Memperluas Sajadah
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Senin, 27 Juli 2015 . in Dosen . 838 views

Sebutan memperluas sajadah, saya peroleh dari Prof. Din Syamsuddin, ketika memberikan ceramah halal bi halal di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, pada tanggal 22 Juli 2015 yang lalu. Saya yakin bahwa kata itu muncul secara spontan ketika ia sedang berada di tempat itu dan melihat bahwa komunitas kampus itu terdiri atas pengikut NU dan Muhammadiyah. Rupanya Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu ingin memberikan dasar teologis terhadap adanya perbedaan itu.

Biasanya orang atau kelompok terlibat konflik oleh karena sedang berada pada wilayah sempit atau terbatas. Mereka menginginkan gerak secara bebas, tetapi terbatasii oleh keberadaan yang lain. Umpama ruang yang ditempati itu diperluas, maka siapapun menjadi bebas, dan karena itulah mereka tidak akan saling mengganggu. Demikian pula yang terjadi pada pikiran orang. Manakala seseorang mampu menempatkan pikirannya pada wilayah yang luas, maka tidak akan segera menyalahkan orang lain yang dianggap tidak sama dengan dirinya.

Sekalipun ajaran Islam itu sebenarnya sedemikian luas, tetapi tidak sedikit dari umatnya sendiri yang memaknainya secara sempit atau terbatas, yaitu hanya menyangkut kegiatan ritual, shalat misalnya. Ibadah dalam hal itu adalah shalat digambarkan dengan sajadah. Gambaran itu dirasa tepat oleh karena banyak orang ketika menjalankannya menggunakan alas itu. Sajadah di mana-mana tidak pernah berukuran terlalu lebar, biasanya hanya cukup untuk shalat seorang. Kecuali, adalah sajadah yang diletakkan di masjid yang dirangkai dalam jumlah banyak hingga memanjang, menyesuaikan lebar masjid itu.

Manakala Islam hanya dimaknai sebatas shalat atau hal yang bersifat ritual misalnya, maka ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad itu terasa sempit. Padahal kenyataannya tidak demikian ltu . Islam itu amat luas, yakni seluas kehidupan itu sendiri. Pemaknaan Islam yang terbatas atau sempit itu harus dikoreksi, agar tidak mengakibatkan orang atau sekelompok orang selalu berselisih atau terlibat berkonflik. Islam tidak sempit, yaitu sebatas menurut atau mengikuti pemaknaan seseorang, sebagaimana sajadah itu. Sajadah yang semula hanya untuk seorang, maka seharusnya dipeluas atau diperpanjang. Sehingga, shalat atau ibadah bisa dilakukan di mana-mana hingga menjadi tidak terbatas.

Jika dikatakan bahwa shalat itu adalah bagian dari ibadah, maka sebenarnya ibadah itu tidak sebatas shalat itu. Di luar shalat masih banyak jenis kegiatan yang disebut ibadah. Itulah sebabnya, makna sajadah itu harus diperluas, agar orang tidak mengira bahwa Islam itu hanya kegiatan shalat. Menurut Prof. Din Syamsuddin, ayat yang mengatakan bahwa : 'tidak Aku ijadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah', maka kata ibadah di dalam ayat itu harus dimaknai secara luas. Ibadah tidak saja dimaknai sebagai kegiatan ritual, tetapi juga menyangkut berbagai jenis kegiatan lainnya.

Shalat lima waktu memang penting dan harus dijalankan sesuai dengan pentunjuknya. Akan tetapi ibadah, harus dimaknai tidak sebatas menjalankan shalat atau jenis ritual lainnya. Di luar shalat, seperti kegiatan intelektual, sosial, dan lain-lain juga bisa dimaknai ibadah. Orang bekerja di laboratorium, perpustakaan, melakukan riset, seminar, kajian ilmiah di kampus-kampus bisa dimaknai sebagai bagian dari ibadah. Demikian pula, seseorang yang sedang bekerja di sawah, para buruh bangunan, berjualan di pasar, dan lain-lain, asal didasarkan pada niat menjalankan perintah Allah dan dilakukan dengan ikhlas, maka semua itu adalah disebut ibadah. Dengan demikian, ibadah memiliki makna yang sangat luas.

Penjelasan tersebut menjadikan ajaran Islam sedemikian luas. Siapapun yang berada pada wilayah yang luas, tidak akan saling berebut atau saling mengganggu. Mungkin saja selama ini, banyak orang terlibat konflik, merasa benarnya sendiri, sementara orang lain salah, dan lain-lain adalah sebagai akibat dari pandangan yang sempit atau terbatas itu. Maka, menurut Prof. Din Syamsudin, setelah idul fitri secara bersama-sama harus dikembangkan kembali pikiran, pandangan atau wawasan yang luas. Hanya dengan cara itu, maka umat Islam akan maju dan berkembang. Sebaliknya, jika Islam hanya dipahami sebagai ajaran yang terbatas, maka selamanya akan merasa benarnya sendiri, dan itulah yang akan menjadi sumber konflik. Oleh karena itu, sajadah kita semua harus diperluas. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up