Dibanding dua puluh tahun yang lalu, wajah perguruan tinggi Islam atau PTKIN sekarang ini sudah berubah. Dulu perguruan tinggi Islam Negeri pada umumnya tampak memprihatinkan. Bangunan gedungnya dan berbagai fasilitas lainnya sangat sederhana. Keadaan itu sama sekali tidak menggambarkan sebagai sebuah perguruan tinggi. Mulai dari ruang kuliah, perkantoran, dan fasilitas lainnya, selain sederhana, masih ditambah kurang terawat sebagaimana mestinya.
Prof. Azyumardi Azra, sebagai Rektor IAIN, sekarang menjadi UIN Jakarta, pada waktu itu menyebut kampusnya mirip dengan kandang ayam. Sebutan tersebut terasa berlebihan, tetapi jika dibandingkan dengan keadaan fasilitas perguruan tinggi negeri lain pada umumnya memang amat tertinggal. Keadaan yang memprihatinkan itu tentu juga dialami oleh perguruan tinggi Islam di berbagai kota lainnya, dan bahkan mereka lebih parah lagi.
Bangunan kamnpus STAIN Malang, sebelum berubah menjadi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dikenal bagaikan SD Impres. Sebutan itu menggambarkan betapa sederhana fasilitas yang dimiliki oleh perguruan tinggi ini. Hampir-hampir tidak ada yang dapat dibanggakan. Keadaannya serba sederhana dan bahkan tidak mencukupi. Tidak saja bangunan gedungnya yang sederhana, tetapi juga fasilitas lain, seperti meja dan kursi, baik untuk kantor maupun untuk perkuliahan.
Pada saat awal memimpin STAIN Malang, saya tertolong oleh adanya bank yang bangkrut dan kemudian fasilitas kantornya dilelang. Berbagai fasilitas kantor bank dimaksud, seperti meja, kursi, almari, dan lain-lain masih tampak bagus. Kebetulan, penawaran yang saya ajukan berhasil memenangkan lelang itu, sehingga saya dapatkan fasilitas kantor yang cukup bagus dalam jumlah yang cukup banyak. Sejak itu, STAIN Malang memiliki fasilitas kantor yang bagus, sekalipun sebenarnya hanya merupakan barang bekas.
Namun sejak beberapa tahun terakhir, adanya perhatian pemerintah yang semakin tinggi, wajah perguruan tinggi Islam menjadi berubah. Bangunan gedung dan fasilitas lainnya sudah tidak jauh berbeda dengan bangunan gedung perguruan tinggi negeri pada umumnya. UIN Jakarta, Yogya, Surabaya, Malang, dan lain-lain sudah tampak megah. Bahkan juga yang dimiliki oleh hampir semua perguruan tinggi Islam di seluruh Indonesika, semuanya tampak lumayan bagus, sehingga tidak ada lagi warganya yang mengeluh hanya karena keadaan gedung dan fasilitas lainnya.
Keadaan yang semakin baik tersebut tidak saja menyangkut bangunan fisiknya, tetapi juga menyangkut sumber daya manusianya. Dahulu, selain jumlahnya terbatas, para dosennya tidak banyak yang berlatar belakang pendidikan S2 dan apalagi S3. Sekarang ini, pada umumnya sudah berlatar belakang S2 dan bahkan tidak sedikit yang S3. Dulu dosen yang bergelar Doktor amat sedikit dan terkesan mahal, namun sekarang justru sebaliknya, hanya sebagian kecil saja yang berlatar bekalang pendidikan S1. Pada umumnya, para dosen perguruan tinggi Islam sudah berpendidikan S2 dan bahkan S3.
Oleh karena itu, wajah perguruan tinggi Islam pada akhir-akhir ini sudah semakin membanggakan. Namun sudah barang tentu, keadaan yang demikian itu masih belum cukup. Kualitas perguruan tinggi Islam bukan sekedar diukur dari keadaan gedung dan berbagai fasilitas kampusnya, melainkan akan dilihat dari kualitas hasil pemikiran para dosen, mahasiswa dan juga lulusannya. Gerdungnya tampak gagah, fasilitasnya mencukupi, begitu pula dosennya bergelar Doktor, tetapi jika tidak menghasilkan sesuatu yang seharusnya diraih, maka kehebatan wajah luar kampus dimaksud justru akan mengecewakan banyak orang. Wallahu a'lam