Tatkala Posisi Pemimpin Diperebutkan
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Minggu, 13 Maret 2016 . in Dosen . 1218 views

Sekarang ini posisi pemimpin di mana-mana diperebutkan oleh banyak orang. Memimpin dipandang sebagai amanah, artinya sesuatu yang harus ditunaikan. Tidak gampang menunaikan amanah itu dan tidak semua orang mampu memenuhinya. Orang yang tidak menunaikan amanah disebut khianat. Di manapun dan kapan pun, penghianat dianggap buruk, atau perilaku jelek yang tidak boleh didekati. Orang yang tidak amanah tidak akan mendapatkan keselamatan, baik di dunia maupun di dalam kehidupan kelak di akherat.

Namun anehnya, posisi pemimpinan ternyata diperebutkan oleh banyak orang. Pada umumnya, apa saja yang diperebutkan oleh banyak orang adalah sesuatu yang jumlahnya tidak banyak dan mendatangkan keuntungan atau bahkan juga kenikmatan. Oleh karena itu, kepemimpinan ternyata telah dilihat dari dua sudut pandang, yaitu adalah menjadi sesuatu yang harus ditunaikan dan pada sisi lainnya adalah juga dianggap sebagai sesuatu yang mendatangkan keuntungan atau kenikmatan.

Hal yang menarik dan juga sekaligus memprihatinkan terkait dengan kepemimpinan itu, pada akhir-akhir ini bahwa banyak pimpinan daerah dan juga disebut sebagai pemimpin terkena berbagai kasus, di antaranya adalah korupsi. Atas dasar kesalahannya itu, mereka akhirnya diadili dan dimasukkan ke penjara. Jumlah mereka yang terpeleset pada lubang kesalahan, atau terkena kasus dimaksud cukup banyak, yakni hampir separo dari jumlah yang ada. Manakala menggunakan teori gunung es, sebenarnya jumlah itu sudah terlalu besar. Pejabat yang melakukan kesalahan serupa, hanya oleh karena belum tertangkap, bisa jadi jumlahnya lebih banyak lagi.

Fenomena tersebut kiranya tidak bisa dipahami secara sederhana, misalnya bahwa para pejabat pemerintah umumnya adalah jelek, gemar melakukan kesalahan, dan atau brengsek. Apa yang terjadi itu seharusnya dilihat secara utuh dan mendalam. Dosa atau kesalahan itu seharusnya dilihat dalam perspektif yang luas. Kiranya tidak adil jika perbuatan mereka itu hanya dilihat secara hitam putih, yakni telah menyimpangkan uang negara, berbuat korup, jahat, dan seterusnya. Sebab-sebab di balik apa yang dilakukan oleh mereka itu seharusnya dipahami secara mendalam.

Penyimpangan dimaksud tidak cukup hanya dilihat dari aspek peraturan atau undang-undang, tetapi seharusnya juga dilihat dari aspek lainnya yang lebih luas, misalnya dari perekrutannya, budaya, politik, agama, dan lain-lain. Menghakimi seseorang hanya mendasarkan pada pertimbangan hitam putih, yakni peraturan misalnya, maka akan menjadi tidak adil. Belum tentu, mereka itu pantas disebut sebagai orang jahat. Apalagi sebelum menjadi pejabat, mereka itu telah lulus berbagai seleksi dan telah memenuhi persyaratan yang tidak sederhana. Selain itu, para kepala daerah juga telah dipilih oleh sebagian besar rakyatnya.

Atas dasar seleksi yang ketat tersebut menunjukkan bahwa para pejabat atau pimpinan daerah dimaksud sebelumnya telah dikenal sebagai orang baik atau setidaknya layak ditunjuk penjadi pejabat dan atau pemimpin. Umpama kemudian mereka dianggap menjadi jelek dan harus dihukum, maka harus dipahami bahwa perilaku yang tidak terpuji itu sebenarnya lahir dari lingkungan politik yang ada di tempat itu. Jika demikian halnya, maka sebenarnya siapapun yang berada di tempat itu, atau orang baik sekalipun, maka sangat mungkin akan mengalami hal yang sama.

Selain ituyang juga perlu dilihat ke belakang adalah tentang proses seseorang menjadi pejabat yang dimaksudkan itu. Manakala proses menjadi pejabat harus melewati perebutan dan mengharuskan yang bersangkutan mengeluarkan dana yang tidak sedikit, maka kemudian yang berlaku adalah hukum jual beli. Dalam berdagang, siapapun tidak akan mau merugi. Untuk menghindari kerugian dimaksud, maka apapun akan dilakukan sekalipun beresiko tinggi.

Melihat kenyataan tersebut, maka dengan jelas tampak bahwa ada sesuatu yang tidak tepat di dalam menyusun mekanisme perekrutan pejabat politik. Jika pemimpin atau pejabat dipandang sebagai amanah, atau pengabdian, maka seharusnya tidak diperebutkan dan apalagi harus menggunakan uang segala. Mereka yang bersedia ikut berebut dan apalagi dengan menggunakan uang, maka sebenarnya hal itu sudah merupakan cara yang keliru. Amanah tidak boleh diperebutkan. Memilih seseorang yang berkeinginan untuk menjadi pemimpin adalah sesuatu yang salah.

Pemimpin seharusnya dipilih dan diangkat dari orang yang cakap, amanah, dicintai oleh mereka yang dipimpinnya, dan mampu menjaga kebenaran yang dijunjung tinggi bersama. Memilih orang yang mau membayar adalah cara keliru yang akan beresiko amat luas. Amanah kepemimpinan tidak akan berhasil ditunaikan, dan lebih dari itu, orang yang memperebutkannya juga akan menanggung resiko yang sedemikian berat. Apa yang sehari-hari kita lihat pada akhir-akhir ini, adalah merupakan akibat kesalahan di dalam melihat posisi pemimpin. Seharusnya posisi pemimpin tidak diperebutkan, melainkan justru diberikan kepada orang yang tidak ikut berebut. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up