Bedah buku Nuruddin Zanki di Masjid al-Jihad, Kranggan, Cibubur. Terbuka untuk umum. Gratis!
Waktu: Sabtu, 1 Desember 2012, pk. 10.00-12.00
Posted by
Alwi Alatas at
9:03 PM No comments:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
Labels:
bedah buku,
Cibubur,
Nuruddin Mahmud Zanki,
Nuruddin Zanki
Monday, November 19, 2012
Kepahlawanan Nuruddin Zanki
Judul : Nuruddin Zanki & Perang Salib
Penulis : Alwi Alatas
Penerbit : Zikrul
Cetakan : Pertama, Mei 2012
Tebal : 448 halaman
Hampir tak ada yang tak mengenal Shalahuddin al-Ayyubi. Tapi siapakah yang mengantarkan Shalahuddin al-Ayyubi sukses dalam pembebasan al-Quds? Adalah Nuruddin Mahmud bin Zanki atau yang lebih dikenal dengan Nuruddin Zanki pemimpin sebelum Shalahuddin al-Ayyubi.
Setelah Khulafa ar-Rasyidin dan Umar bin Abdul Aziz, sosok Nuruddin Zanki inilah yang dikenal sebagai pemimpin lurus dan tegas dalam penegakan keadilan. Tradisi keilmuan Islam dibangkitkan kembali dan ditempatkan di tempat yang mulia. Jihad dan visi pembebasan al-Quds terus dikumandangkan melalui lewat majelis-majelis ilmu dan lisan para ulama.
Karena ia sadar betul, umat muslim tidak akan bangkit tanpa kembali pada nilai-nilai Islam. Kontinuitas dan kesabaran Nuruddin Zanki menuai hasilnya. Satu persatu wilayah yang dijajah tentara Salib mulai dilucuti. Klimaksnya, al-Quds pun jatuh ke tangan pasukan Islam di bawah komando Shalahuddin al-Ayyubi.
Buku Karya Alwi Alatas ini amat penting untuk dibaca. Semoga kepemimpinan dan keteladanan Nuruddin Zanki bisa menjadi model dan inspirasi bagi kita semua—khususnya bagi pemimpin-pemimpin muslim saat ini.
Pradi Khusufi Syamsu
http://kusufi1403.blogspot.com/2012/10/kepahlawanan-nuruddin-zanki.html
Posted by
Alwi Alatas at
2:23 AM No comments:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
Labels:
kepahlawanan,
khulafa al-Rasyidin,
Nuruddin Mahmud Zanki,
Nuruddin Zanki,
Shalahuddin al-Ayyubi
Thursday, October 11, 2012
Resensi buku ‘Nuruddin Zanki dan Perang Salib’
Oleh: Ust. Ali Akbar Bin Agil
Nuruddin Zanki, Pelopor Jihad Melawan Pasukan Salib
Judul : Nuruddin Zanki dan Perang Salib
Penulis : Alwi Alatas
Penerbit : Zikrul Hakim
Terbit : 2012
Tebal : 441 hal.
Harga : Rp. 70.000,00
Tentu kita masih ingat statement George Bush persis tiga bulan pasca tragedi 9/11 dengan menyatakan bahwa perang melawan Al-Qaedah, Taliban, dan memburu Usamah adalah bentuk Perang Salib Jilid II.
Awalnya, ada yang berharap setelah terbunuhnya Osama bin Laden, Amerika akan menghentikan perangnya di Afghanistan. Bukankah alasan Amerika melakukan intervensi untuk membunuh Osama? Namun kenyataannya tidaklah seperti itu. Obama menegaskan kembali bahwa perang ini belum berakhir.
Kita teringat dengan pernyataan Bush yang mengatakan, “This crusade, this war on terrorism, is going to take a long time.” Artinya Perang salib melawan Islam ini memang membutuhkan waktu yang lama.
Apalagi kalau memperhatikan pernyataan Tom Ridge mantan Sekretaris Keamanan Dalam Negeri Amerika dalam editorial The Washington Times (5/5/2011). Saat mengomentari terbunuhnya Osama bin Laden dia mengatakan, “we killed the man but not the ideology.” Artinya yang menjadi sasaran perang ini jelas adalah ideologi Islam yang berseberangan dengan nilai-nilai liberal yang dianut oleh Amerika Serikat. Menurutnya, ini adalah medan pertempuran, perang ide, way of life (cara pandang hidup) Islam dan Amerika yang tidak bisa berdamai dan hidup berdampingan.
Pernyataan mantan pejabat tinggi senior Amerika Serikat ini bukanlah dongeng yang dibuat-buat dan bukan pula hal yang baru. Semua ini menunjukkan permusuhan abadi Barat terhadap dunia Islam bersifat agama dan peradaban yang telah berakar dalam hati dan pikiran Barat. Barat membangun semua hubungan ini atas dasar Perang Salib. Barat tak ingin umat Islam bangkit kembali.
Perang Salib sendiri berawal dari seruan Paus Urbanus II pada tahun 1095 di Clermont, Perancis, tepat pada bulan November. Seruannya membahana di seantero jagat wilayah Eropa. Masyarakat Eropa menyambut antusias dan dengan semangat yang telah membara mereka menyiapkan bekal sendiri guna keberangkatan ke medan laga dengan rela menjual barang-barang berharga miliknya.
‘Khutbah’ Paus Urbanus didasari permintaan bantuan Byzantium (Romawi Timur) kepada Paus. Permintaan bantuan berupa kiriman pasukan perang dimaksudkan untuk menghadapi pasukan Turki yang sering menyerang wilayahnya. Permintaan inilah yang menjadi momentum mengumumkan perang total terhadap pasukan Islam demi merebut Al-Quds. Raymond of Saint-Gilles, Godfrey de Bouillon, Bohemond of Taranto, Baldwin, dan Tancred, merupakan sederet nama panglima perang pasukan Salib.
Setelah serangan bertubi-tubi ke jantung pasukan Islam, maka pada tahun 1099 atau 4 tahun setelah pengumuman perang Paus Urbanus II, Al-Quds jatuh ke tangan pasukan Kristen. Bersamaan dengan jatuhnya Al-Quds pula, tidak kurang dari 70.000 orang Islam yang menghuni wilayah Al-Qudsdi tewas dibantai.
Kekalahan ini membawa duka mendalam di hati umat Islam yang kala itu sibuk dengan debat dalam masalah mazhab, perebutan kekuasaan, yang menyebabkan saling berperang, saling bersaing, dan saling bermusuhan.
Usaha menyatukan umat Islam dimulai dari penguasa Mossul dan Aleppo, Imaduddin Zanki. Gerakan ke arah pembebesan yang lebih intensif dilakukan oleh putranya, Nuruddin Zanki. Dalam sejarah Perang Salib, kaum Muslimin sangat mengenal sosok pejuang Salahuddin al-Ayubi dibanding Nuruddin Mahmud Zanki ini. Namanya tak setenar Salahuddin, sang pembebas kota Yerussalem dari kekuasan pasukan Salib. Meski demikian, Nuruddin-lah yang pertama kali menggelorakan semangat perjuangan itu.
Menurut penulis, Alwi Alatas, upaya Nuruddin Mahmud Zanki membuat umat Islam sadar atas kesalahan dan kelemahan dilakukan dengan menjauhkan pasukannya dari menenggak minuman keras, memerintahkan mereka untuk berkonsentrasi penuh dalam membebaskan Al-Quds dari cengkraman tentara Salib, menghindari konflik dengan sesama umat Islam, menyatukan wilayah-wilayah Islam yang tercecer di Syiria dengan lemah lembut sehingga menarik simpati publik secara luas, dan menerapkan pola kepemimpinan yang amanah, jujur, dan adil.
Seorang ulama Qutbuddin Annisaburi begitu khawatir akan keberanian Nuruddin, "Demi Allah, jangan gadaikan nyawamu dan Islam. Jika Anda gugur dalam peperangan, maka tidak seorang pun kaum Muslimin yang tersisa pasti akan terpenggal oleh pedang,” ujar Qutbuddin. Maka ia pun menjawab, “Siapa Nuruddin itu, sehingga ia dikatakan demikian? Mudah-mudahan karena (kematian) ku, Allah memelihara negeri ini dan Islam. Itulah Allah yang tiada Tuhan yang berhak disembah dengan hak melainkan Dia.”
Nuruddin adalah pemimpin yang selalu optimis. Pembebasan Baitul Maqdis di Yerusalem dari genggaman pasukan Salib adalah hal yang paling didambakannya. Hingga tahun 569 H/1173 M, kerja keras Nuruddin untuk menyatukan kekuatan umat Islam yang terkotak-kotak dalam kerajaan-kerajaan kecil mencapai puncaknya. Berbagai pertempuran dahsyat antara umat Islam yang dipimpinnya dengan pasukan Salib kerap terjadi. Berbagai serangan yang dilakukannya berhasil melemahkan pasukan Salib hingga terpecah belah.
Walhasil, sekitar 50 kota dan benteng yang sebelumnya dikuasai pasukan Salib berhasil direbut. Pada 570 H/1174 M, kekuatan Islam telah terbentang dari Iraq ke Syria, Mesir, hingga Yaman. Saat yang dinanti-nanti untuk merebut Baitul Maqdis pun kian dekat. Namun takdir Allah SWT berkata lain. Nuruddin meninggal akibat penyakit penyempitan tenggorakan. Kepemimpinan kemudian dipikul muridnya, Shalahuddin al-Ayyubi.
Buku ini ditulis secara naratif lengkap dengan tabel informasi penting, gambar, dan peta-peta, untuk membantu pembaca dalam memahami dan mengikuti rentetan peristiwa Perang Salib hingga akhir masa kepemimpinan Nuruddin Zanki.
Posted by
Alwi Alatas at
5:04 AM No comments:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
Labels:
Al-Quds,
Nuruddin Mahmud Zanki,
Nuruddin Zanki,
Palestina,
Perang Salib,
Shalahuddin al-Ayyubi
Thursday, August 16, 2012
Ratusan Jamaah Hadiri Bedah Buku di An Nur
24 Juli 2012 - 10.02 WIB > Dibaca 184 kali Print
PEKANBARU (RP) - Hari pertama, ratusan jamaah hadiri bedah buku keislaman di Masjid Agung Annur Pekanbaru.
Kegiatan bedah buku tersebut dibuka secara resmi oleh Sekretaris Umum BPMAA Drs Sukmadi Senin (23/7).
Helat yang dilaksanakan setiap hari dari Senin hingga Jumat itu bertempat di aula Masjid Agung Annur. Kegiatan ini terbuka untuk umum dan gratis.
Mengulangi tradisi keilmuan tahun-tahun sebelumnya, Tafaqquh Study Club bekerja sama dengan majlis taklim Masjid Agung Annur, Badan Pengelola Masjid Agung Annur Pekanbaru dan pengurus Masjid Akramunnas Unri menyelenggarakan bedah buku keislaman. Ramadan 1433 H ini, Tafaqquh membedah 15 buku-buku keislaman.
Sementara itu Pembina Tafaqquh Study Club mengemukakan untuk membedah buku-buku tersebuh, pihaknya menghadirkan para ustad yang pakar di bidang masing-masing, sesuai dengan buku yang akan dibedah. Bahkan Tafaqquh menghadirkan langsung para penulis buku yang akan dibedah.
Seperti buku Muhammad Alfatih akan dibedah penulisnya yakni Ustad Felix Siauw. Khusus bedah buku Al-Fatih ini tempat penyelenggaraannya berada di Masjid Akramunnas Unri Gobah Pekanbaru Sabtu (28/7).
Sementara itu Ustad Alwi Alatas MA akan membedah karyanya berjudul Nuruddin Zanki dan Perang Salib. Mahasiswa Program Doktoral di Universitas Islam Antara Bangsa Malaysia itu akan hadir pula mendiskusikan bukunya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Zainab dan di Forum Silaturahmi Remaja Masjid Muthmainnah (FRSMM) Polda Riau.
Pada hari pertama Senin (23/7), buku yang dibedah bertajuk Rumah yang Tidak Dimasuki Malaikat. Buku karya penulis Timur Tengah Abu Hudzaifah Ibrahim ini dibedah oleh Ustad Syamsuddin Muir Lc MA.
Para pembedah buku lainnya yakni Ustad Masridi Hasan Lc MA, Abdul Somad Lc MA, Muhammad Abdih Lc MA, Muhammad Hidayatullah Lc MA, Fikri Mahmud Lc MA, Ridwan Hasbi Lc MA, Isran Bidin MA, Elviriadi MA, Dr Khairul Anwar MA, Saidul Amin MA dan Jumhur Hidayat MA.(ira)
http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=14746&kat=1
Posted by
Alwi Alatas at
6:37 AM No comments:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
Labels:
Al-Quds,
Nuruddin Mahmud Zanki,
Nuruddin Zanki,
Pekanbaru,
Riau
Monday, August 13, 2012
Ratusan Jamaah Hadiri Bedah Buku di An Nur
24 Juli 2012 - 10.02 WIB > Dibaca 175 kali Print
PEKANBARU (RP) - Hari pertama, ratusan jamaah hadiri bedah buku keislaman di Masjid Agung Annur Pekanbaru.
Kegiatan bedah buku tersebut dibuka secara resmi oleh Sekretaris Umum BPMAA Drs Sukmadi Senin (23/7).
Helat yang dilaksanakan setiap hari dari Senin hingga Jumat itu bertempat di aula Masjid Agung Annur. Kegiatan ini terbuka untuk umum dan gratis.
Mengulangi tradisi keilmuan tahun-tahun sebelumnya, Tafaqquh Study Club bekerja sama dengan majlis taklim Masjid Agung Annur, Badan Pengelola Masjid Agung Annur Pekanbaru dan pengurus Masjid Akramunnas Unri menyelenggarakan bedah buku keislaman. Ramadan 1433 H ini, Tafaqquh membedah 15 buku-buku keislaman.
Sementara itu Pembina Tafaqquh Study Club mengemukakan untuk membedah buku-buku tersebuh, pihaknya menghadirkan para ustad yang pakar di bidang masing-masing, sesuai dengan buku yang akan dibedah. Bahkan Tafaqquh menghadirkan langsung para penulis buku yang akan dibedah.
Seperti buku Muhammad Alfatih akan dibedah penulisnya yakni Ustad Felix Siauw. Khusus bedah buku Al-Fatih ini tempat penyelenggaraannya berada di Masjid Akramunnas Unri Gobah Pekanbaru Sabtu (28/7).
Sementara itu Ustad Alwi Alatas MA akan membedah karyanya berjudul Nuruddin Zanki dan Perang Salib. Mahasiswa Program Doktoral di Universitas Islam Antara Bangsa Malaysia itu akan hadir pula mendiskusikan bukunya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Zainab dan di Forum Silaturahmi Remaja Masjid Muthmainnah (FRSMM) Polda Riau.
Pada hari pertama Senin (23/7), buku yang dibedah bertajuk Rumah yang Tidak Dimasuki Malaikat. Buku karya penulis Timur Tengah Abu Hudzaifah Ibrahim ini dibedah oleh Ustad Syamsuddin Muir Lc MA.
Para pembedah buku lainnya yakni Ustad Masridi Hasan Lc MA, Abdul Somad Lc MA, Muhammad Abdih Lc MA, Muhammad Hidayatullah Lc MA, Fikri Mahmud Lc MA, Ridwan Hasbi Lc MA, Isran Bidin MA, Elviriadi MA, Dr Khairul Anwar MA, Saidul Amin MA dan Jumhur Hidayat MA.(ira)
http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=14746&kat=1
Posted by
Alwi Alatas at
5:34 PM No comments:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
Labels:
buku,
Nuruddin Mahmud Zanki,
Nuruddin Zanki,
Palestina,
Pekanbaru,
Perang Salib,
Perang Salib I,
Perang Salib II,
Riau,
Shalahuddin al-Ayyubi,
Yerusalem
Friday, August 10, 2012
Nuruddin Mahmud Zanki, Pahlawan Muslim yang Terlupakan [2]
Jum'at, 10 Agustus 2012
Oleh: Alwi Alatas
DALAM artikel sebelumnya (bagian 1) telah ditulis, Nuruddin Zanki dikenal sebagai pemimpin yang sholeh dan adil. Ibnu al-Athir, seorang sejarawan Muslim, penulis kitab Al-Kamil fi-l-Tarikh, menganggapnya sebagai pemimpin Muslim yang paling adil selepas Umar bin Abdul Aziz.
Selain itu, dia adalah sosok pemimpin yang selalu menjaga shalat berjamaah, shalat malam (Qiyamul Lail), banyak membaca al-Qur’an, dan berpuasa. Ia memiliki ilmu agama yang mendalam, sangat dekat dengan para ulama, dan ikut meriwayatkan hadits bersama mereka.
Di bawah ini adalah beberapa visi nya yang sedikit orang mengetahui;
1. Visi pembebasan wilayah Islam dan misi jihad
Nuruddin Zanki sangat menekankan pentingnya jihad selama masa pemerintahannya. Ia selalu menyiapkan pasukannya untuk berjihad menghadapi pasukan salib. Jika ada seorang emir yang meminta bantuannya dalam menghadapi musuh, seperti yang dilakukan emir Damaskus pada waktu Perang Salib II, maka ia akan segera menyambutnya.
Begitu juga ia selalu mendesak para emir di Suriah-Palestina untuk menyambut seruannya dalam berjihad menghadapi musuh. Ia tidak akan memberi kesempatan para emir itu untuk menghindar dari kewajiban berjihad. Hal ini membuat seorang emir di bawah pemerintahannya, yang tampaknya malas berjihad, mengeluh, “Jika saya tidak segera membantu Nuruddin, maka ia akan mencopot saya dari wilayah kekuasaan saya, karena ia sudah menulis kepada para ulama dan para sufi meminta bantuan melalui doa-doa mereka dan mengarahkan mereka untuk mendorong kaum Muslimin berjihad. Pada saat ini, masing-masing orang ini duduk bersama murid-murid dan sahabat-sahabat mereka serta membaca surat-surat dari Nuruddin, (sambil) menangis dan mengutuk saya. Jika saya hendak menghindari kutukan (orang-orang), maka saya harus menyetujui permintaannya.”
Ia juga membangun visi pembebasan al-Quds dan Palestina dari kekuasaan orang-orang Frank. Hal itu dilakukannya dengan mengeluarkan buku-buku serta berbagai publikasi yang memberikan penekanan tentang pentingnya hal ini. Sebagaimana disebutkan di awal tulisan, ia juga membuat sebuah mimbar untuk diletakkan di Masjid al-Aqsha jika kota ini kelak berhasil dibebaskan.
2. Visi Penegakkan syariah dan keadilan
Nuruddin Zanki sangat menekankan penegakkan syariah dan keadilan di dalam wilayah pemerintahannya. Ia membentuk sebuah lembaga bernama Darul Adl (Rumah Keadilan) di Damaskus dan memimpin sendiri lembaga itu bersama beberapa orang ulama. Lembaga itu ditujukan untuk memutuskan secara syariah berbagai perkara yang sulit diselesaikan oleh lembaga-lembaga kehakiman di bawahnya. Ia sendiri mengikuti proses peradilan laiknya seorang warga biasa jika ada seseorang yang menuntutnya secara hukum. Semua ini memberi keberkahan bagi pemerintahannya.
Tentang ini Ibn al-Athir menerangkan, “Di antara bukti keadilan Nuruddin adalah ia tidak pernah menjatuhkan suatu hukuman berdasarkan dugaan atau tuduhan melainkan meminta dihadirkan beberapa saksi atas tindakan yang dilakukan oleh terdakwa. Kemudian jika memang ia terbukti salah, maka Nuruddin akan menghukumnya dengan hukuman yang pantas dan tidak berlebih-lebihan. Dengan keadilan ini, Allah menghilangkan sekian banyak kejahatan di negerinya. Sedangkan di negeri lain kejahatan begitu merajalela karena para penguasanya menerapkan kebijakan represif, hukuman yang berlebihan, dan memutuskan suatu hukuman berdasarkan dugaan. Wilayah kesultanan Nuruddin yang begitu luas terasa aman dan tidak banyak orang yang jahat disebabkan oleh keadilan dan komitmen dalam menjalankan tuntunan syariah yang suci.”
3. Sifat zuhud
Nuruddin Zanki juga terkenal dengan sifatnya yang zuhud dan menjauhi kekayaan duniawi. Ia tidak mau sedikit pun mengambil uang negara untuk keperluan pribadinya. Ia juga menolak pemberian dan hadiah-hadiah yang diberikan orang kepadanya. Ia pernah menolak, bahkan tidak mau memandang, sebuah imamah yang sangat indah dan mahal yang dihadiahkan kepadanya. Ia meminta imamah itu diberikan kepada seorang ahli ibadah yang kemudian menjualnya seharga seribu dinar dan menggunakan uangnya untuk keperluan dakwah.
Suatu kali ia ditanya apakah mungkin seorang kepala pemerintahan menjadi seorang yang zuhud, sementara ia memiliki kekuasaan dan kekayaan yang besar. Maka ia memberikan contoh Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad yang memimpin wilayah yang luas tetapi sekaligus merupakan pemimpinnya orang-orang yang zuhud pada masanya.
“Sesungguhnya zuhud itu adalah kosongnya hati dari kecintaan terhadap dunia, bukan kosongnya tangan dari dunia,” jelas Nuruddin.
4. Kecintaan pada ilmu dan para ulama
Nuruddin merupakan seorang yang sangat menyintai para ulama, dan ia sendiri sebenarnya merupakan seorang yang berilmu. Jika ada ulama yang datang mengunjunginya, ia akan bangkit berdiri menyambutnya dan mengajak ulama tadi untuk duduk berdampingan dengannya.
Menurut Ibn al-Asakir, majelis-majelis ilmu yang dihadiri oleh Nuruddin bersama para ulama sangat berbobot dan berkharisma. Saat mereka duduk untuk membahas ilmu, keadaannya begitu khusyu’, “… seakan di atas kepala kami ada burung-burung berterbangan disebabkan kewibawaannya,” terang Ibn al-Asakir. Maka begitu pula para ulama menyintai, menghormati, dan mendukung perjuangan yang dilakukannya.
5. Menjauhi maksiat dan dosa-dosa
Nuruddin sangat menekankan agar anak buahnya menjauhi perbuatan maksiat, dan ia sendiri merupakan yang terdahulu dalam melakukannya. Ketika ada anak buahnya yang membicarakan aib orang lain maka ia langsung menegurnya dan mengingatkannya agar ia memeriksa aib-aibnya sendiri. “… seandainya engkau berakal, maka keaibanmu akan menyibukkanmu dari menghitung-hitung keaiban orang lain,” tegur Nuruddin ketika seorang emirnya menyebut aib seorang ulama. “…. Dan aku tidak percaya apa-apa yang kau katakan, dan sesungguhnya apabila kau kembali menyinggung hal ini, maka aku akan memberimu pelajaran.” Maka emir itu pun tidak pernah lagi menyinggung hal itu.
Tentara-tentara Turki Saljuk pada masa-masa sebelumnya banyak yang gemar meminum minuman keras. Namun di bawah kepemimpinan Nuruddin Zanki, mereka tidak lagi melakukan hal itu. Hal ini penting untuk menjamin keberhasilan dalam menghadapi pasukan musuh. Selain itu, Nuruddin juga sangat mengandalkan doa orang-orang yang saleh bagi kemenangan pasukannya.
6. Kekuatan teladan dan persuasi
Nuruddin tidak melakukan tindakan berlebihan serta kekerasan dalam memimpin atau mendisiplinkan anak buahnya. Tetapi sikap serta sistem yang dibangunnya mampu memberikan dorongan persuasif yang kuat bagi orang-orang dibawahnya untuk mengikuti kepemimpinannya. Hal ini disebabkan kepemimpinannya yang efektif serta keteladanan yang ia berikan. Kekuatan persuasif Nuruddin menjadikannya mampu merebut hati masyarakat dan menyatukan wilayah-wilayah Muslim di bawah kepemimpinannya. Pendekatan ini kadang memerlukan waktu yang agak panjang dan memerlukan kesabaran, seperti yang ia lakukan dalam proses penguasaan Damaskus. Tetapi dampaknya lebih langgeng dan permanen.
Tentunya masih ada lagi karakter-karakter Nuruddin Zanki yang tak mungkin disebutkan seluruhnya di sini. Tentu saja Nuruddin Zanki tidak sendirian dalam membangun suasana Islami di wilayah kepemimpinannya. Ia sendiri merupakan hasil bentukan zamannya. Ada ulama-ulama yang telah berperan cukup penting dalam mengubah keadaan masyarakat Muslim pada waktu itu. Dan perubahan positif ini terwujud secara nyata pada pemerintahan Nuruddin Zanki di Suriah dan sekitarnya.
Keutamaan yang dimiliki oleh Nuruddin Zanki tidak hanya diakui oleh para ulama pada zamannya saja, tetapi juga diakui oleh para ulama di masa-masa setelahnya. Berikut ini merupakan perkataan para ulama tentang Nuruddin Zanki.
Adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala` mengatakan, “Nuruddin merupakan seorang yang pandai menulis, gemar membaca, senantiasa shalat berjamaah dan banyak berpuasa. (Ia suka) membaca Al-Qur`an, bertasbih dan sangat menjaga makanan, menghindari sikap takabbur dan dekat dengan sifat para ulama dan orang-orang baik.”
Menurut Ibn Katsir, Nuruddin Zanki merupakan seorang yang rendah hati dan sopan. Padanya keluhuran budi, cahaya keislaman dan semangat menegakkan dasar-dasar syariat.
Sementara al-Hafizh Ibn al-Asakir, seorang ulama yang hidup sejaman dengan Nuruddin, mengatakan, “(Ia) meriwayatkan hadits, setiap orang melihatnya seperti syahid (malaikat) karena kebesaran kekuasaannya dan wibawa kerajaannya yang diserahkan kepadanya. Dia terlihat lembut dan rendah hati …. Ketika berhasil menaklukkan suatu negeri, dia menyerahkannya dengan aman. Dan setiap kali dia menguasai sebuah kota, muncullah keadilan di tengah rakyatnya.”
Karena kesalehan dan kesungguhannya menegakkan nilai-nilai Islam inilah, bersama-sama dengan para ulama di zamannya, ia berhasil membentuk pemerintahan yang baik dan penuh berkah. Kepemimpinannya kemudian diteruskan oleh Shalahuddin al-Ayyubi, seorang sultan yang juga saleh. Dan pada akhirnya apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh ini membawa kemenangan yang gemilang dalam sejarah Islam.*/Kuala Lumpur, 8 Agustus 2012
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, sedang mengambil program doktoral bidang sejarah di Universiti Islam Antarabangsa, Malaysia. Tulisan ini disarikan dari buku Nuruddin Zanki dan Perang Salib
Red: Cholis Akbar
http://hidayatullah.com/read/24268/10/08/2012/nuruddin-mahmud-zanki,-pahlawan-muslim-yang-terlupakan-%5B2%5D.html
Posted by
Alwi Alatas at
11:55 PM No comments:
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
Labels:
Al-Quds,
Aleppo,
Antioch,
Jerusalem,
Nuruddin Mahmud Zanki,
Nuruddin Zanki,
Palestina,
Yerusalem,
zuhud
Thursday, August 9, 2012
Nuruddin Mahmud Zanki [bag. 1]
Nuruddin Mahmud Zanki, Pahlawan Muslim yang Terlupakan [bag. 1]
Kamis, 09 Agustus 2012
Oleh: Alwi Alatas
PADA tahun 1187, tak lama setelah pembebasan al-Quds (Yerusalem) oleh Shalahuddin al-Ayyubi, sebuah mimbar yang indah dipindahkan dari Aleppo (ulama menyebutnya Halabi) ke Masjid al-Aqsha. Mimbar yang telah dibuat beberapa tahun sebelumnya itu merupakan sebuah simbol kekuatan visi dan cita-cita pembebasan al-Quds. Ia memang dibangun untuk diletakkan di Masjid al-Aqsha jauh sebelum tempat itu sendiri berhasil dibebaskan dari kekuasaan tentara salib. Mimbar itu dibangun sebelum masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayyubi oleh seorang sultan yang juga saleh, yaitu Nuruddin Mahmud Zanki (1118-1174).
Nuruddin Zanki memang meninggal dunia tiga belas tahun sebelum berhasil mewujudkan apa yang dicita-citakannya. Tetapi ia memainkan peranan yang sangat penting dalam memperbaiki keadaan masyarakat Muslim di Suriah yang sebelumnya sibuk dengan konflik internal dan perselisihan madzhab. Ia merupakan seorang sultan di Suriah, dan kemudian juga di Mosul (Iraq) dan Mesir.
Pemerintahannya tidak ditandai dengan adanya penaklukkan spektakuler terhadap wilayah musuh seperti yang dilakukan oleh Muhammad al-Fatih terhadap Konstantinopel atau Shalahuddin al-Ayyubi terhadap al-Quds. Tetapi apa yang dilakukannya boleh jadi lebih penting. Ia menaklukkan dengan keshalehan dan nilai-nilai yang agung dari Tuhannya. Kekuatan militernya tidak dilengkapi dengan persenjataan fisik yang hebat dan istimewa. Tetapi ia memiliki senjata yang jauh lebih menggetarkan musuh-musuhnya, yaitu kekuatan doa dan pertolongan dari Yang Maha Penolong. Seorang non-Muslim di al-Quds bahkan mengakui hal ini.
“Sesungguhnya Abul Qasim (Nuruddin) memiliki sirr ‘rahasia’ dengan Allah,” katanya. “Tidaklah ia mengalahkan kami dengan bala tentaranya yang banyak, akan tetapi ia menang atas kami dengan doa dan shalat malamnya. Ia shalat di malam hari, mengangkat tangannya kepada Allah untuk berdoa dan meminta kepada-Nya. Dan Allah mengabulkan permintaannya serta tidak menjadikan doanya sia-sia, sehingga akhirnya dia menang atas kami.”
Nuruddin Zanki memerintah wilayah Suriah Utara setelah ayahnya, Imaduddin Zanki, wafat pada tahun 1146. Usianya ketika itu 28 tahun. Ia memerintah wilayah itu dari kota Aleppo (Halab). Ketika kakaknya meninggal dunia pada tahun 1149, ia menggabungkan Mosul di Iraq dalam wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1154, Damaskus, kota penting lainnya di Suriah, juga masuk dalam wilayah pemerintahannya setelah melalui strategi yang cukup panjang.
Pada akhir masa pemerintahannya, tepatnya pada tahun 1169, Shirkuh dan keponakannya Shalahuddin yang bekerja di bawah pemerintahannya menambahkan Mesir ke dalam wilayah pemerintahan Nuruddin Zanki. Hal ini membuat kekuatan salib di al-Quds terjepit di antara wilayah kepemimpinan Nuruddin Zanki. Hanya saja beliau meninggal dunia tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1174. Kepemimpinan atas wilayah-wilayah itu kemudian diteruskan oleh Shalahuddin al-Ayyubi yang juga memerintah dengan cara-cara yang Islami sehingga pada akhirnya berhasil membebaskan al-Quds dari tangan pasukan salib pada tahun 1187.
Prestasi Militer Nuruddin Zanki
Nuruddin Zanki memiliki gaya militer yang khas. Ia tidak tergesa-gesa dalam menghadapi pasukan lawan. Kadang saat pasukannya berada di suatu daerah dan mendengar kedatangan pasukan musuh ke tempat itu, ia akan menarik pasukannya ke tempat lain. Tetapi ia melakukan hal itu untuk menyelidiki jumlah dan keadaan pasukan lawan, sambil terus melakukan pengintaian. Setelah musuh berangkat kembali dari tempat mereka, Nuruddin akan mengikuti dan menyergap mereka dengan tiba-tiba. Dengan cara ini, ia berhasil memenangkan banyak pertempuran dan mengurangi jumlah korban dari pasukan Muslim.
Adapun terhadap emir-emir Muslim di Suriah-Palestina yang masih menentangnya, ia menghindari konflik terbuka serta pertempuran fisik dengan mereka. Ia selalu menyeru mereka untuk berjihad bersamanya melawan kekuatan salib. Jika mereka menentangnya, ia akan melakukan tekanan politik terhadap mereka sambil melakukan persuasi dan menarik simpati para ulama di wilayah-wilayah yang dipimpin oleh para emir itu. Dengan begitu, walaupun para ulama dan masyarakat tersebut berada dalam wilayah kekuasaan yang berbeda, tetapi hati mereka bersama Nuruddin Zanki dan selalu mendoakan kemenangannya. Kesalehan serta cara-cara yang lembut seperti inilah yang membuat Nuruddin Zanki pada akhirnya dapat menyatukan seluruh Suriah ke dalam satu pemerintahan, setelah wilayah itu tercerai berai dan saling bermusuhan selama lebih dari setengah abad.
Ia sangat terampil berkuda dan memimpin secara langsung banyak pertempuran pada masa itu. Keberaniannya di medan tempur membuat seorang ulama pada masanya, Qutb al-Din al-Nasawi, menasihatinya, ”Demi Allah, jangan membahayakan dirimu dan seluruh dunia Islam! Kalau Anda gugur di medan pertempuran, maka seluruh Muslim yang hidup akan dibunuh (oleh musuh).” Tapi Nuruddin Mahmud Zanki mempunyai pandangan yang berbeda. ”Dan siapalah Mahmud sehingga dikatakan seperti ini?” katanya. “Sebelum saya lahir sudah ada yang lain yang membela Islam dan negeri ini, yaitu Allah, yang tidak ada Tuhan selain-Nya!”
Ia sangat memperhatikan keadaan pasukannya dan selalu menjadikan mereka siap siaga dalam menghadapi pasukan musuh. Pasukannya merupakan yang paling kuat di Suriah pada masa itu. Tentang ini Ibn al-Qalanisi berkata, ”Tidak ada yang pernah melihat tentara yang lebih baik daripada tentaranya ... (baik) dalam hal penampilan, perlengkapan, maupun jumlahnya.”
Namun karena keadaan kaum Muslimin ketika itu belum sepenuhnya bersatu padu dalam menghadapi musuh, maka pembebasan wilayah itu dari pasukan salib masih harus menunggu saat yang lebih tepat.
Bukan hanya tentara yang dipersiapkan, kuda-kuda pun selalu dalam keadaan terlatih. Di waktu senggangnya, Nuruddin Zanki suka berburu dan bermain polo kuda. Ketika seorang temannya yang saleh mendengar tentang kebiasaannya bermain polo kuda, ia segera menyuratinya: “Aku tidak menyangka bahwa kau senang dengan permainan yang tak ada manfaatnya serta menyiksa kuda tanpa faedah diniyah.”
Maka Nuruddin menjawab surat tersebut, “Sesungguhnya kami berada di front pertahanan, yang mana musuh sangat dekat dari kami, sehingga kami harus selalu siap siaga untuk mengantisipasi setiap serangan. Dan tidak mungkin kami terus-menerus berperang dan berjihad siang dan malam, musim dingin dan musim panas, karena bala tentara kami juga memerlukan istirahat. Dan juga tidak mungkin kami biarkan kuda-kuda kami hanya diam di kandangnya tidak bergerak, karena itu akan membuat mereka lemah dan tak mampu berlari jauh dan cepat, menikuk, menyerang di medan perang. Maka dari itu kami senantiasa melatihnya dan terus membiasakannya agar hilang kelemahannya dan selalu siap berlari cepat dan taat kepada penunggangnya di waktu peperangan. Dan inilah, demi Allah Swt, yang menjadikan aku bermain polo kuda.”
Pencapaian Militer
Selama masa pemerintahannya, ada beberapa pencapaian militer yang cukup penting yang telah dilakukan oleh Nuruddin Zanki dalam menghadapi Pasukan Salib, antara lain seperti berikut ini:
Pertama, ia ikut memberikan dukungan kepada Damaskus saat terjadinya Perang Salib II (1147-1148). Ketika itu pasukan dari Perancis dan Jerman yang dipimpin oleh Raja Louis VII dan Raja Conrad III bergerak ke Suriah dan Palestina. Sebetulnya Perang Salib kedua ini dipicu oleh jatuhnya Edessa ke tangan pasukan Muslim yang dipimpin oleh Imaduddin Zanki, ayah Nuruddin, pada tahun 1144. Tetapi sesampainya di Palestina, pasukan yang baru datang dengan orang-orang Frank (orang-orang Eropa Barat) yang telah menetap di Palestina bersepakat untuk mengarahkan serangan pada Damaskus.
Pasukan salib kemudian mengepung kota Damaskus yang dipimpin oleh Mu’inuddin Unur. Tetapi kota itu mampu bertahan, dan pada saat yang sama pasukan Nuruddin Zanki dan pasukan Saifuddin Ghazi, kakak Nuruddin, bergerak dari Aleppo dan Mosul menuju ke Damaskus untuk memberikan bantuan. Pasukan salib akhirnya memutuskan untuk mundur dari kota itu. Raja Louis dan Conrad kembali ke negeri mereka masing-masing dengan memendam kekecewaan terhadap orang-orang Frank di Suriah-Palestina yang dianggap telah ikut berperan dalam kegagalan tersebut. Tak lama setelah peristiwa itu, Mu’inuddin dan Nuruddin Zanki berhasil menangkap seorang bangsawan Eropa, Bertrand, yang menyertai Perang Salib II. Bertrand kemudian dibawa ke Aleppo dan ditahan selama dua belas tahun lamanya di kota itu.
Kedua, pada tahun 1149, dalam pertempuran di daerah Inab, pasukan Nuruddin Zanki berhasil mengalahkan pasukan Raymond of Poitiers, pemimpin Antioch, yang ketika itu dibantu oleh sepasukan Assassin. Nuruddin pada awalnya menarik pasukan saat mengetahui pasukan musuh mendekati Inab. Tetapi ia terus mengintai dan memperhatikan gerak-gerik pasukan lawan. Kemudian saat lawan beristirahat di suatu tempat, Nuruddin menempatkan pasukannya di sekelilingnya, sehingga lawan mereka dalam keadaan terkepung saat bangun di pagi hari. Raymond of Poitiers dan pemimpin Assassin yang menyertainya gugur dalam pertempuran itu.
Ketiga, pada tahun berikutnya, 1150, sepasukan Turki Saljuk berhasil menangkap Joscelin, pemimpin wilayah Edessa yang ibukotanya telah dikuasai oleh Nuruddin. Penahanan Joscelin kemudian diambil alih oleh Nuruddin. Joscelin ditahan di Aleppo dan meninggal dunia di penjara sembilan tahun kemudian.
Keempat, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Nuruddin Zanki berhasil menyatukan Damaskus ke dalam wilayah kepemimpinannya pada tahun 1154. Proses penyatuan Damaskus berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 1149, ketika Mu’inuddin Unur wafat. Pengambil-alihan kota ini dilakukan oleh Nuruddin karena penguasa kota ini tidak mau membantunya berjihad dan malah menjalin kerjasama dengan kekuatan salib.
Lamanya proses penguasaan ini disebabkan Nuruddin menghindari terjadinya pertempuran terbuka di antara kedua belah pihak yang sama-sama Muslim. Walaupun Nuruddin berkali-kali membawa pasukannya mendekati Damaskus, tetapi ini dilakukannya sebagai bentuk tekanan politik dan psikologis terhadap pemimpin Damaskus, dan hal itu tidak membawa pada pertempuran yang berarti di antara kedua belah pihak. Nuruddin melakukan langkah-langkah persuasif kepada para ulama dan tokoh-tokoh di Damaskus, sehingga lama kelamaan penguasa kota itu kehilangan dukungan dari rakyatnya sendiri. Akhirnya kota itu berhasil dikuasainya setelah masyarakat Damaskus sendiri yang membuka gerbang kota itu. Dikuasainya Damaskus oleh Nuruddin menandai suatu era baru di Suriah setelah wilayah itu terpecah belah sejak tahun 1090-an.
Kelima, pasukan Nuruddin berhasil menangkap Reynald of Chattilon, pemimpin Antioch selepas wafatnya Raymond of Poitiers, dalam sebuah pertempuran pada tahun 1160. Reynald yang kepemimpinannya banyak menimbulkan masalah itu kemudian diikat dan dibawa ke Aleppo. Ia ditahan selama enam belas tahun di kota itu.
Keenam, atas permintaan Mesir sendiri dan karena adanya ancaman pasukan salib atas negeri itu, Nuruddin mengirimkan tiga kali ekspedisi militer ke Mesir di bawah pimpinan Shirkuh antara tahun 1164 dan 1169. Mesir akhirnya jatuh ke tangan pasukan Nuruddin. Dinasti Fatimiyah yang menguasai wilayah itu kemudian dihapuskan pada tahun 1171, menjadikan Mesir menyatu ke dalam wilayah pimpinan Nuruddin Zanki.
Pada akhir masa kepemimpinannya, wilayah kekuasaan Nuruddin Zanki mencakup wilayah Suriah, Hijaz, Mesir, dan sebagian Irak. Nuruddin berhasil menyatukan wilayah-wilayah itu ke dalam satu pemerintahan dan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai pondasi utama pemerintahannya. Sementara pada saat yang sama, kekuatan salib mulai tidak kompak di antara sesama mereka dalam menghadapi kekuatan Muslim. Apa yang dibangun oleh Nuruddin ini kelak menjadi pondasi yang kokoh bagi pemimpin berikutnya di wilayah-wilayah itu, yaitu Shalahuddin al-Ayyubi, dalam menghadapi pasukan salib dan membebaskan al-Quds.
Bagaimanapun, kekuatan dan prestasi militer hanya salah satu bagian yang penting dari pemerintahan Nuruddin Zanki. Di samping militer, ada hal lain yang membuat kepemimpinan Nuruddin sangat berkesan, yaitu dibangunnya nilai-nilai Islam yang kuat di wilayah itu.
Karakter Islami Pemerintahan Nuruddin
Nuruddin Zanki terkenal sebagai pemimpin yang saleh dan adil. Ibnu al-Athir, seorang sejarawan Muslim, penulis kitab Al-Kamil fi-l-Tarikh, menganggapnya sebagai pemimpin Muslim yang paling adil selepas Umar bin Abdul Aziz.
Nuruddin dikenal sebagai pemimpin yang selalu menjaga shalat berjamaah, shalat malam (Qiyamul Lail), banyak membaca al-Qur’an, dan berpuasa. Ia memiliki ilmu agama yang mendalam, sangat dekat dengan para ulama, dan ikut meriwayatkan hadits bersama mereka.
Keadilan dan penegakkan syariah merupakan hal yang sangat menonjol dalam pemerintahannya. Ia mendorong dilangsungkannya majelis-majelis ilmu, mendirikan madrasah-madrasah, serta memberikan berbagai wakaf untuk keperluan agama dan masyarakat.
Di antara sumbangan pentingnya bagi kemaslahatan orang ramai adalah pendirian rumah sakit yang dikenal sebagai maristan. Berikut ini ada beberapa karakteristik penting yang dimiliki oleh Nuruddin dan pemerintahannya.*/bersambung
Penulis adalah penulis buku "Nuruddin Zanki dan Perang Salib" kolumnis hidayatullah.com, kini sedang mengambil program doktoral bidang sejarah di Universiti Islam Antarabangsa, Malaysia
Red: Cholis Akba
Dalam sejarah Perang Salib, kaum Muslimin sangat mengenal sosok pejuang Salahuddin al-Ayubi dibanding Nuruddin Mahmud Zanki. Namanya tak setenar Salahuddin, sang pembebas kota Yerussalem dari kekuasan pasukan Salib (selanjutnya dibaca salib). Meski demikian, Nuruddin-lah yang pertama kali menggelorakan semangat perjuangan itu.
Ia lahir hari Ahad 17 Syawal 511 H (Februari 1118 M), 20 tahun pasca jatuhnya al-Quds ke tangan pasukan Salib. Perawakannya tinggi, tampan dengan kulit agak kehitaman dan sedikit berjenggot. Ayahnya, Imanuddin Zanki, adalah penguasa Mosul dan Irak, sekaligus mujahid yang tangguh.
Nuruddin mewarisi tampuk kepemimpinan ayahnya yang syahid di medan jihad pada 5 Rabiul Awal 541 H. Dua misi besar yang diperjuangkan Nuruddin yakni menyatukan umat Islam dan membebaskan negeri-negeri Islam dari jajahan pasukan Salib. Ia memimpin perang dengan keberanian dan tawakal yang tinggi kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala (SWT).
Seorang ulama Qutbuddin Annisaburi begitu khawatir akan keberanian Nuruddin. “Demi Allah, jangan gadaikan nyawamu dan Islam. Jika Anda gugur dalam peperangan, maka tidak seorang pun kaum Muslimin yang tersisa pasti akan terpenggal oleh pedang,” ujar Qutbuddin.
Maka ia pun menjawab, “Siapa Nuruddin itu, sehingga ia dikatakan demikian? Mudah-mudahan karena (kematian) ku, Allah memelihara negeri ini dan Islam. Itulah Allah yang tiada Tuhan yang berhak disembah dengan hak melainkan Dia.”
Nuruddin adalah pemimpin yang selalu optimis. Pembebasan Baitul Maqdis di Yerusalem dari genggaman pasukan Salib adalah hal yang paling didambakannya.
Hingga tahun 569 H/1173 M, kerja keras Nuruddin untuk menyatukan kekuatan umat Islam yang terkotak-kotak dalam kerajaan-kerajaan kecil mencapai puncaknya. Berbagai pertempuran dahsyat antara umat Islam yang dipimpinnya dengan pasukan Salib kerap terjadi. Berbagai serangan yang dilakukannya berhasil melemahkan pasukan Salib hingga terpecah belah. Walhasil, sekitar 50 kota dan benteng yang sebelumnya dikuasai pasukan Salib berhasil direbut.
Pada 570 H/1174 M, kekuatan Islam telah terbentang dari Iraq ke Syria, Mesir, hingga Yaman. Saat yang dinanti-nanti untuk merebut Baitul Maqdis pun kian dekat. Namun takdir Allah SWT berkata lain. Nuruddin meniggal akibat penyakit penyempitan tenggorakan. Kepemimpinan kemudian dipikul muridnya, Shalahuddin al-Ayyubi.
Pemimpin yang Adil
“Sungguh ia telah menutupi bumi dengan biografinya yang indah dan keadilannya. Aku telah membaca biografi para raja, namun aku tidak melihat, sesudah Khulafa'ur Rasyidin dan Umar bin Abdul Aziz, yang lebih baik daripada biografinya dan tidak ada yang lebih memperhatikan keadilan daripadanya,” demikian komentar Ibnu Katsir terhadap Nuruddin Mahmud Zanki.
Ibnu Katsir melanjutkan, ia tidak pernah membiarkan pungutan (pajak) dan membebaskan kesulitan dalam negerinya sekuat tenaga. “Ia juga sangat mengagungkan syariat dan memperhatikan hukum-hukum syariat tersebut,” tandas Ibnu Katsir.
Ia juga membangun forum keadilan (
Dar Al-'Adl) di negerinya. Ia duduk bersama hakim di sana untuk melayani orang yang dizhalimi, sekalipun ia seorang Yahudi, dari orang yang berbuat zhalim, sekalipun ia putranya atau menterinya yang paling berpengaruh.
Pakar sejarah, Imam Adz-Dzahabi berkata, “Penguasa Syam, seorang raja yang adil, dialah Nuruddin.” Ia juga berkata, "Adalah Nuruddin pembawa dua panji: keadilan dan jihad. Jarang sekali mata melihat orang sepertinya.”
Shalih dan Takwa
Nuruddin Mahmud Zanki dan istrinya, Ashamat ad-Din Khatun binti al-Atabik, adalah pasangan yang gemar shalat malam. Ia juga senantiasa menjaga shalat berjamaah. Ibnu Katsir mengakuinya, “Nuruddin itu kecanduan shalat malam, banyak berpuasa dan berjihad dengan akidah yang benar.”
Selain itu Nuruddin juga dikenal sebagai pribadi yang zuhud terhadap dunia. Begitu zuhudnya, hingga konsumsi orang paling miskin pada zaman itu masih lebih tinggi dari konsumsi yang ia makan setiap hari. Tanpa simpanan dan tidak pula menentukan dunia untuk dirinya sendiri.
Ketika isterinya mengeluhkan beratnya penderitaan dan kesusahan hidup, Nuruddin memberinya tiga toko pribadi di kota Homs. Lalu dia berkata, “Itu semua yang aku miliki. Dan jangan berharap kepadaku untuk meletakkan jariku pada uang umat yang diamanatkan kepadaku. Aku tidak akan mengkhianatinya. Dan, aku tidak mau menceburkan diri dalam siksa Allah hanya karenamu.”
Sabth bin al-Jauzi berkata, “Ia memiliki beberapa pohon kurma. Ia memintal benang dan membuat manisan, lalu menjualnya secara sembunyi-sembunyi dan memakan dari hasil penjualannya."
Cerdas dan Berwawasan
Ibnu Katsir berkata, “Nuruddin sosok yang pintar, cerdas dan sangat melek akan situasi kontemporer”. Imam adz-Dzahabi juga berkata, “Nuruddin baik tulisannya, banyak membaca, shalat berjamaah, berpuasa, membaca al-Qur’an, bertasbih, hati-hati dalam makanan, menjauhi dosa-dosa besar, meniru-niru para ulama dan orang-orang pilihan.”
Ia mengarang buku tentang konsep jihad. Ia adalah pengikut mazhab Hanafi yang menadapat izin untuk meriwayatkan Hadits-Hadits. Di dalam majelisnya
tidak dibicarakan hal-hal kecuali ilmu, agama, dan berkonsultasi tentang jihad. Belum pernah didengar darinya kalimat keji, dalam kondisi marah atau ceria. Ia benar-benar seorang pendiam.
Dialah mujahid yang paling ditakuti, tapi lembut dan penyayang. (dikutib dari majalah Hidayatullah/surya Fahrizal)