Meraih Jiwa Merdeka
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Minggu, 17 Agustus 2014 . in Dosen . 4586 views

Orang yang paling bahagia adalah tatkala berhasil memiliki jiwa merdeka. Sebuah negara dan bangsa telah merdeka, tetapi belum tentu semua rakyatnya meraih jiwa itu. Jiwa merdeka bisa dimiliki oleh siapapun, baik oleh penguasa ataupun juga rakyat biasa, orang pintar dan kaya atau sebaliknya miskin dan bodoh. Jiwa merdeka tergantung pada diri orang yang bersangkutan.

Orang yang masih memiliki perasaan takut, khawatir, ragu-ragu, tertekan, terbelenggu, dan sejenisnya, sebenarnya adalah orang yang terjajah, atau jiwanya belum merdeka. Banyak hal yang melahirkan jiwa terjajah itu. Adakalanya adalah berupa suasana, keadaan, cita-cita, harapan, dan juga sesuatu yang belum diketahunya.

Suasana gelap bisa menjadikan orang takut. Gelap dalam pengertian yang sebenarnya atau keadaan yang belum diketahuinya. Di tengah malam, oleh karena keadaan gelap, maka orang takut. Demikian pula keadaan yang belum jelas, misalnya apakah akan mendapat keuntungan atau sebaliknya yaitu jatuh pailit, akan lulus atau gagal, akan memenangkan kompetisi atau kalah, usahanya sukses atau gagal, semua itu melahirkan rasa galau, khawatir dan takut. Maka pada ketika itu, jiwa yang bersangkutan belum merdeka.

Orang selalu berusaha agar memiliki jiwa merdeka, namun ternyata tidak selalu mudah diraih. Orang kaya pun kadang merasa takut, jiwanya tidak merdeka, oleh karena khawatir hartanya berkurang atau bahkan hilang. Pejabat tinggi merasa khawatir atau takut jabatannya berakhir atau direbut orang. Ada saja orang tua yang selalu mengkhawatirkan anaknya tidak lulus atau berhasil sekolahnya, atau tidak sukses masa depannya. Orang tua yang bersikap seperti itu belum meraih kemerdekaan yang sebenarnya.

Orang-orang yang berperasaan khawatir, ragu, dan selalu dihantui rasa takut itu sebenarnya adalah sedang tidak memiliki jiwa merdeka. Agar jiwa merdeka benar-benar bisa diraih, maka yang bersangkutan harus berusaha sendiri melepaskannya dari berbagai macam belenggu itu. Orang lain tidak akan mampu mengintervensi untuk menghilangkannya, kecuali sebatas memberi nasehat, petunjuk, atau peringatan, dan sejenisnya.

Orang yang jiwanya tidak sedang merdeka, secara sederhana, bisa tampak dari penampilannya, ucapannya, dan bahkan juga tulisannya. Orang yang berjiwa merdeka biasanya mampu tampil apa adanya, mantap, tegas, dan begitu pula sebaliknya. Orang yang jiwanya sedang tidak merdeka, maka ketakutannya juga kelihatan. Sebaliknya, orang yang jiwanya merdeka, maka akan mampu berbicara dan juga bahkan menulis dengan jernih dan mudah dipahami. Orang yang takut atau khawatir berbuat salah, maka bicaranya tidak karu-karuan, tulisannya tidak bisa dipahami, dan atau bahkan sama sekali tidak mampu menuangkan buah pikirannya.

Dalam Islam, jiwa merdeka bisa diraih dengan memperkokoh tauhid. Orang yang benar-benar beriman kepada Tuhan, maka tidak akan merasa takut atau khawatir dengan apa atau siapapun. Orang yang tauhidnya kokoh tidak akan merasa rendah dibanding orang lain. Selain itu, orang yang benar-benar beriman atau bertauhid, maka tidak akan pernah merasa takut dan khawatir atas apapun, kecuali kepada Tuhan. Oleh karena itu, agar meraih jiwa merdeka, maka siapapun hendaknya memperkokoh tauhid atau keimanannya. Dan, sikap itu hanya bisa dibangun oleh dirinya sendiri. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up