Seminggu setelah mengikuti kegiatan Jam'iyyatul Islamiyah di Medan, saya diundang pada kegiatan yang sama, di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof. Dr. Ir. Sunyoto mengundang dr. Aswin Rose Yusuf, selaku Pembina Jam'iyyatul Islamiyah, untuk berbicara di hadapan para Guru besar UGM membahas tentang Al Qur'an dan Ilmu Pengetahuan. Atas undangan dimaksud saya hadir pada kegiatan tersebut.
Sebanyak tiga kali mengikuti kegiatan seminar yang diselenggarakan oleh organisasi keagamaan yang baru saja saya mengenalnya tersebut, saya semakin memperoleh pemahaman tentang cara memahami al Qur'an dan hadits Nabi yang selama ini saya cari-cari. Pada setiap kegiatan seminar dimaksud, yang saya merasa lebih tepat menyebut kegiatan itu dengan istilah kajian al Qur'an dan Hadits bersama dr.H. Aswin Rose Yusuf, saya memperoleh berbagai konsep dan secara langung dijelaskan dengan merujuk pada al Qur'an dan hadits Nabi.
Dalam kajian itu, Pembina Jam'iyyatul Islamiyah rupanya sengaja tidak menyampaikan pendapat atau gagasannya sendiri. Jawaban atas persoalan yang dibahas, oleh beliau ditunjukkan jawabannya pada al Qur'an dan atau Hadits Nabi. Dr.H Aswin Rose Yusuf, sekalipun seorang dokter dan tidak pernah belajar di pesantren dan juga di perguruan tinggi Islam, ternyata dengan lincahnya mampu menunjukkan ayat-ayat al Qur'an sebagai jawabannya. Terasa sekali, beliau sangat menguasai isi al Qur'an dan Hadits Nabi.
Berbagai pertanyaan yang diajukan secara mendadak sekalipun, berhasil dijawab dengan jelas. Jawaban-jawaban yang diberikan itu terasa khas dan tidak jarang berperspektif baru, namun terasa lebih tepat dan masuk akal. Rupanya beliau sangat berhati-hati dalam berpendapat. Sepanjang jawaban tentang sesuatu hal telah tersedia di dalam al Qur'an maupun Hadits Nabi, maka ahli bedah jantung tersebut tidak mengajukan jawaban selainnya. Cara tersebut lebih dipilih dengan alasan bahwa, ketika beliau menyampaikan gagasannya sendiri, maka orang lain juga akan mengajukan gagasannya yang mungkin saja berbeda, dan demikian pula orang yang berbeda lainnya.
Saling berlomba gagasan atau pendapat mungkin ada untungnya, tetapi juga akan menjadi semakin rumit untuk menyatukannya. Pada kenyataannya, menyatukan gagasan yang berbeda-beda itu lebih sulit dibanding menjalankan gagasannya itu sendiri. Sebagai akibatnya, dengan banyaknya gagasan atau pendapat itu, maka dikhawatirkan umat Islam hanya sibuk memperdebatkan gagasan, dan bukan menjalankan perintah, peringatan, petunjuk al Qur'an dan Hadits Nabi. Selain itu, semakin banyak pendapat, maka umat Islam akan berpecah belah yang diakibatkan oleh banyaknya gagasan atau pendapat yang berbeda-beda sebagaimana dimaksudkan itu.
Pada kesempatan mengikuti kajian al Qur'an dan Hadits Nabi yang diselenggarakan oleh Ketua Dewan Guru Besar UGM, saya yang sebelumnya ditunjuk sebagai Ketua Dewan Penasehat, ----sekalipun baru seminggu, ternyata jabatan itu diubah lagi, yaitu menjadi Ketua Umum Jam'iyyatul Islamiyah. Sebelumnya, jabatan itu dipegang oleh Prof. Dr. Azhar Arsyad, mantan Rektor UIN Alauddin, Makassar. Dalam organisasi keagamaan ini, jabatan ternyata sama sekali tidak pernah diperebutkan. Siapa saja yang dipandang pantas dan atau layak memimpin, maka sewaktu-waktu bisa ditunjuk. Hal yang menarik lagi, penunjukkan itu asalkan dilakukan oleh Pembina, maka pengurus atau anggota lainnya akan mengikutinya.
Sebagai orang baru yang belum banyak mengerti tentang Jam'iyyatul Islamiyah tentu merasa kaget. Akan tetapi, segera diberikan penjelasan bahwa, di organisasi ini terbiasa dilakukan pergantian pengurus secara mendadak. Pergantian pengurus pada Jam'iyyatul Islamiyah sama sekali tidak menimbulkan gejolak, rasa sedih, kecewa, atau lainnya. Pada organisasi keagamaan ini dikembangkan suasana ikhlas, sabar, saling mempercayai, semuanya diajak berlomba untuk menjalankan kebaikan, menjaga atau merawat hati, menjauhkan diri masing-masing dari sepuluh akhlak buruk, dan sejenisnya. Menunjukkan sifat negatif, tidak ikhlas misalnya, akan merasa malu sendiri.
Setelah penunjukan sebagai ketua umum Jam'iyyatul Islamiyah, ternyata tidak ada orang yang memberikan ucapan selamat. Memang, setelah mendengarkan keputusan tersebut, wajah para anggota organisasi ini, menunjukkan suasana haru. Akan tetapi, jabatan sebagai pengurus, bahkan sebagai Ketua Umum sekalipun, rupanya bukan dianggap sebagai sesuatu yang berlebih. Jabatan selalu dikaitkan dengan amanah. Di lingkungan Jam'iyyatul Islamiyah terasa tidak ada strata sosial yang mendasarkan pada jabatan seseorang dalam organisasi. Strata yang sebenarnya adalah akan dilihat dari sejauh mana seseorang berhasil menjaga hatinya masing-masing. Orang yang paling bertaqwa itulah yang dianggap berstrata tinggi atau paling mulia di antara sesama, dan bukan seseorang yang diberi amanah memimpin organisasi. Wallahu a'lam