Sudah lebih dari 70 tahun bangsa ini merdeka. Diharapkan dengan kemerdekaan itu, akan diraih cita-cita yang amat luhur, yaitu kehidupan yang aman, tenteram, adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya. Untuk meraih tujuan itu, para tokoh dan pendiri bangsa telah menyusun konsep yang sedemikian jelas dan selanjutnya juga telah disampaikan kepada generasi ke generasi berikutnya, melalui berbagai cara, tidak terkecuali lewat pendidikan.
Konsep kehidupan berbangsa dan bernegara secara nyata diajarkan melalui pendidikan Pancasila dan kewarga negaraan di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sudah tidak ada lagi perdebatan tentang falsafah dan dasar negara, sehingga Pancasila dan UUD 1945 dipandang telah final dan semua pihak telah memahaminya.
Namun benar, bahwa pada akhir-akhir ini terdapat sekelompok umat Islam yang menyuarakan tentang khilafah. Mereka berpandangan bahwa hanya melalui konsep itu, berbagai problem kehidupan dapat diselesaikan. Konsep dimaksud memang memiliki dasar teologis. Akan tetapi, secara realistik, bangsa ini terdiri atas berbagai penganut agama yang berbeda-beda, sehingga tidak mungkin dalam menjalani kehidupan berbangsa dan berbegara yang dikenal majemuk mendasarkan pada satu agama saja.
Bangsa ini melalui para pendahulu pemimpin bangsa telah sepakat menghargai semua adat istiadat, suku, termasuk juga agama yang telah lama berkembang di negara ini. Pandangan tersebut juga mendasarkan pada nilai-nilai teologis, bahwa agama tidak boleh dipaksakan. Memaksakan semua orang beragama tertentu juga tidak diperoleh dasarnya. Jika demikian itu dilakukan pasti akan melahirkan keadaan yang tidak diinginkan.
Pancasila memberikan kepada semua warga negara berupa kebebasan menjalankan agamanya masing-masing seluas-luasnya. Bahkan, negara membiayai dan memfasilitasi kehidupan beragama. Betapa banyak lembaga pendidikan berbasis agama yang dibiayai oleh pemerintah, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Juga pelajaran agama diberikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Lebih jelas lagi, dalam pemerintahan negara ini terdapat kementerian yang bertugas dan berwenang mengurus agama, yaitu kementerian agama.
Dahulu kementerian agama hanya memperoleh anggaran paling kecil, yaitu berada pada kelompok urutan terakhir. Namun sejak reformasi yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, anggaran kementerian agama naik hingga masuk kelompok besar. Oleh karena mayoritas, umat Islam memperoleh jumlah anggaran yang cukup besar, untuk membiayai pendidikan, pembinaan masyarakat beragama, dan lain-lain. Hal yang seharusnya disyukuri, bahwa negara yang berdasarkan Pancasila, kegiatan keagamaan seperti puasa, zakat, dan haji mendapatkan perhatian pemerintah.
Memang setelah lebih dari 70 tahun bangsa ini merdeka, masih banyak problem mendasar yang belum terselesaikan, misalnya di bidang ekonomi, pendidikan, politik, hukum, sosial, dan lain-lain. Namun jika dikaji secara mendalam persoalan tersebut bukan berada pada wilayah konsep yang mendasar, melainkan pada wilayah implementasinya. Hampir semua persoalan kehidupan tidak ditangani dan diselesaikan secara benar dan berkualitas. Banyaknya penyimpangan, termasuk korupsi yang terjadi di mana-mana adalah bukti bahwa berbagai pekerjaan tidak diselesaikan dengan benar itu.
Oleh karena itu, persoalan bangsa bukan pada tataran konseptual, seperti menyangkut falsafah dan dasar negara, melainkan pada tataran implementasi itu. Sedangkan umumnya ketika sesuatu menyangkut implementatif, kerawanan selalu berada pada manusianya. Mendapatkan orang pintar tidak terlalu menjadi masalah. Mereka dapat dicari dan dibangun melalui lembaga pendidikan bermutu. Akan tetapi mencari orang jujur, mampu berbuat adil, bertanggung jawab, mencintai bangsa dan negaranya, atau disebut memiliki integritas yang tinggi, adalah selamanya bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Umpama hal sulit yang disebutkan terakhir berhasil terselesaikan, maka bangsa ini akan berpeluang besar menyelasaikan persoalannya. Wallahu a'lam