(Materi Pengantar Matakuliah Metodologi Penelitian)
Kendati buku yang mengupas perbedaan yang mendasar antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif sudah begitu banyak ditulis oleh para pakar metodologi penelitian, baik secara filosofis maupun praktis, pertanyaan mengenai perbedaan keduanya masih tetap saja muncul. Berikut uraian ringkas mengenai perbedaan keduanya, dengan titik tekan pada nalar dasar metode penelitian kualitatif yang disari dari berbagai sumber dan pengalaman penulis pada saat mengajar matakuliah metodologi penelitian dan melakukan penelitian.
Metode penelitian kualitatif lahir sebagai reaksi terhadap metode penelitian kuantitatif yang jauh lebih dulu ada dan dianggap bersifat mekanistis, tidak mampu membongkar masalah secara mendalam, kurang menempatkan manusia sebagai makhluk berkesadaran dan intensional dalam bertindak, memandang segala persoalan kehidupan dalam hubungan kausalitas dan saling terkait, bertumpu hanya pada realitas yang tampak (empirik) dan tidak melihat sesuatu di balik yang tampak. Bagi metode penelitian kuantitatif ukuran ilmiah (scientific) adalah sesuatu yang tampak (empirical). Apa saja yang tidak empirik tidak bisa dikategorikan sebagai ilmiah. Padahal, dalam kehidupan ini ada realitas yang tampak dan ada yang tidak tampak --- malah jumlahnya jauh lebih banyak.
Lebih dari itu, metode penelitian kuantitatif dipandang tidak mampu menjawab persoalan yang memerlukan pemahaman (understanding) secara mendalam, melainkan penjelasan (explanation) yang bersifat umum. Jika penelitian kualitatif lebih menekankan kedalaman pemahaman, maka penelitian kuantitatif lebih menekankan keluasan cakupan. Tentu saja telah menjadi sebuah dalil bahwa semakin luas cakupan, semakin tidak bisa mendalam. Dan sebaliknya, semakin mendalam, semakin tidak bisa mencapai cakupan yang luas. Karena itu, masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan , sehingga menanyakan mana yang lebih baik menjadi tidak relevan. Pilihan sebuah metode adalah pilihan sebuah tujuan penelitian.
Kata ‘pemahaman’ dan ‘penjelasan’ kemudian menjadi dua kosa kata yang kontras dan berimplikasi sangat luas secara metodologis sekaligus menjadi penegas sangat jelas bahwa tujuan akhir metode penelitian kualitatif ialah untuk memahami atau memperoleh pemahaman mengenai fenomena atau gejala yang diangkat untuk diteliti secara mendalam, sedangkan metode penelitian kuantitatif dimaksudkan untuk menjelaskan atau memperoleh penjelasan mengenai fenomena atau gejala yang diteliti secara umum atau yang lazim disebut sebagai generalisasi. Karena tujuannya untuk memperoleh pemahaman yang mendalam, maka metode penelitian kualitatif mensyaratkan data yang kaya (rich) dan keterlibatan peneliti dengan partisipan penelitian secara penuh, dan karenanya memerlukan waktu lebih lama. Sedangkan metode penelitian kuantitatif, karena bertujuan untuk memperoleh penjelasan secara umum mengenai gejala yang diteliti, maka yang pokok adalah keterwakilan sampel atau responden, dan karena itu tidak memerlukan waktu berlama-lama dengan partisipan penelitian (sengaja penulis tidak menggunakan istilah subjek atau objek penelitian karena dipandang istilah itu tidak tepat).
Selanjutnya, apa bedanya antara ‘memahami’ dan ‘menjelaskan’? Menurut filsafat metodologi penelitian, jika ‘memahami’ merupakan upaya memperoleh pengetahuan (knowledge) mengenai alasan dari dalam diri pelaku tentang apa, bagaimana dan mengapa sebuah tindakan terjadi atau dilakukan (internal reasons), karena memandang manusia sebagai makhluk berkesadaran dan intensional dalam dirinya, maka ‘menjelaskan’ adalah upaya memperoleh pengetahuan (knowledge) mengenai faktor-faktor penyebab dari luar (external causes) tentang apa, bagaimana dan mengapa sebuah tindakan atau peristiwa itu terjadi, karena memandang manusia sebagai makhluk mekanistik yang hanya bertindak jika ada rangsangan atau stimulus dari luar dirinya. “To understand is to get knowledge about internal reasons, while to explain is to get knowledge about external causes of events”.
Dalam pandangan penelitian kualitatif manusia bertindak bukan karena ada rangsangan yang membuatnya bertindak, tetapi karena ada kesadaran dan interpretasi atau pemaknaan terhadap gejala yang ada di depannya. Sebagaimana dipaparkan di muka, manusia adalah makhluk super kreatif yang kaya ide dan gagasan, yang tidak mungkin bertindak hanya karena ada rangsangan atau stimulus di luar dirinya. Manusia bukan benda mati, melainkan makhluk hidup yang terus berkreasi, kendati macam dan tingkat kreativitasnya berbeda-beda. Sikap dan tindakan manusia terhadap sesuatu juga sangat tergantung pada bagaimana dia memaknai sesuatu itu. Oleh karena itu, terhadap sesuatu atau barang yang sama manusia yang satu dengan yang lain bisa jadi berbeda-beda pandangannya. Misalnya, seseorang yang memiliki kenangan begitu indah dengan sekolah tempat dia belajar tentu akan memiliki sikap yang berbeda dengan seseorang yang hanya memiliki pengalaman hidup biasa-biasa saja di sekolah itu. Karena itu, jika beberapa orang ditanya mengenai pandangannya terhadap sekolah yang sama itu, mereka akan memberikan jawaban yang berbeda antara satu dengan yang lain. Itu tidak lain karena pemaknaan atau interpretasi mereka yang berbeda terhadap objek yang sama, yakni sekolah.
Dengan demikian, metode penelitian kualitatif pada dasarnya adalah metode pemaknaan atau interpretasi terhadap sebuah fenomena atau gejala, baik pada pelakunya maupun produk dari tindakannya. Tentu saja untuk bisa memaknai secara mendalam suatu fenomena itu diperlukan metode pengumpulan data yang berbeda dengan metode penelitian kuantitatif. Jika metode penelitian kuantitatif mengandalkan metode kuesioner, tes, pengukuran, dan dokumentasi, maka metode penelitian kualitatif mengandalkan metode wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan diskusi kelompok dengan latar alamiah. Jika kualitas data penelitian kuantitatif sangat tergantung pada kualitas metode perolehan data, maka kualitas data penelitian kualitatif sangat tergantung pada peneliti itu sendiri. Karena itu, semakin peneliti berpengalaman melakukan penelitian, maka hasil penelitian akan semakin berkualitas. Secara paradigmatik, metode penelitian kualitatif berada di bawah payung paradigma interpretivisme, atau fenomenologisme. Sedangkan metode penelitian kuantitatif berada di bawah payung paradigma positivisme. Di dalam filsafat ilmu sosial, positivisme artinya ‘ada’. ‘Ada’ artinya nyata atau konkret.
Berbeda dengan paradigma positivisme yang bertumpu pada data yang konkret, maka sebaliknya paradigma interpretif atau fenonemologisme justru berurusan dengan hal-hal di balik yang tampak. Baginya, gejala yang tampak bukan realitas yang sesungguhnya. “What appears is not reality. The reality is what is behind it”. Sebab, ia hakikatnya hanya merupakan pantulan dari yang tidak tampak. Fenomenologisme memandang tidak ada sesuatu yang terjadi dengan tiba-tiba. Selalu ada sesuatu yang melalatarbelakanginya, kendati tidak dalam hubungan sebab akibat (causality), melainkan dalam hubungan timbal balik. Tugas peneliti kualitatif ialah membongkar sesuatu di balik yang tampak. Dengan istilah lain, tugas peneliti adalah untuk menyatakan sesuatu yang tidak tampak (unknown atau unarticulated reality) menjadi sesuatu yang tampak (to become known atau articulated reality).
Karena itu, peneliti bukan sembarang orang. Ia adalah ilmuwan yang tugasnya memroduksi, memahami, mengembangkan, dan menjelaskan kompleksitas kehidupan menjadi ilmu pengetahuan, dan karenanya sungguh mulia. Melalui karya para ilmuwan itu ilmu berkembang pesat untuk kemaslahatan umat manusia. Di tangan ilmuwan kehidupan manusia menjadi lebih beradab. Sebab, hal-hal yang kompleks bisa disederhanakan, sehingga masyarakat umum bisa memahaminya. Sebuah misteri bisa diungkap sejelas-jelasnya. Pun hal-hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. “It is the job of scientists to make something possible”. Semoga bermanfaat !