Salah satu problem bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya adalah mengerti tentang dirinya sendiri. Banyak orang berusaha memahami orang lain, tetapi ternyata terhadap dirinya sendiri tidak mengetahuinya. Akibatnya, terkadang sangat fatal. Keputusan yang diambil menjadi keliru, oleh karena bukan mendasarkan pada pengetahuannya yang benar.
Mengerti tentang diri sendiri tidak mudah. Dalam mengenal terhadap dirinya sendiri, dikenal ada tiga kategori. Yaitu, ada orang yang tahu bahwa dirinya tahu. Ada lagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu, dan lainnya ada orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Di antara orang yang berbeda-beda tersebut tentu berpengaruh pada perilakunya masing-masing.
Untuk mengerti orang lain terdapat beberapa jenis ilmu, yaitu sosiologi, psikologi, sejarah, dan antropologi. Mendasarkan pada beberapa jenis ilmu sosial yang bersifat dasar dimaksud, kini telah berkembang berbagai cabang ilmu yang bersifat terapan, misalnya ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu pendidikan, administrasi, manajemen, dan masih banyak lagi lainnya.
Melalui beberapa ilmu tersebut, orang menjadi mengerti tentang orang lain, baik yang bersifat individu maupun kelompok hingga ukuran besar seperti negara atau bangsa. Namun demikian, kajian menyangkut diri sendiri atau kaji diri ternyata belum banyak dilakukan orang. Padahal memahami diri sendiri sebenarnya tidak mudah, seseorang dianjurkan agar selalu berinstopeksi, dan atau bermunasabah. Tetapi melakukannya belum semua orang mengetahuinya.
Sebenarnya, untuk mengerti tentang diri sendiri, khususnya bagi umat Islam, petunjuk itu sebenarnya telah tersedia, yaitu berupa al Qur'an dan hadits nabi. Kitab suci dan sunnah nabi sebenarnya merupakan petunjuk, di antaranya adalah tentang siapa sebenarnya manusia itu. Berbicara manusia berarti berbicara tentang masing-masing orang. Selain itu, manusia sebenarnya tidak dianjurkan untuk memahami orang lain, tetapi justru sebaliknya, yaitu diperintahkan agar selalu membaca tentang dirinya sendiri.
Melalui kitab suci al Qur'an, manusia ditunjukkan tentang proses kejadiannya, pertumbuhannya, berbagai aspek tentang dirinya, baik terkait tentang jasmani maupun ruhaninya. Manusia yang semula tidak sempurna kemudian disempurnakan dengan apa yang disebut ruh, pendengaran, penglihatan, dan hati. Semua aspek itu seharusnya dipelihara, tetapi disebutkan pula di dalam kitab suci bahwa hanya sedikit saja orang yang mensukurinya.
Kebanyakan manusia tidak bersyukur, oleh karena mereka tidak mengetahui apa yang seharusnya dilakukan. Apa yang ada pada dirinya dianggapnya sudah given atau ada dengan sendirinya. Bagi sebagian banyak orang memandang bahwa hidup sekedar dijalani, hingga pertanyaan mendasar, misalnya tentang dari mana asal muasal dirinya, harus menjalankan apa, dan akan kemana kehidupannya berakhir, semuanya itu tidak menjadi perhatian. Akibatnya, banyak orang tidak mengerti, tidak terkecuali tentang dirinya sendiri. Wallahu a'lam