Apapun tingkatannya, petani ada yang dianggap sukses usahanya. Biasanya yang dianggap sukses itu adalah yang tanamannya paling subur, tidak diganggu hama, dan panennya sempurna. Agar menjadi sukses itu, petaninya memang rajin, tekun, dan yang paling penting lagi adalah petaninya mencintai tanamannya. Tidak mungkin sehari-hari ke kebun merawat tanaman jika yang bersangkutan tidalk mencintai pekerjaannya sebagai petani.
Memang tidak semua petani disebut sukses. Ada saja petani yang kerjanya sekedar asal-asalan. Baginya, yang penting adalah pekerjaannya telah ditunaikan. Jika tidak panen banyak, disebutnya sebagai nasip. Artinya, nasipnya tidak sedang beruntung. Padahal kegagalannya itu tidak lain adalah disebabkan oleh karena kurang tekun di dalam mengurus pekerjaannya itu.
Kepuasan petani tidak saja dirasakan dari jumlah panennya yang melimpah, tetapi juga dari pengakuan banyak orang. Diketahui orang lain bahwa dirinya menjadi orang sukses akan merasa bahagia. Itulah sebabnya, petani tidak merasa berat memberikan sebagian hasil panennya kepada orang lain. Dalam Islam, dari hasil panen wajib dikeluarkan sebagian sebagai zakatnya. Kewajiban itu kiranya tidak saja bermakna sosial dan spiritual, tetapi juga memiliki makna pendidikan.
Hasil panen, sebagai rasa syukur harus dibagi, agar orang lain ikut menikmati dan bahkan jika perlu juga mengetahui dan meniru apa yang telah dilakukannya. Sebab tidak semua orang memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang keberhasilan yang seharusnya diusahakan. Banyak orang menginginkan hidup sukses tetapi tidak mau menempuh cara-cara yang tepat agar berhasil. Orang yang demikian itu disebut memilih jalan instant. Menginginkan sukses tetapi tidak mengikuti jalan yang semestinya.
Petani sukses biasanya bangga dengan keberhasilannya itu. Selain mengeluarkan zakatnya, masih tidak merasa berat membagi-bagikan sebagian lainnya kepada kawannya, tamunya, dan siapa saja yang dipandang perlu. Bagi petani arti sukses adalah bila hasil usahanya di dalam bercocok tanam melimpah dan dapat berbagi kepada orang lain. Kiranya kebiasaan atau sikap mulia yang demikian itu bukan saja dirasakan oleh petani, tetapi juga siapa saja, termasuk tentunya adalah para dosen yang mengajar di perguruan tinggi.
Namun yang perlu direnungkan secara mendalam adalah pertanyaan sederhana berikut. Jika petani sukses karena panennya melimpah dan bisa berbagi kepada orang lain, nelayan sukses karena hasil tangkapan ikannya cukup banyak, pedagang sukses karena labanya meningkat terus, maka sudah barang tentu, para guru dan dosen juga memiliki ukuran tersendiri. Mengukur keberhasilan dosen hanya dari sebatas jumlah mahasiswa yang diwisuda kiranya belum begitu tepat. Seorang dosen baru merasa senang dan puas jika buku dan atau buah penelitiannya berhasil dipublikasikan secara luas. Sebaliknya, jika tidak, artinya dosen yang bersangkutan tidak sedang panen. Wallahu a'lam