Betapa pentingnya ilmu pengetahuan sudah menjadi keyakinan bagi setiap orang. Lembaga pendidikan didirikan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dari generasi ke generasi. Diharapkan dengan kekayaan ilmu, seseorang mampu menjalankan kehidupannya hingga sebaik-baiknya. Orang yang berilmu berbeda dari orang yang tidak berilmu pengetahuan.
Mencari ilmu bukan sekedar agar kaya ilmu, atau seseorang mencari ilmu bukan sekedar untuk memuaskan intelektualnya, melainkan agar dengan ilmunya itu dapat melakukan sesuatu secara lebih berkualitas. Oleh karena itu, lembaga pendidikan juga dituntut bukti bahwa para lulusannya mampu melakukan sesuatu sesuai dengan ilmu yang didapatkannya. Menyelesaikan sesuatu pekerjaan itulah disebut amal.
Pada akhir-akhir ini dengan mudah dijumlai, orang yang disebut berilmu tetapi tidak mampu melakukan sesuatu terrkait dengan ilmunya itu. Seseorang yang telah memperoleh gelar akademik, oleh karena telah lulus dari perguruan tinggi, tetapi kualitas hasil dari apa yang dilakukan, belum menggambarkan ijazah yang dipegangnya.
Bahkan, seorang yang telah memiliki gelar sarjana ekonomi misalnya, tetapi masih belum mampu sekedar mengembangkan ekonomi untuk kepentingan dirinya sendiri. Demikian pula, sarjana lainnya, seperti sarjana pertanian, peternakan, kelautan, pendidikan, dan bahkan juga sarjana agama, dan lain-lain. Rupanya semakin banyak lembaga pendidikan tinggi, bukan secara otomatis semakin mampu negeri ini menyelesaikan persoalan, tetapi sebaliknya, justru menambah problem yang tidak mudah diselesaikan.
Di dunia pesantren, mengenal ada ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat. Para santri hanya dianjurkan agar dalam mencari ilmu dilakukan secara selektif, yaitu hendaknya mencari ilmu yang memberi manfaat. Namun yang dimaksud bermanfaat itu adalah dikaitkan dengan arti kehidupan yang lebih jauh, yaitu hingga kelak di akherat. Belajar di pesantren, pada zaman dahulu, lebih dimaksudkan untuk mendalami ilmu agama. Urusan ekonomi dianggap penting, tetapi dipahami bahwa ketrampilan berekonomi tidak selalu harus diperoleh lewat lembaga pendidikan.
Berbeda dari pesantren adalah sekolah dan atau bahkan universitas. Menggali ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan tersebut kebanyakan dikaitkan dengan pekerjaan di masa mendatang dan atau bahkan lebih dari itu adalah dengan besarnya gaji dari jenis pekerjaan yang dapat dimasukinya. Maka, besarnya biaya pendidikan juga dikaitkan dengan jenis pekerjaan dan besarnya gaji yang kelak akan diterima. Pendidikan untuk memperoleh Ijazah yang hanya dapat digunakan untuk mendapatkan pekerjaan bergaji rendah, biayanya tidak mahal.
Kembali pada apa yang disebut di muka, bahwa tidak sedikit pemegang ijazah dan bahkan hingga sarjana, masih tidak mudah memperoleh pekerjaan. Lebih dari itu, antara ijazah seseorang dengan kemampuan yang sebenarnya dimiliki, ternyata tidak selalu sesuai. Ijazahnya sarjana tetapi pengetahuannya hanya sebatas setingkat jenjang pendidikan di bawahnya. Jika demikian itu yang terjadi, maka yang bersangkutan sangat merugi. Ilmu tidak diperoleh dan demikian pula pekerjaannya juga tidak didapat. Padahal ilmu seharusnya selalu dikaitkan dengan amal. Wallahu a'lam