Akhir-akhir ini pesantren semakin menyadari betapa pentingnya berpikir tentang ekonomi. Berbicara pesantren selama ini lebih pada persoalan spiritual dan akhlak. Pesantren berbicara politik, sosial atau lainnya, ketika hal tersebut sudah nyata-nyata mengganggu dan harus harus diatasi. Sebaliknya, tatkala keadaan masih aman, maka pesantren berada pada habitatnya, yaitu mengajarkan agama dengan kitab kuningnya.
Dahulu ketika ekonomi belum semodern sekarang ini, para kyai pengasuh pesantren pada umumnya, telah menguasai sumber-sumber ekonomi. Banyak di antara mereka memiliki tanah pekarangan yang luas, sawah, tambak, empang, ternak, dan lain-lain. Bermodalkan kekayaannya itu, para kyai mendirikan pesantren dan bahkan sudah menjadi kebiasaan, para santri yang belajar di pesantren, hidupnya ditanggung oleh kyainya.
Berbagai usaha ekonomi tersebut pada waktu itu sekalipun dijalankan secara alamiah sudah mendapatkan keuntungan. Tanpa berbekalkan pengetahuan yang rumit, semua kegiatan ekonomi dapat dijalankan. Sekedar bertani, berternak, hingga berdagang sekalipun tidak memerlukan bekal ilmu yang harus dipelajari. Berbekalkan pengalaman saja sudah cukup. Pada zaman itu, bagi siapapun asalkan mau, tidak terkecuali para kyai dapat bertani, beternak, berdagang, dan lain-lain.
Kehidupan ternyata berubah, apalagi di dunia modern, perubahan itu semakin cepat. Memasuki dunia modern, semua lapangan kehidupan tidak mungkin dijalankan secara sembarangan, atau secara alamiah. Ilmu dan bahkan juga teknologi harus disertakan dalam semua aspek kehidupan. Pada saat sekarang ini, apa saja yang dijalankan hanya dengan pendekatan tradisional atau alamiah, pasti akan kalah bersaing dan bahkan segera mati. Demikian pula kegiatan ekonomi, baik dalam bertani, beternak, berdagang, dan apa saja lainnya.
Oleh karena persaingan yang tidak mungkin dihindari, usaha di bidang ekonomi tidak saja memerlukan ilmu dan teknologi, tetapi juga harus dilakukan dengan taktik dan strategi yang tepat. Persaingan atau kompetisi yang semakin tajam menjadikan kegiatan ekonomi tidak mungkin dijalankan dengan lugu dan atau apa adanya. Siapapun yang lemah, mereka akan kalah, dan begitu pula sebaliknya.
Menghadapi persoalan kompetisi tersebut, pesantrern juga menghadapi tantangan yang tidak mudah. Mau tidak mau, pesantren harus belajar berkompetisi, dan juga mengembangkan ilmu dan teknologi. Jika semua itu diabaikan, maka pesantren dalam mengembangkan ekonomi akan kalah dan harus mau menerima keadaan apa adanya. Oleh karena itu, jika pesantren tetap berkehendak menempati posisinya semula, yakni memimpin berbagai lapangan kehidupan sebagaimana dahulu yang pernah dialaminya, maka harus melakukan perubahan sebagaimana tuntutan zamannya.
Sebenarnya pada akhir-akhir ini, pesantren mulai bangkit. Tidak sedikit kyai yang mulai mengembangkan usaha ekonomi di bidang perdagangan, pertanian, peternakan dan lain-lain dan dikembangkan secara modern. Namun sesuatu yang perlu dicatatg bahwa dalam menjalankan apa saja, ---tidak terkecuali di bidang ekonomi, pesantren selalu terikat dengan prinsip-prinsip yang tidak mungkin dilanggar. Dalam mendapatkan harta, pesantren selalu selektif, yaitu akan selalu memilih yang halal, baik, dan bahkan membawa berkah. Pesantren dalam mengembangkan ekonomi pasti menghindari hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Wallahu a'lam