Tetapi ada pula yang mempertanyakan mengenai etika para politisi Senayan yang tidak memberi pendidikan yang baik kepada rakyat, misalnya ulah dan perilakunya, bahasanya, tambengnya, dan sebagainya. Bahkan ada salah seorang anggota DPR dari partai pemenang pemilu yang mengusulkan untuk memperpanjang masa pemerintahan SBY hingga ketiga kalinya dengan cara mengamandemen Undang-Undang yang sudah mengalami beberapa kali amandemen tersebut. Alasannya belum ada tokoh sekaliber SBY yang mampu melanjutkan memimpin negeri ini. Tentu saja ide tersebut tidak popular karena berarti akan mengulangi lagi pengalaman pahit masa lalu di mana Soeharto bisa menjabat beberapa kali periode yang alasanya hampir sama dengan yang dilontarkan anggota DPR tersebut, yakni tidak/belum ada tokoh yang bisa melanjutkan pembangunan Orde Baru selain Pak Harto. Ada yang menganggap ide itu tidak lebih dari sebuah sensasi murahan dan dagelan yang gak lucu. Karena itu, tidak perlu ditanggapi serius.
Seorang teman diskusi yang lain menjawab yang kita dapatkan adalah anggota legislatif yang tidak mau mendengar aspirasi rakyat, buktinya walaupun suara masyarakat luas menolak kunjungan-kunjungan ke luar negeri dengan alasan studi banding, tapi toh mereka tetap berangkat, sepertinya tak menggubris suara masyarakat yang diwakilinya. Kunjungan-kunjungan semacam itu dinilai hanya menghambur-hamburkan uang rakyat. Hasilnya pun tidak jelas. Mestinya uang kunjungan bisa dialihkan untuk membantu masyarakat yang masih terbelilit kemiskinan yang jumlahnya masih sekitar 30 juta orang. ‘Mendengarkan berbagai komentar miring warga masyarakat tersebut, anggota DPR mestinya bisa mengurungkan niat pelisir tersebut andai saja mereka memiliki etika politik yang dalam’, tambah anggota diskusi yang lain.
Alih-alih mendengarkan seruan masyarakat luas, anggota DPR yang tergabung dalam anggota Badan Kehormatan (BK) DPR akan melakukan studi banding ke Yunani untuk melihat dan membandingkan etika hidup, perilaku dan cara berpakaian masyarakat Yunani dengan yang ada di Indonesia. Malah salah seorang anggotanya dari partai besar menujukkan arogansinya dengan menyatakan kritikan terhadap rencana perjalanan ke Yunani tidak akan menyurutkan niat mereka. “Itubanyak pendapat. Kritikan boleh saja, tapi kami tekah pertimbangkan lama”, jelas salah seorang anggota BK DPR yang akan mengunjungi Yunani tersebut.
Usai diskusi, saya merenungkan hasil yang dibahas pada malam itu. Ada satu hal yang sangat menarik perhatian saya, yakni jawaban terakhir mengenai etika politik. Saya buka-buka lembaran dan file lama mengenai filsafat ilmu politik dan mencoba melakukan refleksi mengenai perpolitikan negeri ini. Lalu saya teringat filsuf kenamaan Aristoteles, yang sering disebut sebagai perintis ilmu politik. Suatu saat filsuf Yunani kuno Aristoteles mengatakan bahwa politik merupakan ilmu yang paling tinggi kedudukannya dibanding ilmu-ilmu lain. Sebab, ilmu politik mengatur bagamana masyarakat bisa hidup tenteram, hak-haknya dilindungi, dan hidup saling menghargai dalam sebuah tatanan masyarakat berbangsa dan bernegara. Atas dasar logika tersebut, Ilmu-ilmu yang lain dianggap bersifat komplementer. Tanpa bermaksud merendahkannya, keberadaan ilmu-ilmu yang lain tetap penting.
Kita bisa membayangkan bagaimana jadinya andain saja di dalam sebuah Negara tidak ada sistem politik. Karena itu, ilmu politik memiliki kedudukan sangat terhormat dalam tatanan kehidupan masyarakat. Dengan demikian, para ahli ilmu politik dan para politisinya mestinya adalah orang-orang terhormat yang memiliki komitmen dan integritas tinggi untuk memajukan masyarakat yang dipimpinnya. Mereka bukan sembarang orang, tetapi merupakan anggota masyarakat yang sehari-hari memikirkan bagaimana menata kehidupan yang sehat dan bermartabat.