Konflik Di Perguruan Tinggi
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Senin, 23 Januari 2017 . in Dosen . 4050 views

Menjelang tengah malam, saya mendapatkan tilpun dari seseorang. Justru oleh karena tilpun itu di tengah malam, sengaja saya respon. Dalam pikiran saya mengatakan, jangan-jangan suara tilpun dimaksud memberikan pesan atau informasi penting. Setelah saya dengarkan, ternyata pesan yang ingin disampaikan sederhana saja, yaitu mengabarkan bahwa di kampusnya sudah sekian lama terjadi konflik dan belum ada penyelesaian. Anehnya penyebab konflik itu juga sederhana, yaitu terkait dengan pemilihan rektor di kampus itu.

Bagi orang terentu, mendengarkan bahwa di kampus terjadi konflik mungkin merasakan ada sesuatu yang aneh. Benarkah di perguruan tinggi terjadi konflik hanya terkait dengan pemilihan pimpinannya. Bukankah di perguruan tinggi sudah terdapat banyak ilmuwan yang memiliki kepintaran untuk menyelesaikan masalah tanpa harus berkonflik. Konflik adalah sangat wajar jika terjadi di luar perguruan tinggi. Orang-orang pintar dan bahkan menyebut dirinya sebagai ilmuwan atau cendekiawan ternyata masih berebut, maka apalagi masyarakat yang beragam latar belakangnya.

Selain itu, jika orang-orang di perguruan tinggi saja tidak berhasil menyelesaikan konflik di kalangan dirinya sendiri, -------yakni di kampusnya, maka apalagi ketika mereka harus menyelesaikan persoalan yang sama atau serupa di kalangan orang lain. Siapapun tahu bahwa perguruan tinggi adalah tempatnya ilmu, gudangnya pengalaman, informasi, sehingga seharusnya mereka mampu menyelesaikan masalah dan apalagi masalahnya sendiri.

Kasus tersebut membuktikan bahwa perguruan tinggi tidak selalu mampu menyelesaikan masalah, dan apalagi ketika masalah itu terkait dengan dirinya sendiri. Memang, manusia bisa menciptakan dan menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia berhasil membuat pesawat terbang, kapan laut dengan kecepatan tinggi, menciptakan alat komunikasi yang hebatnya tidak terbayangkan sebelumnya, namun ternyata ketika harus menyelesaikan dirinya tidak selalu sukses. Apa saja bisa ditaklukkan, manun ketika harus menaklukkkan dirinya sendiri ternyata tidak selalu berhasil hingga tuntas.

Manusia pada tingkat apapun pendidikannya tidak pernah mampu melepaskan diri dari godaan hawa nafsunya. Kekuatan hawa nafsu yang ada pada dirinya itu, menjadikan manusia ingin berkuasa, tidak mau direndahkan, berkekurangan, dan juga tidak mau kelintasan orang lain. Manusia ingin menang dengan siapapun, ingin berlebih dan atau unggul, ingin berkecukupan hingga tidak ada batasnya, dan juga berkehendak melampaui siapapun. Keinginan yang demikian itu, menjadikan semua orang, tidak terkecuali di perguruan terlibat konflik yang tidak mudah diselesaikan.

Anehnya lagi, konflik yang demikian itu tidak saja terjadi di perguruan tinggi pada umumnya, tetapi juga di perguruan tinggi yang berbasis agama sekalipun. Gambaran yang demikian itu menunjukkan bahwa seakan-akan agama tidak mampu mengendalikan terhadap siapapun orang yang telah dikuasai oleh hawa nafsunya sendiri. Bahkan orang berilmu dan sekaligus beragama sekalipun, ternyata juga tidak semuanya berhasil mengendalikan dirinya.

Dapat dipahami bahwa Ilmu pengetahuan bukan sepenuhnya alat untuk mengendalikan diri, sehingga akibatnya, sekalipun di suatu tempat banyak orang pintar atau kaya ilmu, ternyata masih terdapat konflik dan bahkan sifat-sifat yang merusak komunikasi lainnya. Rupanya, cara untuk menghilangkan berbagai penyakit pada hati sebagai penyebab konflik, menurut petunjuk al Qur'an, adalah kemauan untuk membersihkan diri, yang dilakukan dengan cara mengingat Allah dan Shalat. Tentu, adalah tidak terkecuali di perguruan tinggi. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up