Menghayati Keindahan Islam
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Kamis, 11 Desember 2014 . in Dosen . 10391 views

Banyak orang, terutama kaum muslimin, mengatakan bahwa Islam itu indah. Tentu saja, keindahan itu bersifat subyektif dan dirasakan dari sudut yang berbeda-beda. Hal demikian itu wajar, oleh karena ajaran Islam sedemikian luas, seluas kehidupan itu sendiri.

Pada tulisan ini, saya ingin mengungkapkan bahwa keindahan itu tatkala mendengarkan hadits nabi yang mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain. Khoirunnas anfauhum linnas. Hadis ini menyatakan bahwa kebaikan seseorang, bukan dilihat dari jabatannya, kekayaannya, pangkatnya, asal usul keturunannya, dan sejenisnya, melainkan dari seberapa banyak memberi manfaat kepada orang lain.

Semua orang mestinya ingin menjadi yang terbaik. Sedangkan kebaikan itu ukurannya, menurut hadits nabi tersebut, sudah jelas sekali. Maka, siapapun yang ingin menjadi orang terbaik, maka harus berusaha memberi manfaat terhadap orang lain. Mereka yang kaya harta, maka manfaat itu bisa diberikan melalui hartanya. Bagi orang yang kaya ilmu, maka dengan ilmunya, seorang pejabat akan memberi manfaat lewat pelayanannya yang terbaik, dan seterusnya.

Manusia selalu berkelompok, berserikat, berorganisasi, dan bahkan dalam skala besar organisasi itu berupa negara. Mengikuti hadit nabi tersebut, maka seharusnya, manusia yang berkelompok dan atau berorganisasi itu, tidak saja berjuang agar organisasinya sendiri menjadi semakin maju, melainkan agar menjadi yang terbaik, maka harus berusaha untuk memajukan organisasi lainnya.

Sebagai contoh kongkrit, di Indonesia terdapat banyak organisasi sosial keagamaan, misalnya NU, Muhammadiyah, al Wasliyah, Tarbiyah Islamiyah, Jam'iyah Islamiyah, dan lain-lain. Muhammadiyah agar disebut sebagai organisasi terbaik, maka seharusnya ia tidak saja berjuang untuk membesarkan organisasinya, melainkan juga berusaha memberi manfaat bagi organisasi sosial keagamaan lainnya, seperti NU, Tarbiyah Islamiyah, al Wasliyah, Jam'iyah Islamiyah, dan lain-lain.

Demikian pula, agar NU meraih predikat sebagai organisasi terbaik, maka seharusnya memiliki tradisi, yaitu selalu ikut membesarkan Muhammadiyah, Tarbiyah Islamiyah, Persis, dan lain-lain itu. Bahkan jika terdapat sebuah desa, di mana Muhammadiyahnya maju dan berkembang pesat, maka orang akan mengatakan bahwa, kemajuan itu oleh karena di desa dimaksud terdapat NU yang tidak saja memikirkan organisasinya sendiri, tetapi juga memikirkan Muhammadiyah, dan organisasi sosial lainnya.

Hal yang tidak dibolehkan dan bahkan dianggap berperadaban rendah, adalah manakala antar organisasi sosial keagamaan saling berkompetisi secara tidak sehat dan bahkan saling menjatuhkan. Misalnya saja, dalam suatu desa, semua kegiatan tahlil, diba'an, istighozah dan lain-lain menjadi tidak berjalan lagi, dan orang kemudian mengatakan bahwa, hilangnya tradisi keagamaan itu oleh karena keberhasilan dakwah Muhammadiyah, maka organisasi Islam modern itu bukan menjadi yang terbaik. Sebab, organisasi ini tidak memberi manfaat bagi organisasi lainnya. Dan, begitu pula sebaliknya.

Maka, betapa indahnya Islam, manakala hadits nabi yang mengataan bahwa : 'khoirunnas anfa'uhun linnas' berhasil diimplementasikan secara bersama-sama. Tentu tidak sebatas oleh organisasi sosial keagamaan sebagaimana dicontohkan di muka, melainkan misalnya juga antar perguruan tinggi, antar sekolah, antar kelompok usaha ekonomi, antar organisasi olah raga, hingga RW maupun RT di setiap daerah. Maka, dengan terimplementasikannya ajaran itu, maka kehidupan ini menjadi sangat indah. Islam menjadi benar-benar hadir sebagai solusi terhadap persoalan sosial yang terjadi pada setiap saat.

Namun sayangnya, hadits nabi yang indah itu, baru terdengar lewat khotbah, pengajian, ceramah, dan sejenisnya. Sementara itu, dalam praktek kehidupan sehari-hari masih belum tampak dan berhasil dirasakan. Yang terjadi justru sebaliknya. Antar kelompok, organisasi, etnis, dan lain-lain, masih sering tampak berkompetisi, saling mendominasi, dan bahkan tidak jarang juga saling menghambat dan bahkan mengganggu. Manakala hal yang terakhir ini yang justru terjadi, maka keindahan Islam hanya tampak bagaikan fatamorgana, yaitu indah didengar, tetapi sulit dicari bukti atau kenyataannya. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up