Bertawakkal Dalam Berpolitik
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Minggu, 27 Juli 2014 . in Dosen . 933 views

Membela dan ikut serta bertanggung jawab dalam memajukan bangsa dan negara adalah merupakan kewajiban bagi seluruh rakyatnya. Tidak boleh nasib bangsa ini dibiarkan begitu saja atau tidak ada yang megurus. Semua rakyat harus ikut berpartisipasi dan bertangung jawab dalam menyelamatkan dan memajukan bangsanya.

Tatkala bangsa ini sedang memilih pemimpinnya maka harus dilakukan maksimal, yaitu memilih seseorang yang dipandang terbaik, paling cakap, tepat dijadikan tauladan, bisa dibanggakan, dan juga mampu mengayomi bagi seluruh rakyat dan tanah airnya. Tentu, ukuran seperti itu dalam implementasinya, masing-masing orang memahaminya secara berbeda-beda. Oleh karena itu, siapa orang yang dimaksudkan ideal itu juga akan berbeda. Akhirnya di dalam berdemokrasi, siapa yang disebut pemimpin ideal adalah yang memperoleh suara terbanyak.

Proses pemilihan pemimpin dalam berdemokrasi itu selalu sarat dengan permainan. Dalam dunia permainan yang berujung pada hasil akhir menang atau kalah, maka selalu diwarnai oleh taktik dan strategi atau siasat. Tidak pernah ada orang bertanding berharap kalah, kecuali dalam keadaan tertentu, misalnya keikut sertaannya hanya untuk memenuhi persyaratan formaalitas. Pertandingan yang serius biasanya dikuti oleh orang-orang yang berambisi menang, apapun cara yang ditempuhnya.

Begitu juga kiranya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden yang baru saja selesai dilaksanakan di negeri kita ini. Semua calon dan para pendukungnya ingin menang. Sedangkan untuk meraih kemenangan itu harus lewat siasat, taktik, dan strategi, baik dalam persiapan, pada waktu kampanye, maupun pada saat pelaksanaan pemilihan dan bahkan juga terakhir pada waktu penghitungan suara dilaksanakan.

Sebagai bagian dari taktik, siasat, dan strategi itu, maka tampaknya menjadi biasa tatkala masing-masing calon dan pendukungnya saling mengkritik dan merendahkan pihak lawan, dan sebaliknya, mengunggulkan dirinya sendiri. Cara itu dilakukan agar dirinya populer, dipercaya, dan akhirnya dipilih. Adalah dilarang bagi siapapun merendahkan orang lain, menunjukkan cacatnya, dan apalagi memfitnah. Akan tetapi dalam perebutan pengaruh untuk meraih kemenangan, ternyata hal itu tidak mudah dihindari oleh siapapun. Buktinya, semua melakukannya.

Memang, agar menang di dalam pertandingan jenis apa saja, baik olah raga, politik, dan bahkan peperangan, sekalipun sudah disepakati harus mengikuti norma, tata tertib, etika, atau sopan santun, kesepakatan itu selalu diabaikan. Bagi mereka, yang terpenting adalah menang. Semboyan atau tekat, bahwa akan bermain cantik dan bersih, ternyata kalah oleh semangat untuk meraih kemenangan. Karena itu di dalam permainan apa saja, melakukan kesalahan adalah dianggap sebagai hal biasa.

Oleh karena itu, kekalahan seseorang bisa jadi disebabkan oleh kekeliruan siasat, taktik, dan strategi yang dipilih, atau karena kenakalan dari kompetitornya. Sekalipun seseorang dianggap unggul, namun bisa saja di akhir pertandingan dinyatakan kalah, dan kekalahan itu harus diterimanya. Menang atau kalah bukan diukur dari kehebatan penampilannya, kualitas pribadinya, kehebatan strategi dan taktiknya, tetapi adalah berdasar pada ukuran pertandingan itu. Dalam olah raga tinju, dulu Mike Tyson dielu-elukan akan menang. Tetapi, suatu ketika, ternyata ia kalah dan juga harus menerima kekalahan itu.

Selalu adanya penyimpangan dalam pertandingan apapun, maka disediakan pemimpin pertandingan, pengawas, wasit, dan bahkan penonton untuk ikut menyaksikan. Semua itu disiapkan agar permainan atau pertandingan berjalan sebagaimana mestinya. Pengawas atau wasit misalnya, harus disalahkan ketika peserta pertandingan melakukan kesalahan, kecerobohan, keluar dari etika atau sopan santun yang harus dipenuhi. Dalam permainan sepak bola, wasit harus berani dan tegas menghukum siapa saja yang melakukan kesalahan, dengan mengeluarkan kartu kuning dan bahkan juga kartu merah.

Sekalipun hukum dalam berkompetisi sebagaimana digambarkan seperti itu, maka semua pihak harus siap kalah atau siap menang. Tatkala ada sesuatu yang diragukan, bahwa di dalam pertandingan dimungkinkan terjadi penyimpangan yang bersifat massif, terstruktur, dan lain sebagainya, maka harus diantisipasi sejak sebelum pertandingan itu dilaksanakan. Tatkala semuanya sudah disepakati, maka segala kemungkinan yang terjadi harus diterimanya. Umpama ada pihak-pihak tertentu yang dirugikan hingga kalah, maka tidak seharusnya protes atau merasa keberatan. Sebab penyimpangan, melakukan siasat, taktik dan trategi dalam permainan memperebutkan kemenangan adalah hal biasa, di mana-mana bisa terjadi, dan sebenarnya sangat mungkin dilakukan oleh semua pihak.

Dalam pertandingan atau kompetisi apa saja pasti semua pihak sudah mempersiapkan diri dan akan bermain semaksimal mungkin. Berbagai kemungkinan yang menjadikan dirinya gagal atau kalah sudah diantisipasi sebelumnya. Niat baik dan mulia untuk bertanding juga sudah ditata, dan begitu pula berbagai rencana untuk mewujudkan niat baiknya itu telah disusun sebaik-baiknya. Hal demikian itu menggambarkan bahwa pemain sudah memberikan yang terbaik. Jika dikaitkan dengan Pilpres yang lalu, maka sebenarnya para kandidat presiden dan wakil presiden sudah sangat tampak ideal, terpuji, dan mulia. Dari mereka sudah tergambar kepeduliannya, keikhlasannya, tanggung jawabnya terhadap rakyat, bangsa dan negaranya, dan secara total akan berjuang agar ke depan bangsa ini meraih cita-citanya yang terbaik dan mulia.

Manakala semua hal tersebut telah dilakukan, dan memang benar-benar telah dilakukan, maka pekerjaan terakhir adalah bertawakkal. Bagi yang menang, masih harus bekerja lebih keras, mencurahkan semua kekuatan dan potensinya untuk mewujudkan janji-ianjinya. Selanjutnya, ia akan benar-benar lulus dan menang secara sempurna tatkala berhasil memenuhi janji-janjinya yang hebat dan indah itu. Demikian pula sebaliknya, bagi yang masih belum berhasil mengungguli kompetitornya, sebenarnya yang bersangkutan sudah menunjukkan kebaikan hatinya, rasa tanggung jawabnya, keikhlasannya, dan sedemikian besar kecintaannya terhadap negara, bangsa, dan tanah airnya. Manakala cara berpikir yang demikian itu yang terbangun, maka yang tersisa adalah menyerahkan segalanya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Artinya, yang bersangkutan telah benar-benar bertawakkal dalam berpolitik. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up