Memahami Islam serta Relasinya dengan Budaya
Abadi Wijaya Selasa, 17 Maret 2015 . in Berita . 3069 views
518_pembicara-seminar-naional-cssmora.jpg
Foto Bersama: Kiri Aktivis Ahlu Sunah Waljamaah (Aswaja) KH. Idrus Ramli, Tengah Pemikir Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat, “Alfarobi” Malang, Ach. Dhofir Zuhry dan Staf Kemahasiswaan UIN Maliki Abdul Aziz.

GEMA-Jika Islam dipahami hanya sebagai sebuah agama, maka hanya mencakup teologi, hukum, dan akhlak. Pemahaman sempit itu jika dibenturkan dengan ragam sosial budaya Indonesia,  tentu tidak akan ada kesesuaian.

Dari hal  itu perlu ada gerakan  pemahaman Islam secara luas serta bagaimana mempertemukan Islam dengan pluralitas budaya yang ada di Indonesia. Sehingga Islam dapat menyatu dengan sosial budaya masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan nilai-nilai Islam dan tanpa menghapus budaya yang telah ada.

Hal itulah yang melatarbelakangi adanya seminar nasional dengan tajuk Pribumisasi Islam, Memahami Islam serta Relasinya dengan Sosial Budaya di Indonesia. Seminar tersebut terselenggara dalam rangkan ulang tahun keliman Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs UIN Maliki (CSSMoRA). Hadir sebagai pembicara yaitu, Pemikir Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, Aktivis Ahlu Sunah Waljamaah (Aswaja) KH. Idrus Ramli, dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat, “Alfarobi” Malang, Ach. Dhofir Zuhry (14/3).

“Pemahaman Islam kaffah bukanlah Islam yang kaku dan anti akan budaya,” ungkap KH. Idrus Ramli di awal seminarnya. Lebih jauh, alumni Ponpes Sidogiri tersebut menjelaskan bahwa jauh sebelumnya, gerakan pribumisasi Islam telah dicontohkan oleh para ulama. Para ulama dalam menyebarkan Islam di Nusantara mengenalkan Islam sebagai agama yang respon terhadap budaya dan bukan sebaliknya. “Misal, walisongo  mampu melestarikan tradisi budaya yang selaras dengan Islam dan menghapus budaya yang bertentangan. Kalau pun tidak bisa dihapus, maka walisongo berusaha memperkecil dampak negatif dari budaya itu,” papar Kiai yang akrab di panggil Gus Ramli tersebut.

Kelompok Islam yang menentang budaya, masih pararan Gus Ramli, adalah kelompok yang berdalih bahwa budaya itu bid’ah. Menurut kelompok itu, apapun yang tidak dijelaskan secara jelas dalam nash, maka itu dinyatakan sebagai hal yang tidak boleh dilakukan. Sehingga kelompok itu enggan ikut dengan tradisi-tradisi yang telah dilestarikan para ulama sebelumnya. “Pribumisasi Islam adalah gerakan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam al Quran dan al Hadits serta bagaimana mempertemukannya dalam lingkup pluralitas budaya yang ada di masyarakat,” imbuhnya.

Paparan serupa juga disampaika Ketua STIF “Alfarobi” Malang, Ach. Dhofir Zuhry. Diuraikan bahwa Islam secara luas bisa dipahami sebagai agama, pengetahuan, peradaban, kebudayaan, etos kerja, muamalah, dan organisasi. Pemahaman Islam tidaklah terbatas pada agama yang lingkupnya hanya persoalan aqidah dan syariat. “Kenapa Islam terbelakang dan agama lain lebih maju, sebab pemahaman Islam  hanya terbatas Islam adalah agama. Ini pula yang menyebabkan Islam dianggap sebagai agama yang kaku dan tidak respon terhadap budaya,” paparnya. (sy)

(Ajay)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up