Menjadi Guru Terbaik
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Selasa, 26 November 2013 . in Dosen . 4672 views

Pagi-pagi, saya diingatkan oleh seseorang yang berkirim sms, bahwa hari ini adalah hari guru. Sekalipun seumur-umur berprofesi sebagai guru, ternyata juga masih lupa seandainya tidak ada yang mengingatkan. SMS dimaksud terasa sangat penting, mengingatkan agar kita menjadi guru yang sebenarnya. Sebutan guru yang sebenarnya memiliki arti bahwa ada seseorang yang mengaku berprofesi sebagai guru, tetapi sebenarnya mereka bukan guru, sekalipun yang bersangkutan misalnya telah bersertifikat.

Guru yang sebenarnya bukan hanya dilihat dari sertifikatnya belaka, sekalipun sertifikat itu juga penting. Di dunia ini ada sesuatu yang sejatinya, asli, dan atau sebenarnya. Namun sebaliknya, ada pula yang tiruan, seolah-olah, seakan-akan. Sebutan guru yang sebenarnya bukan saja mendasarkan pada hal-hal yang bersifat simbolik, seperti sertifikat, tanda lulus, atau ijazah, melainkan seharusnya dilihat dari hal-hal yang bersifat lebih substantif, misalnya yang terkait prilaku, kinerja, dedikasi, maupun integritasnya.

Seorang guru yang hanya datang ke sekolah atau ke kampus tatkala ada jadwal mengajar, atau ada tugas, maka yang bersangkutan belum layak disebut sebagai guru yang sebenarnya. Ketika datang ke sekolah atau ke kampus, mereka menyebut dirinya mengajar. Tugas seorang guru sebenarnya bukan sebatas mengajar, melainkan lebih dari itu adalah mendidik. Di lembaga pendidikan ada pengajar matematika, biologi, fisika, sosiologi, antropologi, bahasa, dan seterusnya. Mereka itu adalah pengajar mata pelajaran itu. Padahal seorang guru tidak saja bertugas mengajar melainkan seharusnya juga mendidik kepada para siswanya.

Akhir-akhir ini, banyak lembaga pendidikan yang hanya sebatas melakukan aktivitas pengajaran. Kepala sekolah hanya merasa bertugas dan bertanggung jawab untuk mencari pengajar, menyusun jadwal, mengontrol kegiatan di kelas, menyelenggarakan ujian, dan mewisuda para lulusannya. Manakala seperangkat pelajaran sudah diajarkan dalam waktu tertentu, dan para siswanya berhasil menjawab pertanyaan dan tugas-tugas yang diberikan, mereka dinyatakan lulus. Para siswa itu kemudian dianggap telah berhasil dididik, padahal yang terjadi, sebenarnya mereka itu baru selesai diajar dan belum tentu sampai menjalani proses sebenarnya yang dituntut, ialah pendididikan.

Kata pengajaran selalu dibedakan dari pendidikan. Pengajaran diartikan memberikan seperangkat ilmu pengetahuan kepada para siswa. Sementara itu, pendidikan adalah proses yang lebih luas dan mendalam. Mendidik adalah menumbuh-kembangkan pikiran, perasaan, hati dan sekaligus raganya. Seseorang yang telah dididik menjadi lebih cerdas, semakin kreatif, kritis, dan inovatif, sehat baik jasmani maupun rohaninya. Seseorang yang telah dididik akan mengetahui tentang siapa sebenarnya dirinya itu, dan kemudian tumbuh kesadaran tentang keberadaan Dzat Yang Maha Kuasa sebagai pencipta alam semesta ini.

Manakala terdapat seseorang yang mengaku telah lulus dari lembaga pendidikan pada jenjang tertentu, akan tetapi yang bersangkutan belum mengetahui tentang dirinya sendiri, tidak mengerti lingkungan hidupnya, dan bahkan sekedar mencari penghidupan ekonominya saja tidak tahu, maka sebenarnya yang bersangkutan belum lulus dalam pendidikan. Tugas pendidikan adalah mengantarkan seseorang menjadi dewasa, bertanggung jawab, mandiri dalam pengertian yang luas. Manakala seseorang yang telah dinyatakan lulus tetapi masih tergantung pada orang lain, maka artinya secara hakiki, yang bersangkutan belum lulus.

Bangsa Indonesia ini sudah berhasil dalam mengembangkan lembaga pendidikan. Sekolah mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi sudah dibangun. Sekolah dasar sudah merata hingga ke pelosok-pelosok tanah air. Sekolah menengah pertama dan bahkan sekolah atas sudah merata hingga pada tingkat kecamatan. Begitu pula, jumlah perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta sudah sedemikian banyak. Partisipasi masyarakat terhadap pengembangan pendidikan juga sedemikian tinggi. Sekalipun hanya ada sekitar 150 an perguruan tinggi negeri, tetapi juga terdapat tidak kurang dari 3.000 perguruan tinggi swasta. Jumlah itu sangat fantastis, dan buahnya telah banyak orang yang menyandang gelar akademik hingga di desa-desa. Pertanyaannya adalah, apakah mereka itu telah diajar dan sekaligus juga telah melewati proses pendidikan yang sebenarnya. Pernyaaan semacam itu penting direnungkan bersama, lebih-lebih pada saat kita memperingati hari guru seperti sekarang ini.

Bertolak belakang dari kegembiraan oleh karena telah banyak lembaga pendidikan mulai dari Paud hingga tingkat perguruan tinggi, ternyata bangsa ini masih kaya masalah, seperti misalnya kenakalan remaja, tawuran pelajar, penyalah gunaan obat terlarang, korupsi, pengangguran, manipulasi di berbagai hal, ketidak-adilan, penipuan, ketidak-disiplinan, dan lain-lain. Melihat persoalan itu semua, hal yang perlu direnungkan adalah, jangan-jangan semua itu muncul dari tugas-tugas guru yang belum ditunaikan sepenuhnya. Tugas guru baru sebatas mengajar dan belum sampai mendidik. Manakala hal itu yang benar-benar terjadi, maka para guru belum menjadi guru yang sebenarnya atau belum menjadi guru terbaik. Hari guru yang kita peringati sekarang ini, semoga menyadarkan terhadap kita semua. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up