Pada suatu saat, saya kedatangan tamu, seorang yang sebenarnya tidak saya kenal. Namun demikian tampak, tamu dimaksud sudah kenal baik dengan saya. Segera saya persilahkan duduk, dan menanyakan, dari mana dan untuk apa maksud kedatangannya
Pertanyaan saya dijawab, bahwa dia adalah pernah menjadi mahasiswa saya. Dia kemudian menjelaskan bahwa sudah lama berkeinginan menemui saya, hanya belum sempat. Namun keinginannya bertemu dirasakan tidak bisa ditunda lagi, sehingga sekalipun tidak berjanji terlebih dahulu, sekedar berspekulasi berangkat, dan bersyukur dapat ketemu.
Tamu yang datang tanpa sebelumnya mengadakan perjanjian itu menjelaskan bahwa, selama kuliah dulu di IAIN, sekarang UIN Malang ternyata dirasa tidak ada satu pun pelajaran yang ada relevansinya dengan pekerjaan yang dia kerjakan sekarang ini. Namun demikian ia mengaku telah dapatkan kesan mendalam. Ilmu tidak diperoleh dari kampus, tetapi dirasakan memperoleh berkahnya.
Dia mengaku bahwa dari sekian banyak dosen yang pernah mengajar selama empat tahun dia kuliah, ternyata tidak ada satu pun yang memberikan ilmunya sesuai dengan pekerjaannya, kecuali dari saya. Mendengar penjelasan itu, tentu saya terkejut sehingga balik bertanya. Mata kuliah apa yang pernah saya berikan ketika itu hingga disebut ada relevansinya dengan pekerjaannya sekarang.
Disebutkannya bahwa saya mengajar metodologi penelitian dan statistik. Dan dua mata kuliah tersebut juga tidak secara langsung relevan dengan pekerjaannya sehari-hari. Mendengarkan jawaban itu, pertanyaan saya lanjutkan, yaitu apa yang menjadikan dia terkesan dari kuliah saya. Dia menjawab bahwa, kesan itu bukan dari materi kuliah, tetapi dari kalimat yang pernah saya sampaikan di luar kegiatan kuliah.
Alumni IAIN Malang yang mengaku hidupnya sukses tersebut menjelaskan bahwa pernah mendengar kalimat sederhana dari saya, tetapi berhasil masuk ke dalam hatinya. Dia menyebutkannya, mungkin karena saya sampaikan dengan tulus, maka kalimat dimaksud tidak pernah dilupakan. Kalimat itu berbunyi : 'bekerja apa saja dan di mana saja asalkan dilakukan dengan sungguh-sungguh maka akan berhasil'. Kalimat itu dianggap sangat mengesankan dan mendalam yang diperoleh selama kuliah 4 tahun di IAIN Malang dan sekalipun sudah sekian lama lulus, masih diingat dan dijadikan pegangan.
Mendengar penjelasan itu saya kemudian bertanya tentang pekerjaan yang sekarang dijalani dan disebut sukses itu. Dia menyebut sebagai penggembala sapi. Atas jawaban itu, saya bertanya, bagiaman mungkin saya percaya, sebagai penggembala, tetapi mobilnya kelihatan sedemikian bagus. Dia menambahkan jawabannya bahwa, dia menggembala sapi hingga jumlahnya antara 3000 hingga 4000 ekor. Usahanya adalah mengimport sapi dan kemudian menggemukkan dan kemudian menjualnya.
Atas pekerjaanya itu, ia memiliki banyak karyawan dengan berbagai keahliannya. Dia menyebut bahwa ilmu yang dipelajari di IAIN tidak ada yang relevan dengan kegiatan usahanya. Dijelaskan kembali bahwa ilmu yang cocok dengan pekerjaannya sekarang adalah justru berasal dari apa yang pernah saya sampaikan sebagaimana dikemukkan di muka, yaitu apa saja yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh akan berhasil. Sekalipun pekerjaan yang ditekuni itu bukan keahlinya, yakni di bidang perternakan, tetapi berhasil sebagai buah dari kesungguh-sungguhannya itu.
Menyangkut ilmu, menurut pandangan alumni IAIN yang menyebut dirinya sukses itu, jika tidak memiliki, sebenarnya dapat mencari orang yang ahli. Sekarang ini banyak sarjana di berbagai bidang. Disebutkan olehnya bahwa, dari pada mencari ilmu sendiri, akan lebih cepat ditempuh dengan mencari orang berilmu dan kemudian dipekerjakan. Ilmuwan apa saja sekarang jumlahnya banyak dan mau dipekerjakan. Hal itu sebagaimana yang ia lakukan selama ini. Memperhatikan cara berpikirnya alumni itu, saya berkesimpulan, rupanya ia tidak saja cerdas tetapi juga cerdik hingga hidupnya sukses. Cerdik, cerdas, jujur, dan bersungguh-sungguh menjadi sangat penting. Wallahu a'lam