Mengenang Ketawadgu'an Drs. H. Muhammadiyah Dja'far
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Kamis, 14 Juli 2016 . in Dosen . 1046 views

Pada hari Rabu pagi, tanggal 13 Juli 2016, Bapak Drs. Muhammadiyah Dja'far, dosen UIN Malang yang beberapa tahun lalu telah memasuki masa pensiun, dipanggil oleh Allah, menyusul Drs. H. Djumberansyah Indar, M.Ed., sahabat dekatnya, yang juga baru beberapa hari sebelumnya, ---sebelum hari Raya Idul Fitri 1437 H, juga wafat. Keduanya seangkatan dan sebelum nenjadi dosen IAIN/ UIN Malang juga sama-sama berstatus sebagai mahasiswa tugas belajar dari kementerian agama, dan kemudian setelah lulus, karena dipandang memiliki kelebihan, diangkat sebagai dosen tetap di almamaternya.

Sejak menjadi mahasiswa, Drs. H., Muhammadiyah Dja'far dikenal sebagai orang yang memiliki kelebihan di dalam penguasaan Bahasa Arab. Atas kelebihannya itu, ia gunakan untuk membantu secara suka rela kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti mata kuliah BMK. Pada angkatan itu, terdapat mata kuliah Bimbingan Membaca Kitab atau disingkat BMK. Mata kuliah itu dianggap sulit, sehingga ada saja mahasiswa yang sampai bertahun-tahun belum berhasil lulus, sekalipun telah mengulang ujian hingga berkali-kali.

Biasanya agar berhasil lulus, mahasiswa belajar kepada dosen atau mahasiswa senior di luar jam kuliah. Salah satu di antara mahasiswa senior yang dengan suka rela bersedia membantu mahasiswa belajar membaca kitab kuning adalah Bapak Drs.H.Muhamadiyah Dja'far. Sejak berstatus mahasiswa yang kemudian setelah lulus diangkat menjadi dosen tetap mata kuliah tafsir ini, memberikan waktu seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin menambah pengetahuannya dalam memahami kitab-kitab berbahasa Arab.

Biasanya kursus membaca kitab kuning tersebut diberikan pada jam-jam tertentu secara gratis. Siapa saja yang ingin belajar dipersilahkan datang ke rumahnya, baik secara sendiri-sendiri atau berkelompok. Itulah sebabnya, sejak menjadi mahasiswa, Drs. Muhammadiyah Dja'far sudah dikenal oleh mahasiswa di berbagai angkatan. Pada waktu itu, mata kuliah BMK sedemikian penting dan menakutkan. Tidak banyak mahasiswa mengikuti sekali ujian langsung lulus, tetapi biasanya harus mengulang sampai beberapa kali. Oleh karena itu, jasa seorang mahasiswa tugas belajar yang kemudian diangkat sebagai dosen tafsir ini dirasakan oleh banyak kalangan menjadi benar-benar penting dan berhasil meringankan beban yang dianggap amat berat.

Dosen kelahiran Sulawesi Selatan tersebut, di kalangan para pimpinan, sesama dosen, dan juga mahasiswanya selalu tampak sabar, ikhlas, dan sedemikian tawadhu' kepada siapa saja. Kiranya tidak pernah ada orang di kampus yang merasa disakiti hatinya. Mungkin saja ada sesuatu perilaku, kebijakan, perlakuan orang lain yang tidak disukai olehnya, tetapi tidak pernah direspon secara negatif. Apapun oleh Drs. H. Muhammadiyah Dja'far selalu disrespon dengan senyum atau diam. Selama beliau menjadi dosen dan saya kebetulan mendapat amanah memimpin kampus itu, sekali saja tidak pernah menyaksikan Bapak Drs. Muhammadiyah Dja'far menampakkan kekecewaan dan apalagi kemarahannya.

Hal menarik yang tidak pernah saya lupakan, adalah ketika muncul protes dari sesama dosen oleh karena kesalah-pahaman saja. Pada waktu itu, ada kesepakatan bahwa para dosen yang dikenal sebagai simpatisan NU hanya boleh menguji ujian negara pada perguruan tinggi Islam swasta yang berlabelkan Muhammadiyah, dan begitu pula sebaliknya, yaitu dosen yang dikenal sebagai simpatisan Muhammadiyah hanya boleh menguji ujian negara di perguruan tinggi swasta milik NU. Oleh karena namanya itu, yakni Muhammadiyah, maka ia dikira sebagai orang Muhammadiyah, sehingga sering mendapatkan tugas menguji di perguruan tinggi milik NU. Tentu ada dosen yang protes, Drs.H. Muhammadiyah Dja'far sebagai orang NU seharusnya hanya boleh menguji di perguruan tinggi swasta milik Muhammadiyah dan tidak boleh di perguruan tinggi milik NU.

Mendapatkan protes tersebut, ia tidak menunjukkan respon apa-apa, terlebih sikap negatif. Sekalipun dikenal sebagai orang NU, dosen tafsir ini memang bersedia mengajar di mana-mana, baik di perguruan tinggi Islam swasta milik NU maupun milik Muhammadiyah. Rupanya, beliau sendiri tidak terlalu peduli terhadap organisasi yang berdampak membatasi ruang gerak pengabdiannya itu. Siapa saja yang datang untuk meminta diajari membaca kitab kuning, agar lulus BMK misalnya, beliau tidak akan pernah bertanya kepada yang bersangkutan tentang asal-muasalnya atau latar belakang organisasinya. Demikian pula, perguruan tinggi Islam dari kalangan apa saja yang meminta beliau mengajar tafsir akan dipenuhi. Itulah sebabnya, ketika beliau diminta menjadi penguji ujian negara di perguruan tinggi NU, dengan semangat keikhlasannya, juga dipenuhi.

Oleh karena kesan tentang kesabarannya, keikhasan, dan ketawadhu'annya itu, maka ketika mendengar berita bahwa Bapak Drs. H. Muhammadiyah Djakfar wafat, maka banyak orang yang merasakan telah kehilangan seorang yang mampu menjadi contoh atau tauladan. Akan tetapi, meninggal atau mengakhiri kehidupan adalah suatu kelaziman, siapapun akan menemuinya. Maka sikap yang paling baik dan tepat adalah mengikhlaskan atas kepergiannya itu dan berdoa, semoga beliau khusnul khotimah, ditempatkan oleh Allah dan Rasul-Nya pada tempat terbaik dan mulia, yaitu di surga-Nya. amien.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up