ajzen, 2006). Kemudian, Ajzen (2006)
mengatakan bahwa niat dapat dijelaskan ke dalam tiga (3) determinan, yakni
Dharma Ekonomi No. 36 / Th. XIX / Oktober 2012
sikap (pendapat diri sendiri tentang perilaku), norma subjektif (pendapat orang
lain tentang perilaku), dan kontrol perilaku yang dirasakan. Ketiga determinan
atau penentu ini dapat memprediksi perilaku. Apabila hal ini dikaitkan dengan
kerja maka ketiga determinan ini dapat memprediksi kehidupan kerja.
1. Sikap (pendapat diri sendiri tentang perilaku/tindakan)
Sikap adalah pernyataan-pernyataan atau penilaian-penilaian evaluatif -
baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan mengenai objek/sesuatu, orang,
atau peristiwa (Robbins, 2006). Sikap mencerminkan bagaimana seseorang
merasakan sesuatu. Menurut Robbins (2006) ada tiga (3) komponen dari sikap,
yakni komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen perilaku. Komponen
kognitif adalah sikap yang mengacu kepada pendapat atau keyakinan seseorang
terhadap objek (misalnya pendapat/keyakinan baik atau buruk). Komponen afektif
adalah sikap yang mengacu kepada emosional atau perasaan seseorang terhadap
objek (misalnya perasaan senang atau benci). Komponen perilaku adalah sikap
yang mengacu kepada maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap
seseorang atau sesuatu.
Selanjutnya sikap menurut Ajzen (2006), adalah suatu evaluasi
keseluruhan dari perilaku. Hal ini diasumsikan bahwa sikap memiliki dua (2)
komponen yang saling berhubungan, yakni keyakinan tentang konsekuensi
perilaku dan penilaian negatif atau positif tentang masing-masing fitur dari
perilaku.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah sesuatu yang
sangat penting bagi perilaku seseorang karena dengan adanya sikap maka perilaku
seseorang dapat diprediksi. Apabila hal ini dikaitkan dengan kehidupan kerja
maka kehidupan kerja seseorang bisa diprediksi melalui sikap dia di dalam
bekerja, apakah sikap dia (baik/buruk, menyenangkan/tidak menyenangkan) di
dalam bekerja. Ketika seseorang menginginkan suatu kehidupan kerja yang baik
atau menyenangkan maka tentunya sikap yang ditampakkan adalah sikap yang
baik atau menyenangkan. Namun sebaliknya ketika kehidupan kerja seseorang
Dharma Ekonomi No. 36 / Th. XIX / Oktober 2012
kurang menyenangkan maka hal itu adalah konsekuensi dari sikap yang
dimunculkan adalah juga kurang menyenangkan. Sehingga baik/buruknya,
senang/tidaknya kehidupan kerja seseorang adalah tergantung dari dirinya sendiri.
2. Norma Subjektif (pendapat orang lain tentang perilaku/tindakan)
Norma subjektif adalah penilaian orang dari tekanan sosial untuk
melakukan target perilaku (Ajzen, 2006). Hal ini diasumsikan bahwa norma
subjektif memiliki dua (2) komponen yang saling berinteraksi, yakni keyakinan
tentang bagaimana orang lain yang kemungkinan di beberapa cara penting bagi
yang lainnya, akan menyukai untuk berperilaku/bertindak, yang disebut dengan
keyakinan normatif. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa norma subjektif
adalah juga penting untuk memprediksi perilaku seseorang karena dengan adanya
norma subjektif maka perilaku seseorang bisa dinilai oleh orang lain, benar atau
salah.
Apabila hal ini dikaitkan dengan kehidupan kerja maka kehidupan kerja
seseorang bisa diprediksi melalui norma subjektif yakni bagaimana caranya dia
bekerja, benar atau salah menurut penilaian orang lain atau sosial. Sehingga
kehidupan kerja seseorang itu dinyatakan benar atau salah adalah tergantung dari
penilaian orang lain atau masyarakat, bukan dari dirinya sendiri. Jika orang lain
atau masyarakat menilai pekerjaan itu benar maka hal itu dianggap benar, namun
jika orang lain atau masyarakat menilai pekerjaan itu salah maka hal itu pun
dianggap salah. Dengan demikian, dia akan mengikuti apa yang menjadi penilaian
orang lain atau masyarakat di sekitarnya dalam melakukan sebuah pekerjaan.
3. Kontrol Perilaku yang dirasakan
Kontrol perilaku yang dirasakan adalah sejauh mana seseorang merasa
mampu untuk memberlakukan perilaku (Ajzen, 2006). Kontrol perilaku yang
dirasakan ini memiliki dua (2) aspek yaitu seberapa banyak seseorang memiliki
kontrol atas perilaku dan bagaimana seseorang merasa percaya diri tentang
kemampuan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku. Dan hal ini
Dharma Ekonomi No. 36 / Th. XIX / Oktober 2012
ditentukan oleh keyakinan kontrol tentang kekuatan, baik faktor situasional
maupun internal untuk menghambat atau memfasilitasi kinerja perilaku.
Apabila hal ini dikaitkan dengan kehidupan kerja maka kehidupan kerja
seseorang bisa diprediksi melalui kontrol perilaku yang dirasakan. Artinya
kehidupan kerja seseorang bisa dinilai baik/tidak, melalui kemampuan serta
keyakinan dia dalam menilai atau mengontrol pekerjaan, apakah pekerjaan itu
sesuai/tidak bagi dirinya, dan pekerjaan itu benar atau salah menurut penilaian
orang lain. Jadi manakala dia mampu mengontrol pekerjaan tersebut maka bisa
dikatakan bahwa dia memiliki niat perilaku yang kuat untuk melakukannya.
Dengan demikian, kontrol perilaku yang dirasakan bisa memprediksi kehidupan
kerja.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tiga determinan dari
implementasi niat ke dalam kehidupan kerja yakni sikap, norma subjektif, dan
kontrol perilaku yang dirasakan. Dengan sikap dan norma subjektif yang baik,
serta kontrol perilaku yang dirasakan besar maka niat yang diimplementasikan ke
dalam kehidupan kerja semakin kuat.
C. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi niat
dalam kehidupan kerja adalah ditentukan oleh tiga determinan, yakni sikap
(pendapat diri sendiri tentang perilaku), norma subjektif (pendapat orang lain
tentang perilaku), dan kontrol perilaku yang dirasakan.
1. Sikap adalah suatu evaluasi keseluruhan dari perilaku.
2. Norma subjektif adalah penilaian orang dari tekanan sosial untuk melakukan
target perilaku.
3. Kontrol perilaku yang dirasakan adalah sejauh mana seseorang merasa mampu
untuk memberlakukan perilaku.
Dharma Ekonomi No. 36 / Th. XIX / Oktober 2012
REFERENSI
Ajzen, Icek, 2006. The Theory of Planned Behaviour.
Murtadho&Salafuddin, 2001. Syarah Hadits Arba’in. Penerbit Al-Qowam, Solo.
Robbins, 2006. Perilaku Organisasi. Edisi ke-10, PT Indeks, Indonesia.
Rizk, R.R., 2008. Back to Basic: An Islamic Perspective on Business and Work
Ethics, Social Responsibility Journal, Vol.1/2.
Salmiyah, Ummu, 2008. Etika Kerja dalam Islam.
Tasmara, Toto, 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta, Gema Insani
Press.
Umar Sulaiman, A., 2006. Fiqih Niat. Jakarta, Gema Insani Press.
(Author)