Sebenarnya semua orang sependapat bahwa manusia memiliki dua dimensi, yaitu dimensi fisik dan dimensi non fisik. Keberadaan duanya harus diperhatikan. Tanpa fisik, tidak akan disebut manusia. Demikkian pula tanpa non fisik, atau apa yang disebut dengan istilah batin, ruhani, jiwa, atau ruh, manusia tidak hidup. Tatkala nyawa seseorang telah dicabut dari badan atau raganya, maka disebut mayat, atau mati.
Aspek lahir maupun aspek batin, keduanya berpengaruh pada perilaku sehari-hari. Agar menjadi terampil misalnya, maka anggota badan, seperti tangan, kaki, mata, telinga, mulut, kaki, dan lain-lain perlu dilatih secara terus menerus. Seseorang yang pekerjaannya sehari-hari memasukkan benang ke lobang jarum, sekalipun sudah berusia lanjut, mampu menyelesaikannya dengan cepat. Demikian pula, seseorang yang sehari-hari bermain sepak bola, maka ia akan bisa menendang bola dengan baik.
Demikian pula, aspek batin juga perlu dilatih dan dijaga. Manusia selalu mendapatkan bisikan setan dan juga diganggu oleh jin. Seorang menjadi bakhil, dengki, iri hati, suka bermusuhan, mengadu domba, pemarah, berbohong dan lain-lain adalah merupakan bisikan setan. Demikian pula, manusia juga berpotensi melakukan penyimpangan, misalnya korupsi, mencuri, membunuh, dan lain-lain, adalah merupakan ajakan jin melalui hati manusia. Kekuatan yang bersumber dari dalam diri manusia itu disebut nafsu dan harus selalu dikendalikan agar tidak berkembang hingga melahirkan perbuatan jahat.
Selain bernafsu negatif, manusia juga memiliki nafsu yang bersifat positif, seperti di antaranya, yaitu ikhlas, sabar, bersyukur, kasih sayang, peduli dengan orang lain, dan seterusnya. Nafsu dimaksud seharusnya dihidupkan dan kembangkan secara terus menerus. Manakala nafsu berbuat baik tersebut dirawat atau dipelihara, maka seseorang akan berperilaku baik atau terpuji. Manusia seperti itu dikatakan oleh al Qur'an sebagai orang yang beruntung, yakni orang yang berhasil menjaga kesucian jiwanya.
Aspek terdalam pada diri manusia itu sebenarnya justru menjadi kekuatan penentu. Seseorang digerakkan dari kekuatan dimaksud. Sedangkan aspek lahir, yakni berupa jasmani, hanya merupakan manifestasi dari kehendak batinnya. Memang, keduanya harus berjalan bersama-sama. Tatkala keduanya tidak berjalan searah, maka disebut munafik. Antara yang diucapkan tidak sama dengan yang dilakukan sehari-hari. Sebagai contoh sederhana, seseorang sehari-hari menunjukkan kebenciannya terhadap perilaku korupsi, tetapi ketika tidak ada yang mengawasi, ia justru yang paling besar korupsinya.
Melihat perilaku batin seseorang tidak mudah. Oleh karena itu, umumnya orang hanya melihat aspek yang tampak atau yang bersifat dhahir saja. Tentu cara demikian itu sebenarnya amat tidak cukup dan bahkan menyesatkan. SEbuah laporan kegiatan misalnya, telah dianggap baik. Padahal kegiatan dimaksud sebenarnya hanya dijalankan secara asal-asalan. Apa yang terjadi sebenarnya tidak sesuai dengan laporan itu.
Banyak kejadian yang merugikan, baik terhadap pribadi, organisasi dan bahkan pemerintah oleh karena laporan yang hanya mengandalkan aspek yang bersifat lahir itu. Islam memberi tuntunan bahwa dalam melihat sesuatu agar dilakukan secara utuh, yakni aspek lahir dan batin sekaligus. Niat sebagai aspek batin supaya dilakukan secara benar. Bahkan disebutkan bahwa semua perbuatan adalah tergantung pada niatnya. Jika niatnya baik, maka akan membuahkan hasil yang baik. Sebaliknya, jika niatnya buruk, sekalipun tampak baik, maka akan menghasilkan keburukan pula. Oleh karena itulah perbuatan tergantung pada niatnya.
Perbuatan yang hanya dilihat dari aspek lahirnya bisa menghasilkan kesimpulan yang keliru. Oleh karena itu, dalam melihat perilaku seseorang, maka aspek batin, jiwa, atau nurani harus diikut-sertakan. Melihat perilaku yang hanya pada aspek lahirnya akan menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Seringkali kita mendengarkan kejadian bahwa laporan pertanggung-jawaban kegiatan sudah dibuat sedemikian bagus, tetapi ternyata penyimpangannya juga besar. Laporan dimaksud hanya merekam aspek lahirnya dan mengabaikan aspek batinnya. Islam memberikan tuntunan bahwa, agar tidak keliru, maka kegiatan manusia harus dilihat secara utuh, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Wallahu a'lam.