Menjadi Guru Madrasah Ibtidaiyah
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Selasa, 3 Mei 2016 . in Dosen . 3022 views

Atas inisiatif dan prakarsa Pimpinan Jawa Pos Radar Malang, pada momentum peringatan hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2016, para guru besar di Malang diajak untuk mengajar di sekolah dasar. Di antara tujuh belas orang profesor dari beberapa perguruan tinggi, saya termasuk salah satu yang diajak serta. Bagi saya, ide tersebut sangat baik dan menarik. Maka, ketika diberitahu dan diajak bergabung saya segera menyanggupi.

Masing-masing guru besar, yang berjumlah 17 orang dan sekaligus sekolah tempat mengajarnya merupakan pilihan Jawa Pos Radar Malang. Saya memperoleh bagian mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Rurul Iman, beralamat di Jalan Muharto. Madrasah Ibtidaiyah tersebut, sekalipun lokasinya berada di gang yang tidak terlalu luas, muridnya cukup banyak. Selain itu, fasilitas pendidikan yang dimiliki oleh madrasah swasta dimaksud tampak mencukupi. Tanahnya luas, ruang kelasnya terawat, gurunya bersemangat, dan lingkungannya kelihatan cukup rapi.

Begitu datang di depan madrasah itu, saya teringat apa yang pernah saya alami sendiri, sekitar 50 tahun yang lalu, yaitu ketika menjadi guru dan kepala madarash Ibtidaiyah di kampung saya sendiri. Saya pernah menjadi guru dan sekaligus kepala madrasah ibtidaiyah selama kurang lebih lima tahun. Sehingga saya bisa membandingkan antara menjadi dosen dan menjadi guru madrasah, apalagi madrasah yang saya maksud berada di desa. Menjadi kepala madrasah ibtidaiyah swasta, dalam hal tertentu, ternyata jauh lebih sulit dibanding menjadi rektor.

Menjadi kepala madrasah swasta di pedesaan di samping harus mencari uang untuk biaya operasional sehari-hari, juga harus mencari guru yang ketika tu tidak mudah. Pada tahun 1970-an, mencari calon guru dengan syarat lulus Madrasah Aliyah ternyata sangat sulit. Hal itu adalah sama sulitnya dengan mencari dana untuk membiayai madrasah. Akan tetapi, didorong oleh semangat mengabdi dan berjuang, maka seberat apapun tugas itu saya lakukan. Dari pengalaman itu, saya menyimpulkan bahwa, madrasah di pedesaan memiliki ciri khas, yaitu tahan hidup, sukar maju, dan kaya masalah.

Oleh karena motivasinya adalah berjuang untuk kepentingan agama, maka sekalipun muridnya hanya beberapa, madrasah tetap dipelihara sekuat tenaga. Akibatnya, tidak pernah ada madrasah tutup atau mati. Semua madrasah di pedesaan biasanya tahan hidup. Akan tetapi oleh karena keterbatasan dana, tenaga, dan juga sarana pendidikan lainnya, maka madrasah menjadi sulit maju. Akibatnya, madrasah selalu memiliki masalah. Itulah sebabnya, ciri madrasah selanjutnya adalah selalu kaya masalah. Rupanya beberapa ciri madrasah sebagaimana yang saya alami tersebut hingga kini masih belum banyak berubah.

Sewaktu saya sampai di madrasah, para siswa sudah berkerumun berada di halaman. Rupanya mereka menunggu kedatangan saya. Segera para siswa madrasah tersebut berebut menyalami saya, dengan menyanyi 'selamat datang Prof. Imam. Ketika itu rasanya menjadi terharu. Saya melihat dan merasakan sendiri, betapa-anak siswa madrasah begitu hangat menerima tamu. Demikian pula, kepala madrasah dan semua guru menyambut kedatangan saya.

Saya diminta mengajar para siswa dari klas empat hingga klas enam. Mereka semuanya ditempatkan pada satu ruangan yang cukup luas. Oleh karena waktunya tidak terlalu lama, saya langsung menjelaskan kedatangan saya. Ketika itu, saya mengajak kepada para siswa madrasah, ---menyesuaikan dengan bahasa mereka, untuk mengingat orang yang hidupnya sukses. Beberapa pemimpin bangsa yang tentu patut dijadikan contoh, misalnya Ir. Soekarno, Bung Hatta, Pak Harto, dan lain-lain. Tokoh ilmuwan Islam yang banyak dikenal para siswa madrasah, misalnya adalah Imam al Ghazali. Ulama yang lahir dan juga meninggal di Thus pada umur 7 tahun sudah berhasil menghafal al Qur'an secara sempurna, yaitu 30 juz.

Saya merasakan, program Guru Besar mengajar di sekolah dasar memang perlu, baik bagi siswa maupun sekolah yang bersangkutan. Para siswa dan juga guru tampak merasakan ada sesuatu yang baru. Paling tidak dengan kegiatan tersebut, menjadikan mereka tumbuh rasa diperhatikan dan bisa jadi, akan memicu semangat di kalangan mereka untuk lebih maju. Oleh karena itu, kegiatan yang sudah berhasil dirintis oleh Pimpinan Jawa Pos Radar Malang ke depan perlu ditindak lanjuti oleh siapa saja yang memiliki kewenangan. Kiranya berbagai cara perlu dilakukan, termasuk program guru besar mengajar di sekolah dasar, untuk mendapatkan yang terbaik. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up