Muaddimah
Berdasar road map (2005-2030), tahun 2011-2020 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang memasuki tahap Regional Recognition and Reputation. Tahap ini dimulai dengan program-program akademik yang bereputasi dan memilki pengakuan di Negara-negara ASEAN.
Dua Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Indonesia, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah ditunjuk oleh Menteri Agama, Suryadharma Ali untuk mempersiapkan diri menjadi PTAIN kelas dunia (world class university). Penunjukan Menteri kepada dua PTAIN ini tentu bukan tidak beralasan, namun didasarkan pada pertimbangan dan musyawarah dengan berbagai pihak dan pertimbangan prestasi yang diraih oleh kedua UIN selama ini.
Tentu, bagi kedua PTAIN yang mendapatkan kepercayaan Pemerintah ini juga tidak sekadar bangga dan senang, namun ini merupakan tantangan dan sekaligus ujian yang harus dihadapi secara serius. Sebab, menjadi Perguruan Tinggi yang masuk dalam kategori World Class University menuntut persyaratan yang maksimal dan komperehensif, mencakup berbagai aspek. Hal ini tentu membutuhkan kerja keras dan profesional dari sivitas akademikanya. Namun, jika PTAIN sudah dapat masuk dalam peta dunia, atau daftar World Class University, maka ini merupakan sejarah baru bagi bangkitnya dunia pendidikan Islam. Tentu, ini bukan harapan sekelompok umat Islam Indonesia saja, namun seluruh umat Islam di dunia.
Sebagaimana yang dirilis Reuters (www.huffingtonpost.com/2013/10/12/best-universities-in-the-world_n_4032309.html), bahwa saat ini universitas-universitas di Asia telah dapat bersaing dengan 50 universitas-universitas terkemuka di Barat, termasuk Inggris dan Amerika Serikat. Universitas di Jepang, Korea Selatan, China dan Singapura umumnya naik dalam indeks tahunan yang berpotensi menggeser prestasi Barat.
Selama ini peringkat Universitas Dunia masih didominasi oleh Amerika Serikat dan Inggris, yang bersama-sama memegang top ranking 13. Amerika Serikat memiliki 77 top ranking 200 dan California Institute of Technology (Caltech) mengambil posisi teratas untuk tahun kedua berturut-turut. Sementara itu banyak univervitas di Eropa mengalami penurunan. Tahun ini hanya universitas di Swedia, Denmark dan Norwegia yang mengalami peningkatkan.
Peringkat yang disusun menggunakan data dari Thomson Reuters mempertimbangkan reputasi lembaga di kalangan akademisi, rasio staf, jumlah mahasiswa dan dana penelitian yang berasal dari industri. Proporsi terbesar dari ranking universitas ketiga berasal dari seberapa sering perguruan tinggi tersebut memiliki penelitian yang dikutip oleh akademisi luar.
Reasoning WCU
Ada pertanyaan yang muncul dalam konteks rencana UIN masuk dalam World Class University ini: apakah jika UIN masuk World Class University (WCU) tidak akan menghilangkan karakteristik dan nilai-nilai Islam-nya, alias sekuler? Pertanyaan ini lumrah dan bisa dimaklumi, sebab selama ini segala sesuatu yang berbau Barat selalu dipertanyakan atau dikonotasikan negatif, atau paling tidak harus dicurigai, begitu kira-kira. Ya, pertanyaan yang serupa juga terjadi di saat STAIN atau IAIN mau berubah menjadi UIN, ada semacam kekhawatiran dengan segala sesuatu yang berubah.
Pengakuan standar internasional bagi sebuah institusi diukur dengan menggunakan parameter kemajuan dan prestasi yang dimiliki oleh institusi itu sendiri. Bagi perguruan tinggi, parameter itu meliputi: SDM, (mahasiswa dan dosen), riset yang dikembangkan, lulusan yang dibutuhkan oleh pasar, karya ilmiah yang dipublikasikan dan bermanfaat untuk kepentingan umat, dan sejumlah prestasi akademik lain. Untuk mencapai ke arah itu diperlukan tradisi dan nilai-nilai yang perlu dikembangkan, seperti nilai disiplin, etos kerja yang tinggi, trampil, komitmen, objektif, mencintai ilmu dan seterusnya.
Jika kriteria dan nilai-nilai di atas yang digunakan, maka sesungguhnya peluang untuk mencapai ke sana tidak terlalu sulit, sebab nilai-nilai di atas sudah inherent dalam doktrin ajaran Islam yang mesti diamalkan. Bahkan, budaya mutu itu sendiri sudah ditekankan sejak awal, bahwa orang Islam mesti melakukan pekerjaan yang terbaik, berkualitas (ahsanu ‘amala) dan bermanfaat untuk arang lain (anfa’uhum li al-nas).
Menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sebagian kalangan akan kekhawatiran lunturnya nilai-nilai Islam setelah menjadi WCU, justru sebaliknya, bahwa nilai-nilai keislaman akan terlihat nyata di ruang publik jika dapat meraih kategori international class. Selain itu, ilmu yang dikembangkan di UIN Maliki Malang mengikuti paradigma teo-antroposentris yang memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan universal dan berbasis pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Prinsipnya, tetap memelihara tradisi (turas) masa lalu yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik (al-muhafadat ala ‘l-Qadim as-Salih wa ‘l-akhzu bi ‘l-Jadid al-Aslah).
Indonesia merupakan negara yang menempati posisi terbesar jumlah penduduk muslimnya. Tetapi potensi mayoritas muslim tersebut belum menjamin peran sosialnya. Hal ini tentu terkait dengan soal pendidikan. Apakah pendidikan yang dikembangkan oleh umat Islam sudah memenuhi fungsi dan sasarannya? Karena itu, seperti yang diungkap oleh Kuntowijoyo (l994:350), bahwa pendidikan tinggi Islam saat ini --sebagaimana pendidikan tinggi lainnya-- secara empirik belum mempunyai kekuatan yang berarti karena pengaruhnya masih kalah dengan kekuatan-kekuatan bisnis maupun politik. Disinyalir, bahwa pusat-pusat kebudayaan sekarang ini bukan berada di dunia akademis, melainkan di dunia bisnis dan politik. Dalam setting seperti ini lembaga pendidikan tinggi Islam terancam oleh subordinasi. Karena, hingga saat ini masih ditengarai bahwa sistem pendidikan Islam belum mampu menghadapi perubahan dan menjadi counter ideas terhadap globalisasi kebudayaan.
Menjadi perguruan tinggi yang masuk kategori world class tentu akan menepis anggapan di atas dan merupakan jawaban kongkret terhadap pertanyaan itu. Secara konseptual sebetulnya bagi orang Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan hal yang baru --apalagi asing-- melainkan merupakan bagian yang paling dasar dari kemaujudan dan pandangan dunianya (world-view). Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika ilmu memiliki arti yang sedemikian penting bagi kaum muslimin pada masa awalnya, sehingga tidak terhitung banyaknya pemikir Islam yang larut dalam upaya mengungkap konsep ini. Konseptualisasi ilmu yang mereka lakukan nampak dalam upaya mendefinisikan ilmu yang tiada habis-habisnya, dengan kepercayaan bahwa ilmu tak lebih dari perwujudan "memahami tanda-tanda kekuasaan Tuhan", seperti juga membangun sebuah peradaban yang membutuhkan suatu pencarian pengetahuan yang komperehensif.
Dunia pendidikan tinggi Islam saat ini harus mampu menjawab dua persoalan penting: golobalisasi dan kompetisi. Bahwa globalisasi merupakan realitas yang tidak dapat dihindari, dan dalam kondisi seperti ini terjadi kehidupan yang sangat kompetitif, jika tidak mampu berkompetisi maka akan tertinggal dengan sendirinya. Oleh sebab itu penguasaan IPTEK mutlak diperlukan. Namun di sisi lain, kemajuan IPTEK itu sendiri jika tidak diimbangi oleh kekuatan iman dan moral, akan membawa madharat besar bagi kehidupan di muka bumi ini. Kehadiran pendidikan tinggi agama Islam dalam kancah World Class di sini kemudian menjadi penting dan berarti bagi membawa kemajuan dunia dengan tetap memperhatikan nilai-nilai etisnya, semoga.