Menjaga tempat Ibadah
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Kamis, 16 Februari 2017 . in Dosen . 6313 views

Tempat yang dapat dirasakan kedamaiannya adalah di rumah ibadah. Di tempat itu seharusnya hanya dipakai untuk beribadah dan bukan untuk yang lain. Umpama ada jenis kegiatan lainnya seharusnya dibatasi, yaitu yang ada hubungannya dengan ibadah itu, misalnya membaca al Qur'an dan memperdalam ilmu agama. Jika fungsi itu dapat dijaga secara baik, maka masjid akan benar-benar menjadi tempat yang damai. Masjid seharusnya tidak digunakan untuk lainnya, misalnya berpolitik.

Dulu pada zaman Nabi, masjid difungsikan secara lebih luas. Selain untuk tempat shalat, juga digunakan berbagai kegiatan sosial. Namun sekarang ini, kegiatan sosial sudah memiliki tempat tersendiri. Pusat kegiatan masyarakat sudah tidak saja di masjid, tetapi sudah terbagi-bagi ke dalam wilayah yang beraneka ragam. Masyarakat yang semakin maju dan berkembang, maka spesialisasi menjadi keniscayaan.

Di masjid pada hari jum'at biasanya juga digunakan untuk berkhutbah dan bahkan juga pengajian. Kegiatan semacam itu seharusnya dibedakan dari kegiatan yang bersifat duniawi, semisal berkampanye untuk mencari dukungan politik, mengkritik kelompok lain yang dipandang tidak sesuai dengan pandangannya sendiri, dan lain-lain. Jika hal demikian itu dilakukan, masjid tidak akan menjalankan fungsinya yang utama, yaitu mendamaikan kehidupan umat.

Siapapun yang datang ke masjid seharusnya berhasil memperoleh kedamaian, melalui ibadah, mendengarkan khutbasn, nasehat atau tausiyah. Persoalan kehidupan sehari-hari yang dirasa rumit dan memberatkan, dapat dikurangi dan dihilangkan dari datang ke masjid. Di tempat ibadah, bagi siapapun, akan memperoleh sesuatu yang menyejukkan, damai, dan menyenangkan. Masjid bukan tempatnya untuk berselisih, berpecah belah, dan mendapatkan kemenangan dari siapapun. Apalagi dalam kontek dan di Indonesia sekarang ini.

Masjid tidak boleh kehilangan fungsinya yang sebenarnya, yaitu sebagai tempat untuk mendekatkan diri pada Allah dan Rasul-Nya, melalui ibadah. Jika masjid sudah digunakan untuk probaganda mendapatkan kekuasaan, pengaruh, dan juga lainnya, maka fusngsi masjid lama kelamaan akan hilang. Orang tidak lagi memaknai masjid sebagai tempat ibadah bagi semua, tanpa terkecuali. Selain itu, di masjid juga bisa jadi akan selalu terjadi keributan yang tidak perlu.

Jika pemahaman tersebut berhasil dimiliki oleh semua, maka sebenarnya tidak perlu ada seleksi khotib dan penceramah. Benar bahwa, peningkatan pengetahuan dan wawasan para khotib dan penceramah agama perlu dilakukan secara terus menerus, tetapi tidak sampai pada harus disertifikasi sebagaimana tenaga guru di sekolah-sekolah. Cara melihat kualitas khotib dan penceramah agama tidak perlu dilakukan dengan pendekatan formal hingga melahirkan suasana formalitas.

Orang datang ke masjid juga bukan untuk memperoleh hasil yang bersifat formal, tetapi adalah untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan hatinya. Mereka ingin memperoleh kedamaian di tempat ibadah. Oleh karena itu, pada setiap saat, khotib dan penceramah akan diseleksi oleh pendengarnya sendiri. Jika isi khutbah dan ceramah yang bersangkutan tidak berkualitas atau tidak melahirkan kedamaian, akan dengan sendirinya ditinggalkan oleh umatnya. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up