Saya masih ingat, ketika memulai memimpin STAIN Malang pada awal tahun 1998, dan kemudian kampus itu akhirnya berubah menjadi UIN Maulana Malik Ibfrahim Malang, yang saya lakukan adalah mengajak warga kampus mengenal diri sendiri dan orang lain. Mengenal diri sendiri saya pandang amat penting, agar semua mengetahui posisi dan kekuatan yang dimiliki, arah yang hendak dituju, potensi dan sekaligus hambatan dan cara mengatasinya.
Mengenal orang lain juga saya anggap penting, agar dapat belajar kepada sesama, membandingkan, dan mencontoh kemajuan dan atau prestasi yang telah berhasil diraih. Orang lain yang dimaksudkan adalah siapa saja tanpa harus membatasi terhadap orang atau kelompok tertentu. Siapapun yang berkeinginan maju, sukses dan berhasil harus belajar kepada siapa saja yang telah mengalami itu semua. Belajar tentang kemajuan kepada orang yang tidak pernah maju, maka tidak akan ada artinya. Belajar menjadi maju harus kepada orang yang telah berhasil mengalami kemajuan.
Pengetahuan tentang keadaan diri sendiri dan kemajuan orang lain, saya pandang penting dijadikan kekuatan untuk menggerakkan semangat, cita-cita, dan kemauan untuk berubah dan maju. Ketika itu, saya melihat dan merasakan bahwa perguruan tinggi Islam bukan tidak bisa maju, melainkan tidak ada keinginan untuk maju. Mereka memandang bahwa lembaga pendidikan tinggi Islam tidak bisa diubah untuk berkembang dan maju.
Padahal kemajuan itu sebenarnya dapat diciptakan, direkayasa, diusahakan, dan bahkan dipaksakan. Kedasaran itu harus ditumbuhkan. Sedangkan menumbuhkannya tidak cukup hanya dengan cara mereka diajak berdiskusi, bermusyawarah, diberikan pengarahan dan sejenisnya. Umpama bisa dilakukan, cara itu memerlukan waktu lama. Saya beranggapan bahwa cara terbaik adalah membentuk kekuatan yang terdiri atas beberapa orang yang kemudian dijadikan penggerak terhadap lainnya.
Ketika itu sebagai pimpinan, saya percaya bahwa seseorang atau sekelompok orang akan tumbuh semangatnya, cita-cita, dan kemauannya setelah melihat kemajuan dan keberhasilan orang lain. Maka, sekelompok orang yang saya pandang mampu menjadi kekuatan penggerak, saya beri tugas melakukan studi banding ke beberapa perguruan tinggi yang telah mengalami kemajuan. Selanjutnya, dengan maksud agar tumbuh semangat yang kuat untuk maju, mereka saya sarankan untuk melakukan studi banding atau melihat kemajuan yang telah diraih oleh perguruan tinggi berbasis agama yang berbeda dari dirinya.
Kelompok terbatas yang saya harapkan akan menjadi kekuatan pengubah dimaksud, saya anjurkan secara bersama-sama melakukan studi banding ke perguruan tinggi Kristen dan Katholik yang sudah maju. Mereka kemudian berkunjung atau studi banding ke Universitas Kristen Petra Surabaya, Universitas Katholik Widya Mandala Surabaya, Universitas Kristen Sugiya Pranata, Universitas Satya Wacana Salatiga, Universitas Parahyangan Bandung, UKI Jakarta, Universitas Atmajaya Jakarta, dan lain-lain. Ketika itu, mereka saya anjurkan agar hanya mendatangi perguruan tinggi berbasis agama yang berbeda dari dirinya dan bukan kepada perguruan tinggi yang lain.
Usaha tersebut ternyata berhasil. Sepulang dari studi banding, pada diri mereka tumbuh kesadaran bahwa selama ini mereka sudah tertinggal. Selain itu, juga tumbuh kepercayaan diri untuk dapat maju dan berkembang sebagaimana beberapa perguruan tinggi yang pernah didatanginya. Melalui kegiatan mengenal diri sendiri dan juga orang lain ternyata berhasil menumbuihkan kesadaran bahwa kemajuan itu dapat diusahakan, dikejar, dan diperjuangkan. Selain itu, kemajuan hanya akan dapat diraih secara bersama-sama manakala semua pihak saling memahami, bantu membantu, dan saling berusaha memperkukuh. Kemajuan tidak akan pernah dicapai manakala tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk meraihnya. Wallahu a'lam