Memimpin Perguruan Tinggi
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Senin, 23 Mei 2016 . in Dosen . 935 views

Bermacam-macam jenis kelompok dan atau bidang dalam kehidupan ini, maka pada masing-masing pasti ada dan atau memerlukan kepemimpinan. Masing-masing kelompok atau bidang yang berbeda akan berbeda pula cara yang digunakan untuk memimpinnya. Memimpin lembaga pendidikkan akan berbeda dengan memimpin kelompok lainnya, misalnya komunitas politik, bisnis, birokrasi, perusahaan, tentara, dan lain-lain. Demikian pula, pemimpin perguruan tinggi harus menggunakan pendekatan yang khas atau berbeda dari memimpin jenis kelompok lainnya.

Perbedaan itu harus dijaga untuk menyesuaikan dengan orientasi, karakter, tujuan ,dan sifat organisasi itu sendiri. Perguruan tinggi adalah tempat sekelompok orang yang sehari-hari bertugas untuk melakukan kegiatan penelitian, pendidikan dan pengajaran serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. Atas sifat dan jenis tugasnya itu, agar mereka sukses, maka orang perguruan tinggi harus berada pada alam keterbukaan, bebas, dan berani tetapi bertanggung jawab.

Agar sukses dalam mengembangkan ilmu, komunitas perguruan tinggi tidak boleh terlalu terkekang atau dibatasi, dan bahkan terlalu diatur. Birokrasi yang terlalu mendetail hingga membatasi secara berlebihan ruang gerak para ilmuwan untuk berkembang secara leluasa hanya akan mematikan kreatifitas dan atau pilihan-pilihan yang seharusnya justru dilakukan. Manakala mereka terlalu diatur, apalagi di dalam kegiatan penelitiannya, maka hanya akan menghasilkan sesuatu yang biasa-biasa saja. Padahal, perguruan tinggi seharusnya selalu menghasilkan sesuatu yang baru dan bersifat inovatif. Keduanya itu adalah merupakan ciri khasnya.

Pemimpin ideal perguruan tinggi selalu saya umpamakan bagaikan seorang pawang atau pemain sirkus. Sebagai seorang pawang atau pemain sirkus, sehari-hari ia bergaul dengan berbagai jenis binatang buas yang membahayakan terhadap siapapun. Sebagai seorang pawang atau pemain sirkus, binatang buas seharusnya dipandang sebagai kolega atau kawan yang justru menarik dan menjadi pilihannya. Masing-masing binatang buas seperti buaya, singa, harimau, ular, srigala, dan lain-lain, semuanya dipelihara dan dikembangkan. Tidak perlu berbagai jenis binatang buas itu dijinakkan. Sebaliknya, jika hal itu dilakukan maka hanya akan menghilangkan kekuatan dan nilai seninya.

Demikian pula di perguruan tinggi, terdapat orang-orang yang dari kegiatan keilmuannya, maka lahir berbagai jenis pakar dan ilmuwan, dari berbagai bidang keahlian. Mereka semakin tumbuh dan berkembang hingga berwibawa serta diakui oleh masyarakat ilmuwan secara luas, manakala terdapat suasana yang tepat, sebagaimana dikemukakan di muka, yaitu kebebasan, keterbukaan, dan keberanian yang bertanggung jawab. Sebaliknya, manakala orang perguruan tinggi terlalu dibatasi maka sebagaimana binatang buas, akan berubah menjadi jinak, dan akhirnya tidak akan menarik lagi.

Pemimpin perguruan tinggi, sebagaimana pemain sirkus dan pawang, tidak boleh merasa paling hebat, melebihi semua mereka yang dipimpinnya. Jika kehebatan itu harus dimiliki, bukan terletak pada karya dan pemikirannya, melainkan pada cara atau pendekatan dalam mengatur perguruan tionggi yang dipimpinnya. Sudah barang tentu, aturan yang diciptakan adalah khas, yaitu suasana yang melahirkan semua orang bisa tumbuh dan berkembang. Rupanya pada akhir-akhir ini, banyak pemimpin perguruan tinggi yang lebih memilih kampusnya menjadi stabil, teratur, aman, dan tidak banyak pikiran-pikiran baru yang tumbuh dan berkembang. Padahal jika gambaran itu yang terjadi, maka perguruan tinggi dimaksud sebenarnya sudah kehilangan jiwa atau ruh yang seharusnya dimiliki.

Agar temuan-temuan baru atau inovasi dihasilkan, maka semuanya harus menyesuaikan, tidak terkecuali para pemimpin dan birokrasinya. Tidak boleh justru sebaliknya, yaitu warga kampus, apalagi para guru besar dan dosennya dipaksa menyesuaikan dengan kehendak pemimpin dan birokrasinya. Sebagai ciri khasnya, perguruan tinggi seharusnya selalu menghasilkan inovasi atau sesuatu yang baru dan berbeda dari apa yang ada sebelumnya. Sehubungan dengan tugasnya itu, apa saja dan siapa saja seharusnya menyesuaikan dengan orientasi kegiatan itu. Pemimpin perguruan tinggi seharusnya menempatkan diri sebagai kawan, sahabat, kolega, mitra kepada semua ilmuwan yang ada, dan bukan bagaikan komandan yang harus diatati dan apalagi ditakuti. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up