Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut perpres izin investasi minuman keras (miras) nomor 10/ 2021 setelah mendengarkan dan memperhatikan masukan dari berbagai pihak, terutama ormas Islam Muhammadiyah, NU dan MUI. Keputusan Presiden mencabut perpres ini serta merta melegakan umat Islam Indonesia yang memang merupakan jumlah mayoritas. Selain itu, pencabutan perpres ini juga menunjukkan bahwa Presiden Jokowi bukan pemimpin yang bad lissener. Karena jika perpres ini tidak dicabut, maka akan menambah kegaduhan politik di negeri ini, sementara negara sedang berjuang keras membasmi covid-19 yang sudah genap satu tahun lamanya. Miras sendiri merupakan salah satu musuh negara di antara musuh-musuh lain seperti korupsi, ekstremisme dan terorisme.
Maka, kebijakan-kebijkan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik itu menyangkut miras, ekstremisme, terorisme, seragam sekolah dan seragam aparatur sipil negara (ASN) atau sejenisnya mesti digodog sedemikian rupa dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan implikasinya di masyarakat, dengan melibatkan berbagai unsur terkait serta mensosialisasikannya secara massif dan dengan pendekatan persuasif.
Peran Ormas Islam
Ormas Islam di Indonesia sangat banyak jumlahnya, seiring dengan jumlah umat Islam itu sendiri, termasuk yang paling besar pengaruh dan jumlahnya adalah Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama’ (NU). Di sinilah peran ormas Islam tersebut dapat menjadi kontrol pemerintah jika ada kebijakan yang tidak sesuai dengan kultur dan mainstream masyarakat kita. Termasuk peran memberikan masukan-masukan (fatwa) dan pertimbangan terhadap masalah yang dihadapi bangsa ini. Ormas-ormas Islam tersebut menjadi pilar di antara pilar-pilar negara, karena ormas tersebut memiliki anggaran dasar yang sejalan dengan pancasila dan NKRI, bukan ormas yang transnasional dan bertentangan dengan Pancasila dan NKRI tersebut.
Keputusan Presiden untuk mencabut perpres ini sangat tepat dan sangat positif, dan ini mesti menjadi pelajaran baik dan berharga untuk ke depannya (lesson learned), agar keputusan dan peraturan pemerintah tidak berdampak pada kegaduhan politik di negeri ini. Hanya memang sangat disayangkan, jika terbitnya perpres nomor 10/2021 ini tidak diketahui sebelumnya oleh Wakil Presiden, KH. Ma’ruf Amin. Seperti yang disampaikan oleh juru bicaranya, Masduki Baidlowi bahwa Wapres tidak mengerti sebelumnya. Padahal Wapres juga menjadi ketua Dewan Pertimbangan Majlis Ulama’ Indonesia (MUI). Justru informasi beredar luas di medsos setelah diterbitkannya perpres dan kemudian sempat menuai berbagai kritikan kepadanya. Meski pada akhirnya, dengan langkah cepat masukan Wapres dapat diterima oleh Presiden dan puncaknya dicabut perpres tersbut.
Lesson Learned
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majmuk dan heterogen. Sesuai kondisi warga bangsa yang majmuk tersebut, maka pemerintah perlu melakukan multi pendekatan dalam memutuskan kebijakan-kebijakan, selain tentu melalui mekanisme undang-undang yang berlaku. Ada beberapa pendekatan dalam konteks memutuskan kebijakan, yaitu: Pertama, pendekatan scientific oleh para ilmuwan-akademisi. Di sini insan akademik di perguruan tinggi memiliki peran strategis untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat melalui tri dharma perguruan tinggi, termasuk kebijakan program vaksinasi covid-19 yang tengah berlangsung saat ini. Kedua, pendekatan religius oleh para tokoh agama. Para tokoh agama memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam memberikan pemahaman melalui perspektif agama, karena mereka memiliki massa (jama’ah) yang besar. Dalam konteks halal-haram, maslahah dan mafsadah mereka memiliki otoritas untuk mengeluarkan fatwanya. Ketiga, pendekatan struktural oleh pemerintah itu sendiri. Para pejabat pemerintah di daerah mesti menjalankan peraturan dan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Antara pejabat pemerintah harus ada kata sepakat jika keputusan sudah dikeluarkan ke publik. Keempat, pendekatan sosio-kultural oleh para tokoh masyarakat. Para tokoh masyarakat (suku, adat) memiliki peran penting dalam membantu program kebijakan pemerintah di komunitasnya. Kelima, pendekatan melalui media massa. Di era fourth point zero (4.0) media massa memiliki peran yang lebih efektif untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat dan mengunggah berita yang benar dan objektif, bukan berita bohong (fake news) atau hoax yang menyesatkan dan menyebabkan kegaduhan di masyarakat.
Pendekatan multi aspek tersebut sangat penting dalam memuluskan program dan kebijakan pemerintah dalam banyak hal. Pada era Orde Baru program keluarga berencana (KB) sangat sukses karena menggandeng berbagai unsur terkait, tidak ketinggalan kepada para Kiai dan sejumlah ulama’ di negeri ini. Inilah yang disebut dengan partisipasi politik oleh warga masyarakat dalam menggerakkan program pembangunan. Dalam sistem pemerintahan demokratis, rakyat dan tokoh masyarakat dilibatkan dalam berpartisipasi memberikan pertimbngan. Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia Barat menganggap sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif benar-benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif dan distributif.
Keberadaan wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin semua rakyat dalam suatu negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh sebab itu kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip amanah dan tanggung jawab (credible dan accountable) menjadi keharusan bagi setiap anggota dewan. Sehingga jika ada tindakan pemerintah yang cenderung mengabaikan hak-hak sipil dan hak politik rakyat, maka harus segera ditegur. Itulah perlunya perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan kontrol pemerintah. Hanya, dalam konteks ini, perpres 10/2021 tentang izin investasi miras tidak perlu melibatkan anggota dewan (DPR) maka para tokoh ormas memiliki hak kontrol terhadap kebijakan tersebut, sehingga menjadi maslahat dan mampu meredakan kegaduhan. Wallahu a’lam bisshawab.***