Memilih Pemimpin Perguruan Tinggi
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Jumat, 17 Februari 2017 . in Dosen . 1377 views

Sebagaimana posisi pemimpin pada umumnya, pemimpin perguruan tinggi pun juga ditetapkan atas dasar pilihan. Pemimpin perguruan tinggi di lingkungan kementerian agama, khususnya yang berstatus negeri, ditetapkan oleh Menteri Agama. Akan tetapi juga masih melalui proses yang pada hakekatnya juga lewat pemilihan. Hanya saja pemilihan itu dibuat mekanisme yang diharapkan agar nuansa politik di perguruan tinggi dapat dikurangi.

Proses pemilihan pemimpin perguruan tinggi yang dilakukan oleh anggota senat ditengarai ternyata berdampak politis. Pemilihan yang dimaksudkan agar mendapatkan sosok pemimpin kampus yang idial, dan seharusnya dilakukan atas dasar kejujuran, obyektif, dan rasional, ternyata juga tidak selalu berhasil dijalankan. Tidak jarang pemilihan pemimpin perguruan tinggi juga hanya didasarkan pada pertimbangan kelompok, golongan, etnis atau suku, dan bahkan juga hal lain yang tidak sehat.

Pemimpin perguruan tinggi seharusnya adalah orang yang berprestasi dalam akademik. Yang bersangkutan memiliki karya-karya akademik, pikiran dan pandangannya menggambarkan sebagai seorang ilmuwan beneran, memiliki kecakapan memimpin bagi semua warga kampusnya, terbukti mampu membangun jaringan kerjasama yang luas, diakui oleh masyarakat sebagai ilmuwan, dan sebagainya. Orang yang memiliki kelebihan seperti itu, maka perguruan yang dipimpinnya akan semakin maju dan berkembang.

Boleh-boleh saja seseorang mengatakan sanggup dan mampu memimpin perguruan tinggi, tetapi kesanggupannya itu seharusnya ditunjukkan melalui bukti yang telah dilakukannya. Sekedar mengucapkan bisa, semua orang dapat melakukannya. Oleh karena itu, seseorang yang merasa hebat harus mampu menunjukkan bukti kehebatannya. Sekedar petinju saja menjadi dipercaya akan memang, jika yang bersangkutan telah membuktikan keunggulan dirinya lewat berapa kali bermain tinju dan menang.

Oleh karena itu, bagi orang yang tidak berpengalaman, dan atau berpengalaman tetapi gagal, maka di masyarakat yang serba berpegang pada obyekltifitas dan rasionalitas seperti sekarang ini, menjadi tidak mudah memperoleh kepercayaan. Mereka yang mempercayai dan yang dipercayai akan sama-sama keliru. Warga kampus selalu memiliki sifat berani, bebas, terbuka tetapi bertanggung jawab. Memimpin orang yang memiliki sifat atau karakter tersebut tentu tidak mudah.

Saya selalu menggambarkan bahwa perguruan tinggi hendaknya melahirkan calon ilmuwan dan bahkan juga pemimpin. Oleh karena itu memimpin perguruan tinggi akan mirip dengan pemain sirkus. Sehari-hari ia mengatur dan memainkan binatang buas. Berbagai jenis binatang yang dimainkan tidak boleh dilemahkan. Sebagai pemain sirkus yang baik, ia membiarkan singanya tetap bersifat singa yang ganas, ular tetap menjadi ular, buaya tetap menjadi buaya, dan seterusnya. Bahkan, singa, ular, buaya dan lain-lain yang dimainkan seharusnya menjadi semakin menunjukkan jati dirinya, yakni sebagai binatang yang galak.

Demikian pula pemimpin perguruan tinggi, yang bersangkutan harus berani menghadapi para ilmuwan yang selalu ingin maju dan berkembang, bersifat kritis, berani, terbuka, rasional, jujur, dan obyektif. Sehari-hari pemimpin perguruan tinggi harus mampu menghadapi dan mengembangkan orang-orang yang berkarakter seperti itu. Oleh karenanya, pemimpin perguruan tinggi tidak selayaknya ditunjuk hanya sebatas atas dasar kesamaan suku, etnis, kelompok, aliran dan sejenisnya. Jika cara seperti itu yang dilakukan, maka sudah barang tentu hasilnya akan kalah hebat dibanding pemain sirkus. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up