Ketika sedang berada di kota Madinah, hal menarik di antaranya adalah tentang tawakkal para pedagangnya. Tatkala suara adzan dari masjid dikumandangkan, semua toko segera ditutup. Demikian pula, aktifitas lainnya yang terkait dengan ekonomi, termasuk pedagang kaki-lima, segera berhenti. Bagi mereka yang berjualan di sembarang tempat, misalnya di pinggir jalan atau di emperan rumah orang, segera menutup dagangannya dengan kain dan segera meninggalkannya begitu saja.
Tanpa dijaga sekalipun, dagangan mereka tidak akan berkurang atau hilang. Kenyataan seperti itu menjadikan para pedagang kaki-lima tidak ragu meninggalkannya ke masjid untuk shalat berjama'ah. Mereka menyerahkan dirinya dan dagangannya sekaligus hanya kepada Allah swt. Pada saat shalat, orang tidak berpikir apa-apa, kecuali fokus atau konsentrasi pada kegiatan ritualnya itu.
Demikian pula menjelang tengah malam, ketika aktifitas berdagang sudah harus berhenti, barang dagangan mereka tidak dikemas dan dibawa pulang, melainkan hanya ditutup dengan kain sederhana. Sedangkan pemiliknya meninggalkan dagangannya itu begitu saja. Rupanya para pedagang di sekitar Masjid Nabawi, sedemikian tinggi tawakkalnya, meninggalkan dagangannya, tidak khawatir akan diambil orang.
Rupanya sudah menjadi tradisi di kota itu, seseorang tidak mudah tergoda untuk mengambil barang bukan miliknya sendiri. Banyak orang bercerita bahwa di negara-negara barat, seseorang tidak akan mengambil barang bukan miliknya. Jika barang tertinggal di suatu tempat, maka tidak akan hilang. Atas cerita itu seolah-olah hanya orang barat saja yang mampu berbuat jujur. Di Madinah, tidak saja barang tertingggal, para pedagang yang sengaja meninggalkan dagangannya ketika waktu shalat, juga tidak ada yang berkurang.
Memang di sekitar masjid dan atau di kota itu banyak polisi, tetapi mereka juga tidak secara khusus menjaga barang dagangan milik orang yang sedang menjalankan shalat atau pulang ke rumah. Bahkan pada waktu shalat berlangsung, polisi pun juga bersama-sama ikut shalat. Umpama ada orang jahat mau mengambil dagangan yang tidak dijaga, tentu dapat dilakukan dengan leluasa. Akan tetapi, dagangan mereka tidak ada yang hilang.
Ajaran Islam yang sedemikian mulia, misalnya tidak boleh mencuri atau mengambil harta milik orang lain, ternyata ditaati atau dapat dijalankan. Orang Islam di kota Madinah, apa yang dilakukan tidak saja merasa diawasi oleh sesama manusia, tetapi diyakini akan diketahui oleh Tuhan. Perasaan takut hukuman dari Dzat Yang Maha Kuasa atas kesalahannya rupanya sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari. Belum lagi, bahwa mencuri diancam hukuman yang amat berat, bahkan hingga dipotong tangannya.
Kepercayaan terhadap hukum yang sedemikian mendalam dan dilaksanakan secara tegas, ternyata mampu mengatur kehidupan masyarakat, sehingga kejujuran dan keadilan benar-benar dapat diwujudkan. Dengan penegakkan hukum secara konsisten, maka pencurian dan bahkan juga korupsi dapat ditekan hingga serendah-rendahnya. Apa yang terjadi di kota Madinah, yaitu orang menjadi sedemikian tawakkal terhadap harta kekayaannya, membuktikan bahwa Islam benar-benar dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan kehidupan bermasyarakat. Wallahu a'lam