Umpama Mungkin, Iblis Pun Diajak Masuk Iislam
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Rabu, 1 Juli 2015 . in Dosen . 1055 views

Judul tulisan ini memang terasa berlebih-lebihan. Sebab, siapa yang bisa mengajak iblis masuk Islam. Tentu tidak mungkin. Apalagi jika mengingat sejarah penciptaan manusia yang dapat dibaca lewat al Qur'an, bahwa iblis sejak awal sudah menjadi makhluk yang sombong atau takabur, mereka tidak mau mengikuti perintah Allah.

Tulisan dengan judul yang berlebih-lebihan ini hanya ingin mempertegas bahwa Islam sebenarnya harus disampaikan kepada siapapun, tanpa terkecuali. Kehadiran Islam adalah sebagai rakhmat bagi siapa saja yang menghendaki keselamatan, kedamaian, dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akherat. Janganlah orang yang belum menjadi muslim dianggap musuh, melainkan seharusnya diyakini oleh karena, mereka belum mengetahui tentang Islam yang sebenarnya.

Ajaran Islam yang sedemikian mulia itu harus disampaikan kepada siapa saja, baik kepada orang yang telah mengenal Islam maupun yang belum mengenalnya. Kepada yang sudah beragama Islam, agar mereka semakin mendalami ajaran yang sedemikian indah. Sementara itu kepada yang belum Islam, agar mereka mengenalnya sekalipun dengan cara bertahap dan memerlukan waktu lama. .

Mungkin saja, untuk sementara waktu, mereka belum mau menerima Islam, tetapi setidaknya dengan ajakan itu agar mereka mengetahui bahwa Islam adalah ajaran mulia, dan datang dari Allah untuk semua umat manusia. Sudah barang tentu, memperkenalkan Islam tidak mudah. Hal demikian itu, dalam sejarahnya, juga dialami oleh Nabi Muhammad, saw., baik ketika masih di Makkah maupun setelah beiau hijrah ke Madinah.

Dalam berdakwah, saya mendapatkan pelajaran dari ayah saya sendiri, semasa masih kecil hidup di pedesaan. Berdakwah atau mengajak orang masuk Islam tidak mudah, sekalipun yang diajak itu bukan orang yang berpendidikan. Mereka pada awalnya menolak, bukan atas dasar argumentasi atau alasan yang jelas. Bahkan, juga bukan karena menganggap bahwa Islam itu keliru dan apalagi jelek. Kenyataan itulah yang memberikan pelajaran, bahwa belum semua yang baik pasti segera diterima oleh banyak orang.

Sabar dan tidak mau menyerah adalah kunci keberhasilan berdakwah. Tatkala pada awalnya menolak, maka tidak boleh berhenti. Berbagai cara, termasuk menunggu waktu lama harus dijalani dengan sabar. Demikian pula tatkala dakwah itu direspon dengan cara yang kurang simpatik, maka tidak perlu dibalas dengan cara yang kurang menyenangkan. Kebaikan harus disampaikan dengan cara yang baik.

Sewaktu saya masih di desa, ayah memiliki tetangga yang sudah sekian lama belum mau menjalankan shalat lima waktu, dan apalagi puasa di bulan Ramadhan. Orang dimaksud dalam kartu penduduknya mengaku beragama Islam. Akan tetapi perilakunya sehari-hari tidak menunjukkan keber-Islamannya. Meminum minuman keras, dan berjudi, sekalipun bertempat tinggal berdekatan dengan masjid adalah hal biasa dilakukan. Bahkan suatu ketika, mengetahui bahwa selamalan ia berjudi, ayah justru menanyakan berapa banyak hasil kemenangan yang diperoleh.

Saya pernah mengusulkan pada ayah, agar orang dimaksud diperingatkan dan jika mungkin dengan tegas dan keras. Mendengar usulan saya itu, ayah saya hanya tertawa, menunjukkan kurang sependapat. Mungkin ayah justru menilai bahwa saya tidak paham tentang berdakwah. Pada suatu saat, ketika saya mengulangi usul dimaksud, ayah mengatakan bahwa orang itu sudah baik, yaitu sudah mau mandi di kamar mandi masjid. Ayah berkeyakinan, suatu saat orang dimaksud tidak saja mandi di kamar mandi masjid, tetapi juga akan masuk masjid. Ternyata benar, beberapa tahun kemudian, orang dimaksud sudah mulai belajar shalat.

Kasus lain masih terkait dengan berdakwah, seringkali ayah saya diundang ke kampung yang sehari-hari pekerjaan masyarakatnya adalah berburu babi hutan. Hasil buruan itu juga dikonsumsi. Mereka tidak peduli halal dan atau haram daging itu. Penduduk kampung mengerti bahwa ayah saya tidak mau mengkonsumsi daging babi hutan. Sikap ayah yang demikian itu sangat dihormati oleh mereka. Ketika ayah diundang dan datang ke kampung itu, peralatan makanan seperti piring, sendok, dan semuanya baru dibeli dari pasar, agar ayah tidak khawatir hidangan itu bersentuhan dengan daging babi hutan.

Kebiasaan masyarakat di kampung itu, tidak saja mengkonsumsi daging babi, tetapi juga berjudi, meminum minuman keras, berzina, dan seterusnya. Sekalipun begitu, mereka tidak memusuhi Islam, dan bahkan menghormati orang yang menjalankan Islam dengan baik, termasuk kepada ayah saya. Ketika memiliki kegiatan yang ada kaiannya dengan Islam, misalnya menikahkan anaknya, mereka mengundang ayah saya untuk berdo'a. Untuk menghormati kehadiran ayah saya, maka minuman keras, peralatan judi, dan lain-lain, sementara waktu disembunyikan. Baru setelah ayah meninggalkan tempat itu, secara bebas, mereka berjudi, meminum minuman keras, dan apa saja dilakukan.

Suatu ketika saya pernah usul, agar ayah ketika hadir di tempat kegiatan orang sebagaimana tersebut di muka, bertahan agak lama. Sebab, ketika ayah di tempat itu, kegiatan berjudi, meminum minuman keras, dan lain-lain tidak akan dilakukan. Usul itu ternyata oleh ayah ditolak, dengan alasan sederhana, yakni jika beliau bertahan terlalu lama di tempat itu, maka tidak akan memperoleh simpatik lagi. Dikatakan bahwa, ketika kehilangan simpatik dari mereka itu maka akan merugi, yakni tidak akan berpeluang menyampaikan ajaran Islam pada komunitas itu. Ayah ternyata benar, masyarakat kampung dimaksud, sekarang sudah tidak berburu babi hutan lagi, bahkan sudah memiliki masjid dan madrasah. Dakwah ternyata harus dilakukan dengan pelan, sabar, dan tidak mengenal putus asa. Agar sukses dalam berdakwah, maka harus mampu menumbuhkan rasa simpatik, hormat, dan bahkan rasa senang.

Seruan dakwah, kata ayah saya, harus diberikan kepada siapapun dengan cara yang bijak. Tidak tepat dakwah hanya disampaikan kepada kelompok orang tertentu. Siapapun harus diajak mengenal Islam dan menjalankannya. Islam tidak boleh melahirkan permusuhan dengan siapapun. Islam adalah keselamatan, maka harus menyelamatkan. Islam adalah kasih sayang maka harus melahirkan suasana saling kasih sayang pula. Siapapun, tidak peduli, diajak mengenal Islam, bahkan jika mungkin, ---sekalipun hal itu tidak mungkin, iblis pun seharusnya diajak masuk Islam. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up