Setiap membaca tarekh kenabian, yakni riwayat hidup Nabi Muhammad saw, terkesan sedemikian berat beban perjuangan yang dialami oleh utusan Allah yang terakhir ini. Beliau selama hidupnya harus berjuang dengan segala apa yang dimiliki untuk menyampaikan pesan-pesan ilahiyah kepada umat manusia yang ketika itu kehidupan masyarakat telah rusak. Sedemikian parah kehidupan itu hingga disebut sebagai masyarakat jahiliyah.
Allah memperbaiki masyarakat dengan cara menurunkan utusan-Nya. Ketika umat manusia sudah ditinggal oleh Nabi Isa selama 5 abad, maka masyarakat kembali menjadi rusak. Masyarakat itu disebut jahiliyah. Sebutan sebagai masyarakat jahiliyah digambarkan di antaranya wanita tidak dihargai, sementara orang dijadikan budak, siapa yang kuat dapat melakukan apa saja yang mereka mau, keadilan tidak ditegakkan, dan bahkan yang lebih kelewatan lagi, mereka menyembah berhala.
Masyarakat berbangsa Arab, suku Quraisy, dan disebut sebagai jahiliyah itulah yang pertama kali menjadi sasaran dakwah nabi terakhir. Sekalipun ajarannya adalah mulia, yaitu mengajak kembali kepada Tuhan yang sebenarnya, menghormati kedudukan wanita dan juga orang tua, selalu berbaik dengan sesama, tidak membeda-bedakan di antara manusia, mengedepankan keadilan, kejujuran, kedermawanan, menghargai ilmu pengetahuan, dan seterusnya tetapi seruan itu memperoleh perlawanan dari para kepala suku, dan orang-orang yang khawatir posisinya terganggu.
Ajaran yang mulia dimaksud bukannya didukung, melainkan Nabi Muhammad saw., justru dimusuhi, dibatasi ruang geraknya, dan bahkan dikejar-kejar untuk dibunuh. Siapa saja yang membela kegiatan Nabi Muhammad dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah dimaksud juga ikut dimusuhi. Akhirnya setelah sekian lama tidak membawa hasil maksimal, Nabi Muhammad saw., kemudian berhijrah atau berpindah dari Makkah ke kota Yastrib atau sekarang ini disebut dengan Madinah.
Betapa beratnya pejuangan tersebut, sebenarnya bukan saja dapat dilihat dari kekuatan mereka yang harus dihadapi, tetapi juga dari bagaimana utusan Allah itu harus berhijrah tersebut. Dalam berhijrah Nabi Muhammad harus menempuh jarak yang cukup jauh, dan hanya mungkin dapat ditempuh dalam waktu lama hingga berhari-hari. Makkah - Madinah sekarang ini dengan bus bisa ditempuh dalam waktu antara 6 hingga 7 jam. Sementara itu, jika menggunakan pesawat udara memerlukan waktu perjalanan sekitar 45 menit. Maka tidak dapat dibayangkan beratnya jika jarak itu ditempuh dengan berjalan kaki atau naik unta.
Perjalanan antara Mekkah ke Madinah, keadaannya jangan dibayangkan seperti di Indonesia. Jalan yang menghubungkan antara dua kota suci tersebut terdiri atas padang pasir yang berbatu, dan masih ditambah dengan udara yang tidak bersahabat, yaitu amat panas. Nabi dengan para sahabatnya harus berjalan kaki atau naik onta, sehingga untuk ukuran orang biasa amat berat. Beban seperti itu masih ditambah lagi, yaitu dikejar-kejar oleh para musuhnya, agar dapat dibunuh. Orang-orang yang tidak menyukainya, bukan sebatas agar nabi tidak berada di Makkah, melainkan harus dibunuh. Oleh karena itulah, sekalipun sudah berhijrah, beliau masih dikejar-kejar untuk ditemukan dan akan dihilangkan nyawanya.
Sekarang ini siapapun yang datang ke Makkah, baik untuk umrah maupun berhaji, dan kemudian berziarah ke kota Madinah, mereka akan menghayati betapa beratnya ketika itu perjuangan Nabi Muhammad. Bagi orang yang berasal dari daerah tropis seperti Indonesia, menyaksikan keadaan wilayah padang pasir yang juga penuh dengan batu, ----dari Makkah ke Madinah, kiranya tidak akan merasa sanggup menempuh perjanan panjang dan seberat itu. Sekarang ini keadaan berat sebagaimana digambarkan tersebut sudah tidak dirasakan lagi.
Sekarang ini antara Makkah dan Madinah sudah dibangun fasilitas jalan yang cukup baik. Demikian pula alat transportasi berupa bus atau kendaraan pribadi sudah sedemikian mudah didapatkan. Umpama ada keluhan, hanya disebabkan oleh karena misalnya, jadwal jam pemberangkatan terlambat, ada gangguan mobil seperi bannya pecah, dan sejenisnya. Akan tetapi, secara keseluhan fasilitas perjalanan Makkah dan Madinah sudah sedemikian bagus.
Namun di tengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini, maka yang perlu direnungkan adalah bagi siapa saja yang bercita-cita atau merasa sebagai penerus perjuangan Nabi, maka semangatnya harus selalu ditingkatkan. Menyaksikan keadaan alam antara Makkah dan Madinah bagi jama'ah haji atau umrah, seharusnya lahir tekad dan semangat yang kokoh, ---sebagaimana dialami oleh Rasulullah, untuk memperjuangkan ajaran Islam yang sedemikian tinggi dan mulia. Tidak selayaknya, di tengah-tengah kenikmatan hidup yang melimpah seperti sekarang ini, bagi siapapun justru meninggalkan perjuangan untuk umat dan atau orang lain. Wallahu a'lam