Tatkala berbicara sesuatu dan mengkaitkan dengan kata Arab, maka kesan yang muncul adalah sederhana, rendah, atau bahkan tidak berkualitas. Dikesankan oleh sementara orang bahwa orang Arab tidak memperhatkan kualitas, tidak terkecuali dalam hal manejemennya. Atas kesan tersebut maka muncul pertanyaan, apakah gambaran yang demikian itu selalu benar. Maka kiranya kesan dimaksud perlu ditelusuri secara mendalam agar diperoleh pemahaman yang sebenarnya.
Menurut pengamatan dan pegalaman saya sendiri, baik ketika sedang berhaji, umrah atau kunjungan lainnya, kesan bahwa manajemen yang dikembangkan oleh orang Arab adalah sederhana adalah benarnya. Akan tetapi jika hal itu dilihat dari aspek produk, sebenarnya tidak kalah efektif dan efisiennya. Bahkan efektifitas dan efisiensi yang dihasilkan oleh manajemen orang Arab, bisa jadi tidak kalah dibanding dengan manajemen modern lainnya.
Berikut adalah beberapa contoh yang dapat digunakan untuk menilai managemen dimaksud. Orang Arab, dalam hal ini adalah pemerintrah Saudi Arabia, pada setiap tahun menyelenggarakan kegiatan besar ialah haji. Pada musin haji, orang Saudi menerima tamu hingga juta'an orang jumlahnya. Dalam menjalankan rangkaian ritual haji, pada waktu yang bersamaan, sebanyak hingga juta-an orang, mereka harus melakukan mobilitas, yaitu berpindah dari Makkah ke Mina, kemudian ke Muzdalifah, lalu ke Mina, dan kemudian kembali lagi ke Makkah.
Mengurus mobilitas orang hingga juta'an jumlahnya, mulai dari satu tempat ke tempat berikutnya sampai selesai, kiranya bukan perkara mudah. Apalagi bahwa yang diurus bukan orang yang memiliki karakter, usia, latar belakang yang sama, melainkan beraneka ragam. Para jama'ah haji berasal dari negara yang berbeda-beda dan tentu memiliki karekter, kebiasaan, latar belakang, dan bahkan berkeadaan yang beraneka ragam. Perbedaan itu tentu membutuhkan jenis pelayanan yang berbeda-beda pula.
Selain itu perbedaan jama'ah haji, juga menyangkut usia, yaitu dari yang paling muda hingga sampai mereka yang paling tua dan lemah. Di antara mereka ada yang sehat dan sebaliknya ada pula yang harus diangkut dengan ambulan oleh karena sedang sakit, dan juga didorong dengan kursi roda. Semua itu harus dilayani dengan cara yang tepat. Namun pada kenyataannya, keadaan jama'ah haji yang demikian banyak itu pada setiap musim haji berhasil dilayani. Mereka semuanya dapat menjalankan ibadah, dalam batas-batas tertentu, secara sempurna.
Secara jujur, pekerjaan berupa menertibkan orang, apalagi dalam jumlah yang amat besar, dan bahkan hingga juta'an orang, di mana-mana akan dirasakan amat sulit. Jangankan mengurus orang hingga berjumlah sebesar itu, sekedar menyelenggarakan seminar yang hanya diikuti oleh puluhan orang saja, seringkali tidak mudah. Padahal peserta seminar biasanya memiliki latar belakang pendidikan, social, dan intelektual yang serupa, tetapi toh juga tidak mudah.
Mengendalikan hingga jutaan orang dalam satu rangkaian kegiatan pada waktu singkat, ternyata orang Arab mampu dan berhasil. Mereka menggunakan cara sederhana tetapi efektif dan efisien. Bagi orang Arab, dan dalam hal ini Islam, hanya dengan suara takbir, ternyata mampu menggerakkan hingga jutaan orang. Ketika shalat misalnya, mulai dari mereka harus berbaris, menata shaf agar lurus, dan tidak boleh berbicara dan atau bergerak seenaknya, dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan bertakbir. Mereka mengikut semua.
Untuk menggerakkan orang, melalui suara Allahu akbar, semua jama'ah, dari manapun asalnya, aliran atau madzhab apapun yang diikuti, mereka mengikuti imamnya secara khusu' dan tanpa ada perbantahan dan berdebatan. Masih merupakan contoh lainnya, khutbah yang dibaca sebagai rangkaian shalat jum'at, idul fitri dan idul adzha, tidak ada yang diperbantahkan. Maka, manajemen orang Arab, sebenarnya sangat efektif dan efisiien, dan belum tentu mampu dilakukan oleh masyarakat manapun lainnya. Wallahu a'lam (bersambung)