Mempersatukan Antara Suara Hati, Ucapan, Dan Tindakan
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Sabtu, 30 April 2016 . in Dosen . 4024 views

Bersatu itu indah, damai, dan menjadi kuat. Akan tetapi mewujudkannya ternyata tidak mudah. Jangankan mempersatukan banyak orang yang memiliki perbedaan watak dan karakternya, sementara itu mempersatukan kekuatan yang ada pada dirinya sendiri saja ternyata tidak mudah dilakukan. Tidak jarang seseorang merasakan sendiri bahwa apa yang menjadi suara hati, dengan ucapan, dan tindakan tidak sejalan.

Banyak jenis pekerjaan tidak berhasil adalah disebabkan oleh karena tidak fokus atau dalam bahasa agama dikatakan tidak khusu'. Antara apa yang diniatkan dengan yang diucapkan dan dikerjakan tidak sejalan. Sebagai contoh sederhana, seseorang yang sedang shalat, seharusnya menghadap kiblat dan hatinya fokus ke Baitullah. Akan tetapi menempatkan hati fokus ke tempat yang mulia itu ternyata juga tidak mudah. Ketika sedang shalat, pikirannya ke mana-mana, dan tidak mudah dikendalikan. Hal demikian itu, shalatnya disebut tidak khusu'.

Contoh lainnya, seseorang pada awalnya berniat untuk belajar di berguruan tinggi, yakni menjadi mahasiswa. Siapa saja tidak mudah berhasil diterima di perguruan tinggi terkemuka. Digambarkan bahwa, setelah dinyatakan lulus test dan menjadi mahasiswa akan belajar sebaik-baiknya. Akan tetapi gambaran ideal tersebut tidak berhasil diwujudkan. Apa yang dilakukan sehari-hari selama menjadi mahasiswa tidak sama dengan suara hatinya. Lebih banyak waktunya tidak digunakan untuk belajar tetapi diisi dengan kegiatan yang tidak jelas arahnya.

Tidak ada bedanya dari mahasiswa adalah para politikus yang mengaku sebagai pemimpin bangsa sekalipun. Pada awalnya mereka terjun ke dunia politik berniat mengabdi pada masyarakat, ingin memperjuangkan keadilan, kejujuran, dan kebenaran, agar kehidupan masyarakat semakin sejahtera. Akan tetapi niat yang agung dan mulia itu ternyata tidak selalu berhasil diwujudkan. Hambatannya bukan bersumber dari orang lain, melainkan ada pada dirinya sendiri. Mereka tidak berhasil menyatukan antara suara hatinya dengan ucapan dan tindakannya sendiri.

Seserang yang hidupnya disebut berhasil biasanya adalah mereka yang mampu menyatukan antara ketika kekuatan yang ada pada dirinya tersebut. Pekerjaan itu tidak mudah, sehingga tidak banyak orang yang benar-benar berhasil. Menjaga agar niat yang ada pada dirinya sendiri berhasil dipertahankan, yakni selalu sejalan dengan apa yang diucapkan dan dilakukan, ternyata bukan perkara mudah. Padahal itu adalah kunci keberhasilan hidup.

Sebagai orang beragama (Islam) diajarkan agar selalu membangun komunikasi secara terus menerus dengan Allah dan Rasul-Nya, setidaknya melalui shalat. Dengan kegiatan ritual itu, sekurang-kurangnya sebanyak lima kali dalam sehari semalam, seseorang diingatkan pada keberadaan Dzat yang mulia dan agung. Manakala shalat yang dijalankannya benar-benar berhasil membangun hubungan dengan Allah dan Rasul-Nya, maka nafsu yang bersumber dari dirinya sendiri untuk menyimpang tersebut bisa dikendalikan.

Tidak mudah mengendalikan hawa nafsu pada setiap orang. Nabi Muhammad pernah mengingatkan bahwa, melawan hawa nafsu sebenarnya lebih berat dibanding perang yang bersifat fisik. Musuh di dalam perang secara fisik selalu tampak jelas. Sementara itu, perang melawan hawa nafsu, oleh karena musuh yang dimaksud berada pada dirinya sendiri, maka pasti tidak mudah dikalahnya. Hawa nafsu itulah sesungguhnya yang menjadi sebab gagalnya menyatukan antara suara hati, ucapan, dan perbuatan. Padahal, keberhasilan tersebut selalu menjadi kunci sukses dalam segala hal. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up