Jika pada tulisan sebelumnya mengajak pembaca melihat secara garis besar, banyaknya jumlah jama'ah haji yang harus dilayani, kharasteristik, dan pelaksanaan shalat berjama'ah di masjid, maka pada tulisan ini menunjukkan bagaimana pemerintah Saudi berusaha mencukupi dan mempermudah mereka dalam menjalankan rukun Islam yang kelima dimaksud. Menyangkut lokasi kegiatan, konsentrasi ibadah haji berada pada tiga tempat, yaitu di Arafah, Minna, dan di sekitar Masjidil Haram. Titik kritis lainnya adalah di perjalanan antara tiga tempat tersebut.
Persoalan di Arafah, yakni pada kegatan wukuf, oleh karena para jama'ah haji di tempat itu hanya berlansgung sehari, maka tidak terlalu pelik. Hanya saja oleh karena pada saat itu seluruh jama'ah haji semuanya harus berada di tempat itu, maka yang menjadi soal adalah terkait penyediaan peralatan kemah, penyediaan air, konsumsi, dan keamanan. Kegiatan wukuf pada saat yang sama melibatkan hingga beberapa juta orang. Mengorganisasi sekian banyak orang bukan perkara mudah, namun pekerjaan itu ternyata dapat dilaksanakan secara tuntas.
Sekian banyak orang yang berada di Arafah tersebut, setelah mata hari terbenam, segera harus bergerak menuju Minna dan harus mabith di Muzdhalifah. Betapa sibuknya orang untuk melayani kegiatan itu. Perjalanan antara Arafah Minna sebernarnya hanya belasan kilometer, akan tetapi oleh karena orang yang harus bergerak mencapai sekian besar jumlahnya, maka kesibukkan yang sangat tinggi tidak dapat dielakkan. Peristiwa berkumpulnya orang hingga juta-an itu selalu datang pada setiap tahun, dan kiranya hanya terjadi di tempat itu.
Pelayanan lebih berat dan pelik lagi adalah ketika para jama'ah haji berada di Minna. Mereka tidak saja memerlukan peralatan kemah, tetapi juga jenis pelayanan lainnya, seperti misalnya konsumsi, pemenuhan kebutuhan air, dan lain-lain. Pelayanan menjadi lebih berat oleh karena para jama'ah haji berada di tempat itu hingga beberapa hari. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan keamanan mereka, tatkala harus pergi dan pulang dari kegiatan melempar jumrah. Tempat yang terbatas dan ditambah fasilitas jalan yang tidak seimbang dengan kebutuhan, jika tidak diatur secara rapi, maka akan terjadi kemacetan dan bahkan saling menabrak antar jama'ah yang berjumlah juta'an itu.
Pemerintah Saudi, sejak beberapa tahun terakhir telah berusaha keras, agar para jama'ah haji ketika sedang berada di Minna, dalam keadaan sehat, aman, dan tercukupi kebutuhannya. Sekalipun masih saja terjadi kasus yang tidak diinginkan, jika dilihat dari volume beban yang harus ditunaikan oleh pemerintah, sebenarnya masih bisa dipahami. Hal yang menarik dari penyelenggaraan kegiatan raksasa tersebut, pada setiap musim haji, dapat diakhiri tanpa menyisakan persoalan yang berarti. Artinya, dengan kekurangan yang terjadi hingga menjadikan orang jera atau tidak berani lagi menjalankan ibadah haji.
Kiranya tidak bisa dibayangkan, umpama para pejabat yang bertanggung jawab pada penyelenggaraan ibadah haji tidak jujur, maka betapa banyak pejabat yang harus dipenjarakan, oleh karena peluang menyimpang sedemikian besar. Namun ternyata peluang korupsi dimaksud tidak dimanfaatkan. Artinya, manejemen orang Arab dalam memberikan pelayanan hingga berjumlah juta-an orang ternyata dapat ditunaikan dengan tepat, jujur, dan profesional. Wallahu a'lam