Syahdan cerita.
Seorang yang muda.
Miskin dan sangat menderita.
Dibawah asuhan seorang bunda.
Pergi berlayar kemudian mengembara.
Menjadi seorang yang sangat kaya raya.
Dengan membawa seorang istri yang sangat cantik jelita.
Malin Kundang kembali.
Ke kampung halaman lagi.
Dengan keluarga bergengsi.
Semua orang jadi menghormati.
Bahkan semua ingin menjadi abdi.
Sukses seperti orang sudah terpuji.
Sayang Malin Kundang tak peduli.
Kepada ibu yang merawat sejak dini.
Bahkan merasa malu untuk mengakui.
Terasa terganggu dengan ibu kandung sendiri.
Durhaka dan bahkan sangat menghina harkat manusia.
Ibunya menangis tidak tahan dikhianati kandung sendiri.
Meski Malin Kundang bangga.
Menjadi orang yang sangat kaya.
Hatinya hancur hilang rasa etika di dada.
Bertentangan dengan hati nurani dan ajaran agma.
Tetapi tetap gengsi untuk menjaga martabat mulia.
Ibunya menangis bertubi-tubi.
Mengangkat dua tangan berdo'a pada ilahi.
Agar anak durhaka yang mengkhianati ibunya sendiri.
Dikuhum dengan segala yang bisa sadarkan diri.
Dengan izin Allah Malin Kundang sujud dan membatu mati.
Malin Kundang sudah tidak bernyawa lagi.
Menjadi batu dan bisa menjadi saksi orang datang menziarahi.
Hati-hati jangan durhaka.
Terutama kepada orang tua.
Bisa saja jadi seperti alqomah.
Bisa seperti Malin Kundang dalam legenda.
Padang, 09-07-2018
'Abd Al Haris Al Muhasibiy